- Hari-hari Muharram adalah momentum untuk menyadarkan hadirin tentang keagungan peringatan dan urgensi penyelenggaraannya demi mendapatkan rahmat Allah SWT, syafaat Rasulullah SAW dan Ahlul Bait AS.
- Peringatan ini juga merupakan kesempatan emas untuk meningkatkan spiritualitas, khususnya adanya unsur menangis yang bahkan memiliki kekuatan gaya tarik melebihi majelis Laylatul Qadr.
- Antusiasme besar dan spirit kecintaan kepada Imam Husein AS ini akan tetap bergelora dalam hati setiap Mukmin. Karenanya saat airmata mengalir, kita wajib menyadari bahwa Imam Husein AS adalah manifestasi kasih sayang Allah yang sangat luas.
- Imam Husein AS adalah magnet setiap orang untuk menghadiri majelis-majelis dalam berbagai situasi dan kondisi. Karenanya, kita dapat menjadikannya sebagai ajang menyampaikan pesan-pesan Islam.
- Manfaat lain yang tak kalah penting adalah kesempatan untuk menumbuhkan tekad dan cita-cita dengan menanamkan jiwa keberanian, kesatriaan, kepribadian, perlawanan, zuhud dan kebergantungan mutlak kepada Allah SWT.
- Majelis-majelis Muharram dan Asyura penting untuk diselenggarakan sedapat mungkin tidak kurang dari 10 hari di setiap kota dan desa.
- Sebagai syiar, peringatan diselenggarakan di ruang publik, khususnya masjid dan husainiyah sehingga masyarakat terikat secara spiritual dengan tempat-tempat tersebut.
- Perlu memperhatikan aspek-aspek lahiriah, seperti simbol-simbol dan suasana duka dalam berbusana, kerapian acara, kebersihan tempat, aroma semerbak serta menjaga keamanan, ketertiban hadirin dan masyarakat umum termasuk di dalamnya disiplin waktu serta mematuhi aturan yang berlaku.
- Hendaklah isi ceramah menitikberatkan pada isu-isu keagamaan dan menjauhkan diri dari isu politik praktis;
- Memprioritaskan tema-tema penting dengan penyajian yang mudah dipahami masyarakat umum, bukan yang hanya bisa dipahami oleh kalangan tertentu.
- Mengingat keberadaan generasi muda yang belum mengetahui hal-hal yang terjadi pada kebangkitan Imam Husein AS secara terperinci, maka selayaknya pembahasan aspek sejarah perjalanan Imam Husein AS menjadi titik fokus utama.
- Aspek yang harus dipilih dari sejarah Imam Husein AS adalah yang memberikan efek edukatif dalam kehidupan, seperti latar belakang pengkhianatan terhadap Muslim bin Aqil.
- Hendaklah menukil kejadian sejarah secara tidak berlebihan (proporsional) serta tidak menyampaikan hal-hal yang masih kontroversial.
- Hendaklah tidak menyampaikan pembahasan akidah yang sulit dipahami, karena tingkat pemahaman hadirin berbeda-beda. Hendaknya juga tidak menyampaikan kritik dan bantahan yang tajam yang tidak sepadan dengan jawaban dan solusinya.
- Hendaklah tidak menyampaikan kisah-kisah yang sulit dicerna, meski boleh jadi benar, “Berbicaralah dengan banyak orang sesuai dengan kemampuan akal mereka”.
- Hendaklah menghindari penisbatan ungkapan yang tidak disampaikan oleh Imam Husein AS atau para maksum lainnya.
- Hendaklah tidak menyampaikan sesuatu yang kontradiktif.
- Menangisi duka Imam Husein dan membuat hadirin menangis adalah sesuatu yang mulia dengan tetap mengedepankan pemahaman dan pengahayatan terhadap pesan, spirit perjuangan dan kebangkitan Imam Husein AS.
- Kesalahan kebanyakan orang adalah menitikberatkan pada satu dimensi dengan mengabaikan dimensi lainnya. Seperti mengeksplorasi secara berlebihan sifat keberanian Imam Husein AS yang karena sifat itulah beliau bangkit, sehingga akan disalahpahami, bahwa para Imam lainnya tidak bangkit karena tidak memiliki sifat berani seperti Imam Husein AS. Tetapi pemahaman yang benar adalah kewajiban melaksanakan taklif, “Kerelaan Allah ada pada kerelaan kami Ahlul Bait”.
- Sangat penting untuk membandingan situasi kita saat ini dengan situasi masa lampau, misalnya; akibat-akibat tidak mendukung Imam Husein AS dan tidak berjuang bersamanya. Perhatikanlah bagaimana bencana yang menimpa kota Madinah karena penduduknya tidak mendukung Imam Husein AS salah satunya; penyerangan dan penodaan kota Nabi (Waq’atul Harrah oleh Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi, gubernur bengis Khalifah Umawi Abdul Malik bin Marwan). Pertanyaan dan renungannya di saat kita meninggalkan jihad hari ini, maka apa yang akan kita terima esok?
Dikutip dari rubrik Suara DS, Buletin Al-Wilayah, edisi 16, September 2017, Dzulhijjah 1438