Akhlak adalah kunci utama dalam kehidupan masyarakat dan kesempurnaan bangsa. Ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kemanusiaan. Tanpa diragukan, akhlak memainkan peran penting dalam membawa kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan rohani manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa akhlak memiliki pengaruh yang kuat dalam memperkuat integritas dan perilaku yang baik, baik dalam lingkungan sosial maupun masyarakat secara luas.
Keberadaan akhlak sangatlah penting, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki keyakinan agama. Mereka menyadari bahwa prinsip-prinsip etika sangatlah vital untuk kemajuan dalam menghadapi kompleksitas kehidupan. Meskipun masyarakat memiliki beragam perilaku, namun mereka memiliki kesamaan dalam menghargai akhlak.
Akhlak merupakan puncak dari fitrah manusia, sebuah anugerah yang diberikan kepada kemanusiaan. Orang-orang yang berhasil dalam kehidupan sering kali menjadi teladan, menarik perhatian dan menginspirasi orang lain melalui perilaku yang mulia. Masyarakat memandang mereka dengan hormat dan berusaha meniru kesempurnaan mereka, percaya bahwa keberadaan mereka memberi nilai tambah pada kehidupan.
Jika sifat-sifat genetik menarik perhatian, maka akhlak memberikan kepuasan dan kehormatan bagi mereka yang berperilaku baik. Ini karena karakter pertama merupakan hasil dari gen-gen, sementara karakter kedua merupakan hasil dari kebijaksanaan dan kekuatan pikiran, yang mengatur perjalanan hidup kita.
Orang-orang yang mencapai keunggulan dan kebesaran adalah seperti sinar terang yang membuka jalan bagi kemanusiaan dan memandu manusia ke arah moral yang tinggi. Tanpa perilaku yang baik, masyarakat tidak akan bisa mencapai keunggulan, meskipun mereka merasa memiliki hak kebebasan dan hak politik. Wilayah daratan yang luas bukanlah hal yang penting bagi kehormatan sebuah bangsa, karena banyak negara dengan populasi besar dan wilayah yang luas, tetapi masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, jika moralitas suatu bangsa rusak, akhirnya bangsa itu akan punah.
Banyak orang mengabaikan perilaku baik demi kecenderungan hewani mereka, seperti gelembung yang berkilauan di atas air. Manusia sering kali membawa sifat-sifat yang bertentangan dengan kodratnya, dan hidup merupakan perjuangan antara kebaikan dan kejahatan. Langkah pertama untuk mengatasi kejahatan manusia adalah mengendalikan nafsu dan kemarahan, karena hal ini adalah sumber dari sifat hewani, yaitu dengki. Bagi mereka yang ingin mencapai kesempurnaan, mereka harus menghindari perilaku yang merugikan dan mengubahnya menjadi perasaan yang baik dan berguna.
Menurut seorang psikolog, perasaan manusia adalah seperti dua kamar dalam satu kontainer: satu kamar menyerang, yang lainnya bertahan. Jika seseorang bisa mengendalikan kamar yang bertahan di atas yang menyerang, maka dia akan mengendalikan hidupnya dan mengarahkan perasaannya sesuai kehendaknya, bukan kehendak perasaannya. Orang-orang yang mampu menyeimbangkan kekuatan batin mereka dengan nafsu-nafsu mereka, dan mencapai harmoni antara pikiran dan hati, telah menemukan kebahagiaan di tengah semua tantangan hidup.
Meskipun kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan manusia kemampuan yang besar, kesengsaraan yang terus-menerus di dalam peradaban menunjukkan bahwa kita telah menyimpang dari nilai-nilai moral dan spiritual yang penting. Meskipun ilmu pengetahuan maju, akhlak dan perasaan manusia masih primitif. Jika moralitas dan perasaan berkembang seiring dengan pikiran, kita bisa mengatakan bahwa manusia telah berkembang secara manusiawi. Sesuai dengan hukum keseimbangan dan persamaan, peradaban yang tidak memiliki moralitas akan menghadapi kerusakan dan kepunahan.
Dusta Dilarang Agama
Berdusta memiliki lebih banyak dampak negatifnya dibanding manfaat dari kejujuran. Jujur adalah sifat yang baik, sementara dusta adalah yang buruk. Lidah mengungkapkan perasaan batin manusia; jika dusta muncul dari dengki atau benci, itu tanda bahaya dari amarah. Jika dari kebiasaan, itu berasal dari nafsu manusia yang membara.
