Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tidakkah Sayyidah Zainab as Pasca Tragedi Karbala Kembali ke Madinah, Lalu Mengapa Makam Beliau di Suriah?

Sejak dahulu kala ada tiga tempat yang disebut-sebut sebagai makam dan kuburan Sayyidah Zainab as; Suriah, Mesir dan Madinah. Di mana tiga pendapat itu memiliki pendukungnya masing-masing.

Mereka yang meyakini Mesir sebagai makam beliau di antaranya, Qadhi Syabrawi Asy-Syafii, Syablanji dan Hasan Adwi Khamrawi dan beberapa tokoh Mesir yang tampaknya mereka ‘Urafa’ atau pengikut mazhab Syafi’i dan para pecinta Ahlulbayt as.

Marhum Syekh Ja’far Naqdi pengarang buku Zainabul Kubra as, Nasabah Ubaidili, cucu Imam Sajjad as dalam kitabnya juga menguatkan pendapat makam Sayyidah Zainab di Mesir. Begitu juga salah satu ulama kita seperti Ayatullah Mar’asyi Najafi lebih condong kepada pendapat ini.

Sedang Marhum Syekh Abbas Qummi dengan menukil dari guru beliau, Muhaddis Nuri dalam kitab Hadiyatuz Zairin wa Bahjatun Nadhirin, Muhammad Hasan Khan dalam kitab Khairatu Hisan, Sayyid Hasan Shadr dalam kitab Nuzhah Ahlil Haramain serta Muhaqiq dan penulis besar Muhammad Hasanain Sabiqi dalam kitab Marqadul ‘Aqilah Zainab as mereka meyakini kuburan beliau di Damaskus. (Baca: Doa Ma’rifat Imam Mahdi pada Zaman Kegaiban)

Adapun di antara tokoh yang meyakini wanita agung ini dikuburkan di kota Madinah adalah Marhum Birjundi penulis kitab Kibritul Ahmar, Abbas Qali Khan Syefehr penulis khitan Athirazul Madzhab sebagai kitab pelengkap Nasikhu Tawarikh dengan mengkhususkan satu jilid buku tentang Sayidah Zainab as. Dan tokoh lain yang juga meyakininya adalah Sayyid Muhsin Amin dalam ‘Ayanusy Syi’ah, cetakan Beirut, juz 7 halaman 137-141.

Untuk masing-masing kemungkinan ini ada argumen-argumen tersendiri yang akan dibahas beserta sanggahan-sanggahannya.

  1. Kemungkinan makam beliau di Mesir

Nasabah Ubaidali dalam kitab Akhbaru Zainabiyat menukil beberapa riwayat yang isinya keniscayaan kuburan Sayyidah Zainab berada di Mesir. Untuk meringkas saya tidak ingin menyebutkan riwayat-riwayat tersebut.

Ternyata,riwayat-riwayat ini dari sisi sanad tidak dapat dijadikan sandaran. Muhammad Hasanain Sabiqi penulis buku Marqadul Aqilah Zainab as melontarkan berbagai sanggahan di antaranya:

  • Mayoritas perawi Ubaidili ini sosok majhul yang tidak termaktub dalam kitab-kitab Rijal, bibliografi atau silsilah sekalipun. Mereka adalah Zahran bin Malik, Abadullah bin Abdurrahman Al’athbi, Ali bin Ahmad Albahili, Qasim bin Abdurrzaq, Muhammad bin Abdullah, Ali bin Muhammad bin Abdullah, Usamah alma’afiri, Abdul Malik bin Said alanshori, Wahab bin Said alausi, Ismail bin Muhammad albashri dan Hamzah almakfuf.
  • Suyuthi yang selalu menjelaskan kondisi para Tabiin dan ahli hadis serta perawi dan ahli sejarah dahulu dan modern, namun tak sepatah katapun dia menjelaskan nama-nama di atas di dalam bukunya. Dan tentunya ketika kondisi mereka majhul tidak mungkin kita berpatokan dengan ungkapan mereka. (Baca: Jangan Pernah Merasa Punya Jasa kepada Agama)
  • Riwayat yang kedua berujung kepada seorang bernama Mas’ab bin Abdullah bin Mas’ab bin Tsabit Zubairi (meninggal 233); seorang perawi dari keluarga pembenci Ahlulbayt as dan permusuhan keluarga ini dengan keluarga Alawi adalah hal yang tak dapat dipungkiri oleh para ahli sejarah dan para ulama. Oleh karena itu, riwayat dan penuturan seorang semacam ini tidak dapat diterima.
  • Isi riwayat-riwayat inipun juga tidak lepas dari kontradiksi dan sanggahan historis. Sebagai contoh; Mas’ab menuturkan bahwa Abdullah bin Zubair melakukan pemberontakan di Mekkah untuk menuntut balas darah Imam Husain yang telah tertumpah. Padahal fakta sejarah menuturkan bahwa bukan seruan untuk balas dendam melainkan ajakan dia kepada masyarakat Mekkah untuk berba’ait kepadanya.
  • Di sisi yang lain, setelah peristiwa Karbala,  Yazid di kota Madinah sudah tidak memiliki pengarus dan Power untuk memaksa Sayyidah Zainab as hijrah dan keluar dari Madinah. Justru sebaliknya setelah tragedi tersebut dan terbongkarnya kezaliman Yazid terhadap keluarga Alhusein, dia menjaga sikap agar tindakan yang lebih parah tidak terjadi lagi. Sebagai bukti pemberontakan Ali bin Husein dan keluarga Alawi di kota Madinah tidak diusik dan diberangus.
  • Di samping itu, ada beberapa kontradiksi lain yang terdapat dalam riwayat-riwayat itu yang menggambarkan kepalsuannya, di antaranya:
  • Riwayat pertama menceritakan bahwa Sayyidah Zainab bersumpah tidak akan lagi meninggalkan kota Madinah. Akan tetapi, riwayat lainnya menegaskan beliau hijrah ke Mesir. Tidakkah ini berarti beliau melanggar sumpahnya? (Baca: Any Quest 1: Arti Hadis Nabi “Salman dari Ahlul Baitku”)
  • Riwayat kedua mengatakan bahwa Sayyidah Zainab hanya beberapa hari di akhir-akhir bulan Dzulhijjah menetap di Mesir sedang riwayat kelima mengatakan beliau menetap sampai akhir hayat beliau selama sebelas bulan dan 15 hari. Atas dasar ini wafat beliau di bulan Dzulqa’dah. Sedangkan riwayat keenam menyebutkan bulan Rajab tahun 62 serta beberapa kontradiksi lain.

