Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Islam Merevolusi Kedudukan Wanita

Nabi Muhammad Saw adalah ahli waris semua kehormatan keluarganya, ahli waris suatu jenis kekayaan baru yang didasarkan pada darah dan tidak pada bumi, tidak pada uang melainkan pada fenomena wahyu. Dilahirkan dari iman, jihad, revolusi, pemikiran, dan kemanusiaan, suatu tenunan indah. Dari nilai-nilai itu ia menerima roh yang tertinggi. Muhammad Saw jika digabungkan pada sejarah umat manusia, bukan pada Abdul Muthalib, Abdu Manaf, Quraisy, bukan pada orang Arab. Ia ahli waris Ibrahim, Nuh, Musa, Isa, dan Sayidah Fathimah adalah satu-satunya ahli warisnya.

Allah Swt berfirman: “Kami telah memberikan kautsar kepadamu, Muhammad. Bagi Penciptamu, salat dan kurban-kanlah seekor unta. Dialah, musuhmu yang sangat dibenci itulah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 1-3)

Dia musuhmu dengan sepuluh anak lelaki itu yang terputus. Ia tak berguna, terputus tanpa bentuk penerima waris yang tertinggi.“Kami memberikan kepadamu Kautsar Fathimah.” Demikianlah revolusi muncul di kedalaman hati nurani masa itu.

Sekarang, seorang anak perempuan menjadi pemilik nilai-nilai ayahnya, ahli waris dari semua kehormatan keluarganya. Ia adalah kelanjutan dari mata rantai para nenek moyangnya yang agung, kelanjutan yang dimulai dari Adam dan melewati semua pemimpin kebebasan dan kesadaran dalam sejarah umat manusia. Yang sampai kepada Ibrahim, menggabungkan Musa dan Isa padanya. Yang mencapai Nabi Muhammad Saw. Mata rantai terakhir dari keadilan Ilahi, mata rantai kebenaran yang absah itu adalah Sayidah Fathimah, putri yang terakhir dari suatu keluarga yang mengharapkan seorang anak laki-laki.

Baca: Ayatullah Khamenei: Wanita adalah Sumber Ketenangan Keluarga

Nabi Saw telah mengetahui bahwa tangan-tangan nasib tersedia baginya dan Sayidah Fathimah juga telah mengetahui siapa dirinta. Ya! Akidah ini menciptakan revolusi semacam itu. Seorang wanita, dalam agama ini, dibebaskan seperti ini. Bukankah ini agama Ibrahim dan mereka itu para ahli warisnya?

Kehormatan yang Dianugerahkan kepada Seorang Budak Wanita

Tak seorang pun berhak dikuburkan dalam sebuah masjid. Masjid terbesar di dunia adalah Masjidil Haram di Mekah, Kabah. Rumah ini milik Allah. Ia diabdikan kepada Tuhan. Ia merupakan kiblat ke mana seluruh salat di dunia terarah. Pembangunan rumah ini diperintahkan-Nya, dan Ibrahim melaksanakannya. Itu adalah rumah di mana Nabi Muhammad diberi kehormatan untuk membebaskannya. Ia membebaskan “Rumah Kebebasan” ini, tawaf mengelilinginya dan sujud menghadapinya. Semua Nabi besar dalam sejarah adalah para pelayan rumah ini. Namun, tak ada Nabi yang berhak dikuburkan di situ. Ibrahim membangunnya, tetapi ia tidak dikuburkan di situ, dan Muhammad Saw membebaskannya.

Dalam seluruh sejarah umat manusia, hanya ada satu orang, dan satu orang saja yang diberi hak istimewa ini. Tuhan agama Islam menghormati satu orang dengan kehormatan untuk dikuburkan dalam rumah khusus-Nya, untuk dikuburkan di dalam Kakbah. Siapa? Seorang wanita. Seorang budak yaitu Hajar (istri kedua Ibrahim, ibu Ismail). Tuhan memerintahkan kepada Ibrahim untuk membangun rumah ibadat terbesar bagi manusia, dan di sisinya, kubur perempuan itu. Umat manusia harus selalu berkumpul di seputar makam Siti Hajar dan tawaf di sana.

Tuhannya Ibrahim memilih seorang perempuan dari antara masyarakat manusia yang besar sebagai prajurit-Nya yang tak dikenal, seorang ibu, dan dia seorang budak. Dengan kata lain, Tuhan memilih suatu makhluk, yang dalam semua sistem kemanusiaan, tanpa kemuliaan dan kehormatan.

Kehormatan yang Dianugerahkan kepada Putri Nabi

Ya, dalam akidah ini, revolusi semacam itu terjadi. Dalam agama ini, seorang wanita dibebaskan secara itu. Beginilah Islam menghargai kedudukan wanita. Sekali lagi, Tuhannya Ibrahim telah memilih Sayidah Fathimah. Fathimah, seorang gadis, menggantikan seorang anak laki-laki sebagai ahli waris dari kejayaan keluarganya, memelihara nilai-nilai kehormatan dari nenek moyang mereka dan melanjutkan pohon keluarga dan kredibilitas.

Dalam suatu masyarakat yang merasakan kelahiran seorang anak perempuan sebagai suatu kehinaan yang hanya penguburannya hidup-hidup dapat menyucikan. Nabi Muhammad mengetahui apa yang telah dilakukan takdir padanya, dan Fathimah a.s. mengetahui siapa irinya. Itulah sebabnya, sejarah melihat dengan takjub pada perilaku Nabi Muhammad  Saw terhadap anak perempuannya, Fathimah, bagaimana cara beliau bercakap dengannya dan caranya beliau memujinya.

Kita akan melihat bahwa rumah Fathimah adalah di sisi rumah ayahnya. Sayidah Fathimah dan suaminya, Imam Ali, adalah satu-satunya warga yang tinggal di sisi Masjid Nabi. Mereka berada di rumah yang sama karena hanya ada satu halaman selebar dua meter yang memisahkan kedua rumah itu. Dua jendela, saling berhadapan, terbuka dari rumah Nabi Muhammad Saw ke rumah Sayidah Fathimah. Setiap pagi Nabi membuka jendela, lalu menghormati putrinya yang muda usia itu.

Akan kita lihat bahwa bilamana saja Nabi hendak melakukan perjalanan, beliau mengetuk pintu rumah Sayidah Fathimah dan mengucapkan selamat tinggal padanya. Beliau mengetuk pintu rumahnya dan menanyakan bagaimana keadaannya. Dalam beberapa dokumen historis, tercatat bahwa Nabi biasa mencium wajah dan tangan Fatimah. Perilaku semacam ini lebih dari sekadar hubungan seorang ayah yang ramah dan putrinya. Seorang ayah mencium tangan putrinya, dan dia, putrinya yang termuda. Perilaku semacam itu dalam lingkungan seperti itu merupakan suatu pukulan revolusi bagi keluarga-keluarga di lingkungan itu. Nabi Muhammad mencium tangan Sayidah Fathimah. Hubungan semacam itu membuka mata orang-orang penting, kaum politisi, dan mayoritas warga Muslim yang berkumpul di sekitar Nabi dengan rasa takjub akan kebesaran Sayidah Fathimah.

Perilaku semacam ini dari pihak Nabi mengajarkan kepada umat manusia dan kemanusiaan untuk datang dan membebaskan diri mereka dari kebiasaan dan fantasi sejarah dan tradisi. Itu mengajarkan kepada manusia untuk turun dari mahligai ala Firaun, menyingkirkan kesombongannya dan penindasan kasarnya, serta untuk menundukkan kepalanya apabila berhadapan dengan seorang perempuan. Itu mengajarkan kepada perempuan untuk mencapai kejayaan dan keindahan manusiawi, serta menyingkirkan rasa rendah diri, rasa diri hina dan rendah, yang lama atau baru.

Itulah sebabnya, kata-kata Nabi bukan saja merupakan keramahan seorang ayah, melainkan juga membangkitkan rasa tanggung jawabnya dan kewajiban-kewajibannya yang tegas. Beliau menunjukkan penghargaan kepadanya dan berbicara tentang dia dalam istilah-istilah berikut: “Wanita terbaik di dunia ada empat: Maryam, Asiah (istri Firaun), Khadijah, dan Fathimah.”

“Barang siapa mencintai putri saya Fathimah, [maka ia] mencintaiku. Barang siapa membuat Fathimah puas ia membuatku puas. Barang siapa membuat Fatimah tak senang, ia membuatku tak senang. Fatimah adalah bagian tubuhku. Barang siapa menyakitinya, menyakitiku, dan barang siapa menyakitiku, [ia telah] menyakiti Allah.”

Baca: Mayat Mempelai Wanita yang Hidup Kembali

Mengapa semua ini diulang? Apa yang menyebabkan hingga Nabi menekankan untuk memuji putrinya yang muda itu? Apa sebabnya hingga beliau menekankan untuk memujinya di hadapan warga lain? Mengapa beliau menghendaki semua warga menyadari perasaan-perasaan khusus beliau kepadanya? Dan akhirnya, mengapa beliau sedemikian rupa menekankan kerelaan dan kemarahan Fathimah? Mengapa beliau sedemikian sering mengulangi kata “menyakiti” sehubungan dengan Fathimah?

Jawaban atasnya sangat sensitif dan penting. Itu jelas. Sejarah telah menjawab semuanya. Rahasia dari tindakan menakjubkan ini akan terungkap di masa depan yang dekat, dan beberapa bulan singkat setelah ayahnya wafat.

*Dr. Ali Syariati – Fathimah adalah Fathimah

No comments

LEAVE A COMMENT