Dusta merusak eksistensi manusia dan menimbulkan khianat. Ini juga merusak persatuan dan harmoni, serta memupuk kemunafikan. Kesesatan sering kali karena pernyataan-pernyataan palsu. Bagi yang jahat, dusta menjadi cara untuk mencapai tujuan dengan menyembunyikan fakta. Para pendusta sering kali diliputi rasa malu dan kegagalan. Berbicara lebih penting daripada berpikir; kesalahan dalam berbicara dapat membahayakan masyarakat. Anak-anak belajar dari lingkungan mereka, jadi penting untuk mencegah dusta dan mendorong kebenaran di keluarga.
Al-Quran dengan tegas menyatakan bahwa para pendusta adalah orang-orang kafir. Rasulullah Saw menegaskan pentingnya mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan. Orang yang memiliki akhlak baik tidak akan menerima kebatilan dan tidak ingin terlibat dalam perilaku yang buruk. Para pendusta menderita gangguan mental yang menjauhkan mereka dari kejujuran. Mereka merasa lemah dan hina, karena dusta adalah tanda kelemahan dan ketakutan. Dusta sering digunakan sebagai alat pertahanan dan pelarian dari bahaya oleh orang yang lemah. Ini merupakan reaksi terhadap kelemahan dan kegagalan.
Imam Ali as menyatakan bahwa orang yang berkata benar akan mendapatkan tiga hal: kepercayaan, kecintaan, dan penghormatan dari orang lain. Dia menekankan bahwa kebenaran tidak boleh diabaikan atau dianggap remeh, bahkan jika seseorang kuat dalam ibadah seperti salat dan puasa. Lebih baik menguji mereka dalam kejujuran dan penghormatan terhadap amanah.
Dr. Samuel Smiles menegaskan bahwa di antara semua karakter yang lemah, dusta adalah yang paling buruk dan menjijikkan. Dia mengajak manusia untuk bercita-cita menjadi orang yang jujur dan benar dalam setiap aspek kehidupan, tanpa meninggalkan maksud atau tujuan lainnya.
Islam mengajarkan bahwa iman adalah dasar bagi kebahagiaan manusia dan merupakan motivasi utama dalam berperilaku baik. Akhlak tanpa iman seperti istana di atas lumpur, benih di antara duri yang pada akhirnya layu. Agama memengaruhi hati dan pikiran, membawa keharmonisan, dan mengurangi keinginan materi. Orang-orang yang kokoh dalam iman selalu memiliki tujuan yang jelas dan perasaan yang tenang.
Islam mengatur perilaku manusia sesuai dengan iman dan sifat-sifat baiknya. Iman dianggap sebagai jaminan keabsahan pernyataan dalam sumpah, dan kesaksian manusia digunakan untuk membuktikan hak-haknya. Dalam Islam, dusta dianggap sebagai dosa yang besar dan hukumannya keras.
Dusta, terutama di bawah sumpah dan kesaksian, menimbulkan kerusakan besar dan mendapat hukuman yang tegas menurut ajaran Islam. Dusta adalah suatu perbuatan yang mengarah kepada segala sifat jahat lainnya. Imam Hasan al-Askari as berkata: “Semua sifat dengki ditempatkan di dalam sebuah rumah dan kunci untuk rumah ini adalah dusta.”
Untuk menjelaskan apa yang Imam Askari as katakan, kami bawa perhatian anda kepada riwayat Nabi berikut ini. Seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. dan meminta beberapa nasihat kepada beliau. Nabi Saw menjawab: “Jauhilah dusta dan lengkapilah dirimu dengan kebenaran (amanah). ” Lelaki itu, si pelaku berbagai macam dosa, mengikrarkan janji untuk tidak pernah lagi melakukan pelanggaran lainnya.
Sebenarnya, orang yang bersahabat dengan orang yang jujur dan terbiasa berlaku benar, baik secara lisan maupun tindakan, akan hidup bebas dari kesedihan dan depresi; pikiran dan rohani mereka akan bercahaya dengan keyakinan, mereka jauh dari keguncangan dan ketakutan, dan dari pemikiran yang kabur. Sifat amanah hanya dapat dicapai di bawah bayang-bayang akhlak dan keyakinan. Sehingga ketika syarat-syarat ini tak terpenuhi, kebahagiaan manusia tidak akan memiliki suatu kesempatan untuk tetap hidup.
*Disarikan dari buku Psikologi Islam – Sayyid Mujtaba Musavi Lari