Ulama dan Raja
Sebagian orang mencela pengikut Ahlul Bait a.s. dengan berbagai macam tuduhan yang tidak benar. Di antara tuduhan yang tidak mengandung kebenaran tersebut adalah mencium jeruji besi makam Nabi Muhammad saw. dan makam-makam para imam suci a.s. lainnya. Mereka mengatakan bahwa para pengikut Ahlul Bait a.s. mencium batu, besi, dan emas. Itu merupakan perbuatan syirik (menyekutukan Allah swt dengan yang lain).
Namun ulama Ahlul Bait kita selalu menjawab setiap tuduhan dengan jawaban yang sangat baik dan memuaskan. Berikut ini adalah salah satu contoh yang dilakukan oleh ulama Ahlul Bait a.s.:
Suatu ketika Sayid Syarafuddin Al-Musawi menunaikan ibadah haji. Raja Arab Saudi yang berkuasa saat itu adalah Malik Abdul Aziz. Sayid Syarafuddin dan beberapa ulama diundang ke istana raja untuk merayakan hari raya Idul Adha sebagaimana dilakukan setiap tahunnya.
Baca: “Berziarah ke Karbala Lebih Utama dari Berhaji ke Makkah?“
Ketika tiba giliran Sayid Syarafuddin bersamalan dengan raja, beliau memberikan hadiah sebuah Alquran yang dijilid dengan jilid kambing. Ketika raja menerima hadiah tersebut, segera sang raja mencium dan meletakkannya di atas dahinya sebagai sebuah bentuk penghormatan.
Pada saat itu Sayid Syarafuddin berkata, “Wahai raja, kenapa Anda mencium jilid dan mengagungkannya, padahal jilid itu terbuat dari kulit kambing?”
Dengan penuh heran raja menjawab, “Sungguh saya bertujuan mencium Alquran yang ada di balik kulit kambing ini, bukan mengagungkan kulit kambing.”
Sayid Syarafuddin berkata, “Sesungguhnya yang Anda lakukan sangat baik, wahai raja. Begitu pula dengan yang kami lakukan ketika kami mencium jeruji besi makam suci Nabi Muhammad saw. dan pintunya. Kami sangat memahami bahwa itu terbuat dari besi dan kayu, namun kami bertujuan mengagungkan Rasulullah saw. dan keluarganya a.s. yang suci, sebagaimana yang Anda lakukan dengan mencium jilid Alquran dari kulit kambing.”
Seketika itu para tamu undangan dan ulama yang ada bertepuk tangan dan kagum dengan apa yang dikatakan oleh Sayid Syarafuddin. Mereka berkata, “Sesungguhnya apa yang Anda katakan mengandung kebenaran.”
Raja terpaksa membolehkan mereka mencium jeruji besi makam suci Nabi Muhammad saw.
Baca: “Kartun Anak: Dialog Imam Al-Jawad a.s dengan Yahya bin Aktsam di Hadapan Al-Makmun“
Penguasa dan Hamba Saleh
Suatu ketika Hajjaj bin Yusuf,[1] gubernur Hijaz dan Irak pada masa kekuasaan Bani Umayyah keluar dari istana untuk berburu dan bersenang-senang. Ketika menjelang waktu makan siang, Hajjaj meminta untuk dihidangkan makanan yang paling enak dan lezat. Ia juga memerintahkan supaya ada orang yang menemaninya makan.
Pada saat itu, dibawalah seorang badui yang tampak sangat saleh, untuk menemani Hajjaj makan. Namun sebelum makan terjadilah perbincangan antara Hajjaj dan orang badui tersebut:
Hajjaj: “Marilah makan bersamaku.”
Badui: “Biarkan aku memenuhi undangan dari Yang Maha Dermawan lebih dari Anda. Aku sedang berpuasa.”
Hajjaj: “Makanan ini sungguh lezat dan nikmat. Batalkan puasamu hari ini dan besok kamu masih bisa berpuasa.”
Badui: “Apakah Anda bisa menjamin hidupku sampai besok dan memberikanku pahala puasa sebagaimana Allah swt. berikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin?”
Hajjaj: “Tidak, tidak. Aku tidak mampu menjamin hidupmu dan memberikan pahala kepadamu.”
Badui: “Jika demikian, makan dan nikmatilah seluruh hidangan yang menurut Anda lezat dan nikmat itu seorang diri selama Anda tidak mampu memberikan sesuatu sebagaimana yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan saleh.[]
_
[1] Nama lengkapnya Hajjaj bin Yusuf Saqafi. Ia dilahirkan pada tahun 40 H. dan meninggal dunia pada tahun 95 H. Ia seorang yang selalu haus darah dan pembunuh berdarah dingin. Pada masa kekuasaannya, ia membunuh ribuan orang dengan tuduhan sebagai pengikut Syiah dan pencinta Ahlul Bait a.s., baik anak-anak, orang tua atau wanita, seperti Qanbar (pelayan Imam Ali a.s.) dan Kumail bin Ziyad (yang diajarkan doa Kumail oleh Imam Ali a.s.).
Baca: “Balasan Puasa Imam Husain a.s.: Syafaat Untuk Para Pencinta“