Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Sejarah Singkat Kehidupan Imam Husain as

Di dalam hangatnya keluarga Sayidah Fatimah Az-Zahra, pada awaL Syakban lahirlah seorang bayi yang ditakdirkan untuk mengemban misi mulia Rasulullah saw. Dengan penuh kebahagiaan, malam pun menyambut kehadiran Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Rasulullah saw, dengan penuh cinta dan kasih, menyapa bayi tersebut, “Dagingmu adalah dagingku, dan darahmu adalah darahku. Engkau adalah pemimpin, putra pemimpin, dan saudara pemimpin. Engkau adalah pemimpin spiritual, putra pemimpin spiritual, dan saudara pemimpin spiritual. Engkau adalah Imam yang berasal dari Rasul, putra Imam yang berasal dari Rasul, dan saudara Imam yang berasal dari Rasul. Engkau adalah ayah dari sembilan Imam, yang kesembilan adalah al-Qa’im (Imam Mahdi).”

Ketika tiba saatnya memberi nama, Rasulullah saw bertanya pada Imam Ali, “Siapakah nama yang engkau pilih untuk anakku ini?” Dengan penuh penghormatan, Imam Ali menjawab, “Aku tidak berani mendahuluimu, wahai Rasulullah.” Akhirnya, wahyu turun dan menetapkan namanya sebagai “Husain.”

Pada hari ketujuh, Rasulullah saw dengan gembira mengadakan aqiqah untuk al-Husain. Rambutnya pun dicukur dengan penuh kasih sayang, dan Rasul memberikan sedekah seberat rambutnya yang terpotong. Al-Husain pun tumbuh dengan didikan langsung dari Rasulullah sebagimana kakaknya, Al-Hasan.

Namun, kehidupan Al-Husain tidaklah mudah. Ia hidup dalam tekanan dan penganiayaan rezim Muawiyah, yang bahkan mewariskan kekuasaan kepada anaknya, Yazid, seorang yang terkenal pemabuk dan jauh dari ajaran Islam. Di bawah kepemimpinan Yazid, hukum-hukum Allah diabaikan, sunnah-sunnah Rasulullah ditinggalkan, dan Islam yang disebarkan bukan lagi Islamnya Muhammad saw. Al-Husain menjadi tiang kebenaran dan keadilan, mempertahankan ajaran Islam sejati di tengah badai kedurjanaan dan kerusakan yang melanda umat.

Imam Husain, tokoh yang paling menakutkan bagi Yazid, menentang setiap kezaliman yang dilakukannya. Dalam kisah berani ini, Imam Husain menolak untuk tunduk pada penguasa zalim tersebut, memilih kebenaran meskipun harus berhadapan dengan segala ancaman.

Yazid segera memerintahkan gubernurnya, Al-Walid bin Utbah, untuk meminta baiat dari semua penduduk Madinah, termasuk dari Imam Husain, dengan cara apa pun. Melihat tindakan ini, Imam Husain memutuskan untuk meninggalkan Madinah. Namun sebelum pergi, ia menziarahi makam kakeknya, Rasulullah saw, dengan doa yang tulus.

Setelah menyerahkan segala urusannya kepada Allah, Imam Husain mengumpulkan keluarga dan pengikut setianya untuk menjelaskan tujuan perjalanannya ke Mekkah. Imam Husain menjelaskan motifnya kepada Muhammad bin Hanafiah, menegaskan bahwa perlawanannya bukan untuk kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan umat Muhammad saw. Ia bertekad untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar, mengikuti jejak kakek dan ayahnya.

Setelah perjalanan yang panjang, Imam Husain dan rombongannya tiba di Makkah. Di sana, ia berdakwah dan membangkitkan semangat Islam. Saat musim haji tiba, Imam Husain berkhotbah di depan umat, menyatakan niatnya untuk menuju Kufah.

Namun, situasi di Kufah telah berubah. Yazid mengirim Ibnu Ziyad untuk menghadapi mereka. Muslim bin Aqil, wakil Imam Husain, dipenggal kepala. Penduduk Kufah yang tadinya setia berbalik menjadi takut. Di Karbala, Imam Husain dan rombongannya dikepung oleh pasukan Yazid yang jumlahnya ribuan kali lebih banyak. Mereka diblokir dari akses air, sementara binatang liar bisa bebas berendam. Penderitaan terus bertambah, tapi Imam Husain tetap teguh.

Pada 10 Muharram 61 Hijriah, pasukan kecil Imam Husain harus berhadapan dengan pasukan Yazid yang jauh lebih besar. Satu per satu pengikutnya gugur di medan perang, termasuk keluarganya sendiri. Tubuh mereka diinjak-injak dengan kekejaman. Imam Husain, terakhir, mengangkat putranya yang masih bayi, Ali Al-Asghar, memohon air untuknya. Namun bayi itu ditembus panah dan akhirnya meregang nyawa dalam pelukan ayahnya.

Imam Husain, pemuda surga, pahlawan Islam, meninggal sebagai syahid di padang Karbala, melindungi kebenaran dengan darah suci. Pasukan Yazid merampas harta mereka, membakar kemah wanita, dan mempermalukan keluarga Rasulullah. Inilah balasan bagi keluarga Rasulullah yang telah membebaskan umat dari kegelapan.

No comments

LEAVE A COMMENT