Berkata lemah lembut sangat ditekankan oleh Ahlul Bait a.s. Perhatikanlah perkataan Imam Sajjad a.s. berikut ini:
Perkataan yang baik akan memperbanyak harta, meluaskan rezeki, menunda ajal, membangkitkan kecintaan di tengah keluarga, dan mengantarkan ke surga. (Al-Khishal, hal. 317)
Kehidupan rumah tangga itu ibarat sendok-garpu yang digunakan untuk makan di atas sebuah piring. Tak mungkin tak terdengar dentingan piring.
Sepasang suami-istri, datang dari orangtua yang berbeda, latar belakang budaya dan pendidikan yang berbeda, lalu mereka harus hidup dalam satu atap. Sangat wajar bila terjadi konflik. Namun, harus diwaspadai pula bahwa pertengkaran dan perselisihan yang terjadi dalam keluarga akan menyebabkan suasana panas dan tegang yang dapat mengancam keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.
Pertengkaran ayah dan bunda akan berdampak buruk pada kejiwaan anak. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa anak yang tumbuh besar di tengah-tengah keluarga yang selalu diliputi oleh ketegangan (antara lain akibat pertengkaran orang tuanya), ketika mereka menginjak usia dewasa akan merasa bahwa mereka tidak seperti orang-orang lain pada umumnya. Mereka kehilangan rasa percaya diri. Mereka pun takut untuk menjalin hubungan cinta yang sehat dengan orang lain, karena mereka selalu membayangkan bahwa membangun keluarga berarti akan berada dalam situasi yang penuh pertengkaran.
Baca: “Keluarga dalam Perspektif Ajaran Islam“
Umumnya, pertengkaran dipicu karena kekesalan salah satu pihak, lalu dilampiaskan dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Pihak lain pun terpancing untuk membalas dengan kata-kata yang tak kalah menyakitkan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mencegah terjadinya pertengkaran adalah dengan bertutur kata lemah lembut; baik suami kepada istri, maupun istri kepada suami.
Mari kita ingat firman Allah kepada Musa, saat Musa (bersama Harun alaihimas-salam) disuruh mendatangi Fir’aun, “Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut” (QS. Thaha [20]: 44).
Bayangkan, kepada Fir’aun saja Musa harus berlemah-lembut, apalagi kita kepada pasangan dan belahan jiwa kita!
Ahlulbait a.s telah meninggalkan pesan-pesan kepada kita agar mampu menghadapi konflik dalam rumah tangga dengan bijaksana. Kedua pihak diperintahkan untuk berkata baik dan lembut kepada pasangan.
Sebagaimana yang dituliskan di atas, Imam Sajjad memberikan pesan yang sangat penting kepada kita, para pengikutnya, bahwa perkataan yang baik akan memperbanyak harta, meluaskan rezeki, menunda ajal, membangkitkan kecintaan di tengah keluarga, dan mengantarkan ke surga.
Baca: “Doa Imam Zainal Abidin Ketika Mengingat Keluarga Nabi“
Perhatikanlah, betapa sangat pentingnya perkataan yang baik dan santun. Hal-hal yang terkait dengan luasnya harta atau rezeki, panjang umur, kecintaan, serta masuk surga, adalah dambaan kita semua. Semuanya bisa diperoleh, salah satu di antaranya adalah dengan mengusahakan kebiasaan bertutur kata baik dan santun.
Mengutamakan kata-kata yang baik (khususnya kepada keluarga) sangat ditekankan, bahkan di saat salah satu pihak lepas kontrol dan berkata buruk. Dalam kondisi seperti itu, pihak lain harus menahan diri, sehingga tidak sampai membalas kata-kata buruk dengan kata-kata buruk pula. Dengan kesabaran, konflik bisa mereda dan dapat dicarikan jalan keluarnya.
Imam Muhammad Baqir a.s. dalam sebuah hadis menganjurkan para suami untuk bersabar menerima perlakuan buruk, termasuk kata-kata menyakitkan dari istrinya. Sebagaimana dicatat dalam kitab Makarim Al-Akhlak, Imam Baqir mengatakan, “Orang yang sabar dalam menerima perlakuan buruk istrinya, meskipun hanya sebatas satu kata, niscaya akan dibebaskan Allah dari siksa api neraka dan ditempatkan-Nya di dalam surga.”
Bersabar terhadap perlakuan buruk istri adalah hal yang mungkin dianggap tidak wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan anjuran Nabi Saw dan Ahlulbait a.s., hal tersebut menjadi sunnah yang akan dengan senang hati dijalankan oleh kaum lelaki yang beriman.
Baca: “Bagaimana Orang Tua Mendidik Anak Menjadi Manusia?“
Namun, di pihak lain, kaum perempuan pun diancam dengan hukuman yang keras, bila melakukan hal-hal yang menyakiti hati suaminya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah menceritakan kepada Sayyidah Fathimah tentang ciri-ciri perempuan ahli neraka, yang salah satunya adalah perempuan yang menyakiti hati suaminya dengan kata-katanya.
Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan para istri untuk sedapat mungkin menghindari pertengkaran yang buruk. Beliau berkata, “Perempuan terbaik adalah perempuan yang ketika marah atau membuat suaminya marah, ia segera berkata kepada suaminya itu, ‘Aku letakkan tanganku di tanganmu. Aku bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau memaafkanku.’”
Istri yang menyakiti hati suaminya dengan kata-kata, sangat dimurkai Allah. Rasulullah Saw bersabda, “Jika seorang perempuan menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah tidak akan menerima seluruh amalan baiknya sampai sang suami memaafkannya.”
Sebagaimana para suami dianjurkan bersabar atas sikap buruk istrinya, kaum perempuan pun diperintahkan untuk bersabar atas sikap buruk suaminya. Imam Muhammad Baqir a.s. berkata, “Jihad bagi seorang perempuan adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan rasa cemburu suaminya.”
Dari hadis-hadis Ahlulbait yang kita bahas ini, dapat diambil kesimpulan bahwa baik suami maupun istri seharusnya menjaga dengan baik setiap perkataannya. Bahkan, selain membawa keharmonisan keluarga, seperti dipesankan Imam Sajjad, perkataan yang baik pun akan meluaskan rezeki dan mengantar kita ke surga.
Namun ada kalanya, situasi sedemikian memanas, maka yang harus dilakukan adalah bersabar. Saat suami panas, istrilah yang mendinginkan dengan kelembutannya. Saat istri terbakar amarah, suamilah yang memadamkan apinya dengan kesabaran dan kelembutan. Bayangkan bila keduanya sama-sama panas, sama-sama menyalakan api, sangat mungkin seluruh rumah akan terbakar dan (na’udzu billahi min dzalik) rumah tangga akan hancur berkeping-keping.
Para aktivis dan ustaz tentu saja diharapkan dapat memberikan contoh kepada komunitas di sekitarnya untuk mengimplementasikan konsep yang sangat penting ini.
(dikutip dari rubrik Tuntunan, Buletin Al-Wilayah, edisi 21, Februari 2018, Jumada Al-Akhirah 1439)
Baca: Doa dan Keberpihakan