Lalu siapa Zainab yang dimakamkan di Mesir?

Sekarang pertanyaannya jika bukan Zainab binti Ali as lalu siapa yang ada di Mesir dan berada di kawasan Qanathir Siba’ di Kairo?

Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diingatkan bahwa dengan memeriksa sejarah akan gamblang jika Zainab yang berada di Mesir adalah putri Yahya bin Hasan Alanwar bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Hanya saja ketika seseorang mendengar nama besar dan musytarak di antara beberapa orang seperti Zainab maka pasti akan mengarah kepada sosok yang paling populer yaitu Zainab binti Amirul Mukminin as. (A’yanu Syi’ah, juz 7 halaman 142). Memang penisbatan terhadap leluhur merupakan sebuah hal yang populer seperti para Dzuriyah yang disebutkan sebagai putra-putri Rasulullah. Oleh karena itu, tidak bermasalah jika Zanab binti Yahya disebut sebagai binti Ali as.

  1. Kemungkinan kota Madinah

Allamah Sayyid Muhsin berkeyakinan bahwa Sayyidah Zainab as dikuburkan di kota Madinah. Dalil yang beliau ajukan di antaranya:

  • Kembalinya Sayyidah Zainab ke kota Madidah selepas tragedi Karbala sebuah kepastian namun, keluarnya beliau untuk kedua kali dari kota Rasul tersebut belum tercatat secara resmi oleh sejarah. Dengan demikian harus diyakini beliau meninggal dan dimakamkan di sana. Walaupun tanggal dan tempat kuburan beliau belum jelas. Dalil ini pada dasarnya sebuah istishab. (Baca: Menimbang Stigma “Transnasional”)
  • Tanpa mengesampingkan karya–karya monumental beliau, para ulama tidak menerima dalil yang beliau sampaikan ini. Mereka mengatakan: Kendati kuburan Sayyidah Zainab di Baqi’ sebuah hal yang bisa terjadi mengingat saudara beliau Imam Hasan as dan para tokoh-tokoh Bani Hasyim juga di sana. Akan tetapi, mengapa tanda-tanda keberadaan kuburan beliau dengan segala kehormatan dan nama besar yang dimiliki tidak pernah ada.
  • Tidak ada dari kitab-kitab yang mengupas sejarah Madinah yang menyinggung hal tersebut sedangkan nama wanita lain seperti Umul banin dalam dalam kitab Wafa’ul wafa’ dengan jelas disebutkan.
  • Mas’udi seorang sejarawan saat menjelaskan tentang Imam Hasan as menuliskan: Hasan dikubur di sebelah ibundanya Fatimah as di mana sampai saat ini nama ibundanya tetap tertulis di batu nisannya. Ini juga sebuah petunjuk bahwa sampai abad ke-4; masa Mas’udi tanda itu masih jelas ada sehingga jika beliau dikubur di sana, nama itu tentunya masih ada sebagaimana suami belia Abdullah bin Ja’far.
  • Atas dasar ini, bagaimana mungkin kuburan beliau ada di Baqi’ jika sedikitpun petunjuk dan tanda di kompleks pemakaman itu atau dalam kitab-kitab sejarah Madinah tidak ada sama sekali.

Dengan demikian setelah mengkaji dari tiga kemungkinan tersebut Damaskus adalah kemungkinan terbesar keberadaan makam suci Sayyidah Zainab as.[*]

Baca: “Perempuan Itupun Mengadu kepada Ali

 

Latest comments

LEAVE A COMMENT