Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Makna Al-Ghadir dalam Penjelasan Imam Khamenei

Apa yang manusia perbuat di tengah masyarakat dalam urusan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, sipil dan antar bangsa, merupakan aktifitas-aktifitas besar, upaya-upaya yang menentukan dalam kehidupan mereka. Mengapa demikian? Karena semua itu pada kenyataannya membawa mereka ke ranah khusus dalam aktifitas-aktifitas personal.
Agama berkaitan dengan dua macam aktifitas; personal dan politik yang merupakan ruang sangat luas bagi kehidupan manusia. Keduanya menghadapi ancaman dua macam kerusakan berikit:
1-Keberagamaan masyarakat ataupun individu apabila disertai penyimpangan; tanpa kepedulian, kejumudan, hal mengabaikan peran akal dan sebagainya. Juga ketika agama dibatasi pada kehidupan personal dan menyingkir dari kehidupan sosial.
2-Politik dipisahkan dari etika, spiritualitas dan keutamaan. Yakni, ketika dikuasai kejahatan, berada di tangan hawa nafsu dan dipermainkan oleh kepentingan-kepentingan kaum lalim. Jika kerusakan ini menimpa politik, niscaya semua ranah sosial umat manusia mengalami kehancuran. Ditambah orang-orang yang melemah dan menjadi kerdil saat politik terampas dan dikendalikan oleh tangan penguasa, orang-orang yang tak memenuhi syarat kelayakan. Lalu, bagaimana solusinya?

Jalan Terbaik
Solusinya ialah bahwa di dalam menangani urusan-urusan masyarakat, harus ditentukan orang-orang yang keberagamaan dan kebijakan politisnya tidak bermasalah dalam dua macam kerusakan di atas. Artinya, mereka yang memikul tugas mengatur urusan-urusan besar ini, semestinya adalah orang-orang yang:
1-Beragama dengan spiritualitas serta pandangan keagamaan yang tinggi.
2-Terpelihara dari penyimpangan, kesalahan dan penyalah gunaan dalam agama.
3-Jauh dari kejumudan dan kedangkalan dalam memahami agama.
4-Tidak menjadikan agama sebagai permainan kehidupan pribadi mereka.
5-Memenuhi syarat kelayakan, berjiwa pemimpin dan berani, tidak memisahkan politik dari spiritualitas, etika dan keutamaan.
Mereka jika memegang kendali urusan-urusan masyarakat, masyarakat akan terlindungi dari bahaya-bahaya yang mungkin terjadi. Adakah orang-orang yang memiliki semua kriteria itu?
Di sana, di puncak kekuatan politis terdapat seorang mashum yang terpelihara dari kesalahan dan kekeliruan. Ialah imam mashum, manusia agung yang dalam keagamaan:
1-Hatinya adalah cermin yang bercahayakan hidayah ilahiah.
2-Jiwanya terhubung dengan Sumber segala sesuatu.
3-Petunjuknya adalah petunjuk yang jernih.
Dalam etika:
1-Prilaku dan etikanya seratus persen membawa keutamaan.
2-Tak ada celah bagi hawa nafsu terhadap dirinya.
3-Dirinya tak tersentuh dosa.
4-Syahwat dan kecenderungan dalam diri takkan bisa mengalahkan dia.
5-Kemarahan tak menjauhkan dirinya dari jalan Allah.
Dalam politik, pandangannya sedemikian luas menjangkau gerak yang paling halus pun dan kejadian terkecil pun di dalam kehidupan masyarakat, dengan penglihatan yang tajam.
Amirul mu`minin berkata: والله لا اكون كالضبع تنام على طول اللدم; “Demi Allah, aku bukan tipe orang yang dapat dinina bobokkan.”

Kemaksuman bagi Manusia Pilihan Allah
Dalam menghadapi berbagai peristiwa dan kejadian yang sangat berat, dengan keberanian dan daya spiritualnya yang kuat menunjukkan bahwa nyawanya sendiri tak berarti baginya. Namun bagi nyawa manusia, orang-orang jauh dan kaum wanita yang tak beragama sekalipun adalah berarti baginya. Ia mengatakan, Orang yang membutuhkan berhak datang (untuk mendapat bantuan).
Amirul mu`minin Ali as dalam menghadapi berbagai bahaya dengan penuh keberanian. Beliau mengatakan: Tak seorangpun yang akan tahan terhadap fitnah yang aku perlihatkan padanya. Fitnah yang dimaksud adalah kaum khawarij. Atau fitnah kaum Nâkitsîn (pelanggar baiat; terkait dengan perang Jamal).
Agama, spiritualitas, etika dan keutamaan yang dimiliki di satu sisi, dan pandangan yang dalam, keberanian, solidaritas dan sensitifitas kemanusiaan di samping jiwa yang teguh serta kokoh di sisi lain, semua ini bersumber dari kemaksuman. Karena Allah swt telah memilih dia sampai di tingkat kemaksuman ini. Dalam tindakannya tak ada dosa dan kesalahan.
Jika ada seorang yang demikian itu di tengah masyarakat, dialah yang paling diinginkan bagi semua risalah. Inilah makna al-Ghadîr. Di sanalah masalah ini terwujud.
Di sana, seorang imam diangkat oleh Allah swt melalui Rasul-Nya saw. Selain kemaksuman, ia memiliki ilmu yang Allah anugerahkan kepadanya. Mengenai hal ini Rasulullah saw bersabda: انا مدينة العلم وعلي بابها; “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. (Mustadrak al-Hakim, juz 3, hal 226; dan referensi lainnya)
Amirul mu`minin Ali as sendiri mengungkapkan: Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengajari aku seribu pintu ilmu. Setiap pintu membuka seribu pintu. Berarti adalah seribu kali seribu pintu, sehingga aku mengetahui apa yang telah dan yang akan terjadi sampai hari kiamat. Aku mengetahui ilmu manâya (kematian) dan balâya (musibah) serta fashlul khithâb (kefasihan pemilah kebenaran dan kebatilan). (Yanabi al-Mawaddah, hal 88)

Referensi
-Ghadir dar Bayane Maqame Muazhame Rahbar.
-Durus fi al-Aqidah al-Islamiyah/Ayatullah Syaikh M.Taqi Misbah Yazdi.

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT