Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kesabaran Sebagai Fondasi Agama: Pilar Kekuatan Kaum Muslimin

Keyakinan atau keimanan dapat diartikan sebagai sesuatu yang melibatkan etika, hak-hak yang sah, dan ajaran-ajaran umum. Definisi yang sama berlaku untuk wadah atau organisasi sosial konstruktif lainnya. Oleh karena itu, kita dapat mengklasifikasikan keyakinan atau keimanan ke dalam beberapa pengertian berikut:

  1. Dasar untuk memahami manusia dan dunia, yang sering disebut sebagai pandangan dunia.
  2. Arah untuk seluruh gerakan dan tindakan manusia, juga dikenal sebagai ideologi.
  3. Batasan, pedoman, atau aturan dalam hubungan antara manusia dengan Allah, dirinya sendiri, sesama manusia, dan makhluk-makhluk lain.
  4. Serangkaian pedoman etika untuk mempertahankan momentum atau usaha keras dalam mencapai kesempurnaan, keagungan, dan kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan.

Tentu saja, isu-isu ini termasuk yang kompleks, melibatkan persoalan-persoalan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan individu, isu-isu sosial yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat, dan isu-isu yang berkaitan dengan komunitas Islam. Sekarang, mari kita lihat apa pengaruh dan peran yang dimainkan oleh kesabaran dalam konteks keyakinan/keimanan. Seseorang yang sungguh-sungguh menjalankan agama akan bertindak sebagai berikut:

  1. Percaya pada prinsip-prinsip agama.
  2. Mematuhi aturan-aturan agama.
  3. Terbiasa dengan ketentuan-ketentuan khusus yang berhubungan dengan etika.

Jika seseorang memenuhi ketiga hal di atas dalam perilakunya, ia sudah sepantasnya dianggap sebagai seorang yang benar-benar beriman. Kita sekarang dapat menguji peran yang dimainkan oleh kesabaran dalam kehidupan seorang beriman yang mengikuti agama menurut pengertian yang benar.

Dalam ilmu geometri, yang merupakan himpunan dari garis-garis, sudut-sudut, masing-masing titik, busur, dan setengah lingkaran menciptakan efek khusus. Mari kita lihat pengaruh dan peran apa yang dimainkan oleh kesabaran, menurut sudut pandang ilmu geometri, dalam merepresentasikan keimanan dari seorang yang benar-benar beriman.

Mari kita perhatikan contoh sebuah mobil yang berfungsi untuk memindahkan seseorang bersama dengan barang-barang rumah tangga menuju suatu lokasi tertentu. Setelah melalui berbagai jalan, mobil ini akhirnya mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Apakah yang bertanggung jawab untuk menggerakkan mobil ini? Apakah mesinnya? Zat (benda) apa yang bertanggung jawab untuk memberikan kekuatan pada mesin? Tentu saja, zat (benda) itu adalah bensin.

Pentingnya kesabaran dalam kehidupan seorang beriman dapat dibandingkan dengan peran mesin atau bensin yang memberikan kehidupan dan kekuatan pada mesin tersebut. Tanpa kesabaran, kebenaran ajaran agama yang agung tidak akan dipahami, ajaran Ilahiah akan kehilangan warnanya seiring berjalannya waktu, dan harapan akan kemenangan kebenaran atas kebatilan akan terhenti. Kesabaran juga diperlukan untuk menjaga hukum-hukum dan garis pedoman agama agar tetap aktif, serta untuk mempertahankan keberanian dan kesyahidan demi mencari ridha Allah.

Seluruh nilai Islam, yang mencakup pengajaran dan etika yang agung seperti kesalehan, kepercayaan, dan keadilan, dapat terlupakan tanpa adanya kesabaran. Kesabaran juga diperlukan untuk menjaga esensi dari masing-masing parameter agama yang memerlukan amalan dan usaha. Agama membutuhkan praktik yang konsisten, dan kesabaran adalah kunci untuk mencapai hal tersebut.

Menurut para Imam Maksum, kesabaran dibandingkan dengan keimanan ibarat kepala dengan tubuh. Kepala memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan, dan kesabaran merupakan elemen kunci yang sama pentingnya dalam struktur agama. Tanpa kesabaran, eksistensi monoteisme (tauhid) tidak akan bertahan, dan misi kenabian tidak akan menghasilkan manfaat apa pun.

Kesabaran juga dianggap sebagai elemen yang memenuhi aspirasi agama dan ritual-ritual lainnya. Rasulullah saw pada era awal Islam memberikan contoh kesabaran dalam menghadapi penentangan dan perlawanan terhadap kebenaran Ilahi. Jika beliau tidak bersabar, mungkin slogan “Tiada Tuhan Selain Allah” tidak akan mencapai kesuksesan yang dicapai sejak awal kemunculannya.

Apa yang membuat Islam tetap hidup dan bertahan adalah kesabaran. Jika hamba-hamba Allah yang saleh dan para nabi Allah yang agung tidak bersabar menghadapi penentangan dan rintangan di jalan yang mereka tempuh, maka hari ini tidak akan ada bekas dan pengaruh apa pun dari tauhid yang tersisa. Kesabaran menjadi faktor tunggal yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya terus sistem monoteisme (tauhid) dan telah berperan sebagai pembawa panji bagi ideologi besar (tauhid) sejak era dini penciptaan manusia hingga hari ini. Kesabaran akan terus berlanjut dalam kondisi yang sama hingga hari kiamat.

Ide-ide dan ungkapan-ungkapan umat manusia yang sangat logis, jika tidak diikuti dengan kesabaran yang dipraktikkan oleh para pendirinya, pasti akan mengering dan lenyap dalam gelombang putaran samudera sejarah untuk selama-lamanya. Kesabaran memiliki hubungan yang sama dengan tubuh religius seperti posisi kepala yang berkaitan dengan tubuh manusia.

Dalam khotbahnya, Amirul Mukminin as menjelaskan bahwa kemenangan orang-orang yang tertindas atas para tiran dan kesuksesan ide-ide mereka yang agung terjadi karena kesabaran mereka dalam menghadapi berbagai siksaan dan penderitaan. Kesabaran membuka pintu-pintu bantuan dan jalan kebenaran di tengah-tengah kesulitan dan kemalangan mereka. Orang-orang yang pada awalnya kehilangan hak-haknya kemudian menjadi penguasa-penguasa dengan keagungan, kemasyhuran, dan prestise yang mencapai titik yang tak pernah terbayangkan dalam mimpi-mimpi indah mereka.

Manifestasi khotbah Amirul Mukminin ini merupakan kenangan dari Revolusi Islam pada 11 Februari 1979, yang juga mencerminkan perjalanan hidup Ayatullah Ali Khamenei dari tahanan Iranshahr hingga menjadi pemimpin kaum Muslim. Kesabaran, sebagai hukum yang konstan, terus menjadi bagian dari sejarah dan posisi kesabaran dalam Islam dapat dijelaskan sebagai berikut: “Kesabaran berperan besar dalam memenuhi seluruh aspirasi dan cita-cita umat Muslim, baik secara individual maupun sosial, dalam jangka pendek maupun jangka panjang” (Nahjul Balaghah).

*Disadur dari buku Menghiasi Iman dengan Sabar – Sayid Ali Khamenei

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT