Imam Ali as berkata: Pangkal agama ialah mengenal Allah.
Segala sesuatu memiliki titik awal dan dasar. Dari titik awal dan dasar inilah di atasnya sesuatu jika merupakan bangunan berdiri dengan tegak, kokoh dan berguna. Agama ibarat bangunan, pondasinya adalah marifatullah (mengenal Tuhan).
Seumpama buku, bukan seperti buku kasykul dalam membacanya tidaklah penting mulai dari tema yang mana. Tetapi seperti buku ilmiah, dalam menelaahnya harus dimulai dari bagian awal sebagai dasarnya. Agama memuat sejumlah pemikiran, keyakinan, etika dan undang-undang, pondasi utamanya adalah mengenal Tuhan.
Di atas pondasi inilah berdiri keyakinan pada dua dasar agama; kenabian dan kebangkitan (maad). Yakni, bila tauhid (marifatullah) sebagai dasar yang kukuh, dan alam keberadaan milik Allah yang menciptakan dan mengaturnya, di sana umat manusia dalam kehidupan individual dan sosialnya memerlukan petunjuk khusus (hidayah wahyu) melalui para utusan-Nya, dan mereka diantarkan pada alam lain yaitu, akhirat.
Di sana terdapat orang-orang yang melampaui batas terkait para nabi, seperti mengangkat nabi Isa di posisi ketuhanan. Pemikiran dan keyakinan yang menyimpang ini disebabkan dasar utama (tauhid dan marifatullah)nya tidak benar dan tidak capai. Mana mungkin orang yang mengenal keagungan Allah Yang Mahaesa dan bahwa ia bukan pemilik dirinya, mengakui sekutu Tuhan atau adanya tuhan kecil.
Keberagamaan yang benar, rasional dan logis bagi seseorang ialah dimulai dari bagian yang paling mendasar, yaitu tauhid dan marifatullah. Jika pondasi utama ini tak dibangun dalam dirinya, takkan tercapai bagian-bagian lainnya yang mendasar. Nabi Muhammad saw setelah diutus oleh Allah swt, pertama yang beliau sampaikan kepada umatnya ialah bahwa: tiada tuhan selain Allah.
Hamba Tuhan ataukah Budak Kepentingan?
Selain sebagai pangkal agama, marifatullah juga merupakan pondasi kemanusiaan. Apa yang kita sebut dengan “hak asasi manusia”, kemanusiaan mengharuskan kita berkasih sayang, menjaga perdamaian dan menjauhi pertikaian, membantu orang lemah, tidak menyakiti dan tidak merampas hak orang lain, bahkan berkorban dalam pengabdian kepada sesama. Semua ini memang begitu semestinya kita. Namun apa falsafah seseorang sampai ia mengorbankan kepentingan pribadi dan menanggung derita demi kepentingan orang lain?
Semua itu merupakan perkara-perkara spiritual yang bertentangan dengan perkara-perkara material dan kepentingan personal. Nah, pangkal spiritualitas itu adalah mengenal Tuhan. Kemanusiaan tak bisa lepas dari ma’rifat ini, atau ia jatuh dalam pemujaan kepentingan. Yakni, manusia kalau tidak menghamba kepada Tuhan, ia menjadi budak kepentingan duniawi. Tak ada pilihan yang ketiga baginya.
Dalam Alquran surat Ibrahim 24-26, Allah swt berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُها ثابِتٌ وَ فَرْعُها فِي السَّماءِ تُؤْتي أُكُلَها كُلَّ حينٍ بِإِذْنِ رَبِّها وَ يَضْرِبُ اللهُ الْأَمْثالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
وَ مَثَلُ كَلِمَةٍ خَبيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ ما لَها مِنْ قَرارٍ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya…
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Perumpamaan yang pertama dalam ayat-ayat tersebut, ialah mengenai orang-orang yang ber-“pohon marifatullah”, tumbuh di bumi jiwa mereka. Bercabang darinya keyakinan pada kenabian, kepemimpinan ilahiah dan para penunjuk jalan Tuhan; serta keadilan yang mendasari tegaknya alam ini. Juga keyakinan bahwa pahala orang-orang saleh takkan sirna dan orang-orang jahat akan dihukum. Buah-buahnya adalah kemuliaan, ketakwaan, kebajikan, pengabdian dan pengorbanan, kerelaan, ketenangan dan kebahagiaan.
Perumpamaan yang kedua, kita dapati di sana orang-orang yang berlaku atas nama bela bangsa atau kepercayaan sosial, dalam pengaruh doktrin-doktrin tertentu. Bukan tidak mungkin di jalan itu mereka sampai mengorbankan nyawa. Akan tetapi bila berkesempatan untuk berfikir dan evaluasi diri, mereka tak dapat menemukan alasan logis atas apa yang mereka perbuat.
Ma’rifatullah adalah logika yang benar dan kokoh bagi kemanusiaan. Selain sebagai dasar kemanusiaan, marifatullah adalah sumber pembeda manusia dari binatang. Hanya marifatullah yang dapat menggantikan budak diri dan kepentingannya.
Allah berfirman:
اَللهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُم مِّنَ النُّوْرِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah tagut yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS: al-Baqarah 257)
[*]
Referensi:
Hikmatha wa Andaruzha/Syahid Muthahhari