“Dalam diri puteri Rasulullah saw. terdapat teladan yang baik bagiku.”
Ucapan di atas disabdakan oleh Imam Mahdi a.s. Beliau kelak akan menjadi panutan seluruh alam semesta.
Mengenai teladan, Alquran menegaskan, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Teladan sangat penting bagi setiap orang dalam membentuk kepribadian. Teladan baik akan merubah kehidupan seseorang menjadi baik. Sebaliknya, teladan buruk akan membawanya dan bahkan masyarakat kepada keburukan. Oleh karena itu, Islam menekankan supaya manusia menjadikan kehidupan hamba-hamba saleh sebagai suri teladan.
Alquran menyebut Nabi Muhammad saw. sebagai teladan, namun Imam Mahdi a.s. menyebut puteri Nabi sebagai teladannya. Apakah ucapan Imam Mahdi a.s. bertentangan dengan firman-Nya?
Jawabannya, tidak ada pertentangan di antara keduanya, karena Nabi saw. menyatakan bahwa Fatimah a.s. adalah bagian dari diri beliau, “Sesungguhnya Fatimah adalah bagian dari diriku. Barangsiapa menyakitinya sama dengan menyakitiku, yang membuatnya marah sama dengan membuatku marah, yang menggembirakannya sama dengan menggembirakanku.” (Baca: Apakah Imam juga Maksum seperti Nabi?)
Sekarang pertanyaannya, mengapa Imam Mahdi a.s. menyatakan Bunda Fatimah a.s. sebagai teladannya? Apa keistimewaan khusus puteri Nabi saw. sehingga diteladani oleh imam maksum?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, sirah Sayidah Fatimah, penghulu wanita semesta alam harus dipelajari. Yang jelas bahwa kehidupan pendek beliau (hanya 18 tahun) dipenuhi dengan ibadah dan ketaatan mutlak kepada Allah swt. Dengan itu, beliau sampai pada maqam yang dekat dengan-Nya.
Berikut ini beberapa hal yang dapat ditemukan dalam pribadi puteri Nabi saw.:
1- Makrifatullah (Mengenal Allah)
Seluruh perilaku, ucapan, dan sirah Fatimah a.s. merupakan jelmaan Ilahi. Nabi saw. bersabda, “Wahai Fatimah! Jibril menyampaikan salam Allah kepadamu dan dia mengatakan bahwa apa saja keperluanmu, mintalah dan katakan saja kepadanya.”
Fatimah a.s. berfikir sejenak, kemudian mengangkat kepalanya sambil berkata, “Kenikmatan beribadah kepada Allah swt. telah melalaikanku dari memohon hal lain. Tiada keperluan lain bagiku selain selalu dapat memandang (keindahan dan keagungan)-Nya.”
Fatimah a.s. telah mencapai puncak kesempurnaan dan merasakan nikmatnya bermunajat. Saat Fatimah berdiri di mihrabnya, cahayanya memancar hingga ke langit dan dapat dirasakan oleh para malaikat. (Baca: Metode Dakwah Keluarga Imam Husain A.S.)
Keindahan dunia tidak dapat menggodanya. Begitu juga kesulitan tidak dapat mengurangi keimanannya. Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memenuhi hati dan anggota badan puteriku, Fatimah dengan keimanan dan keyakinan.”
2. Hubungan dengan Masyarakat
Fatimah a.s. sangat menjaga antara yang mahram dan yang bukan mahram. Beliau sangat memperhatikan pakaiannya di hadapan orang-orang yang bukan mahram, bahkan di hadapan orang cacat netra sekalipun. Bahkan menjelang wafat, Fatimah a.s. masih mencemaskan keadaannya setelah meninggal, apakah anggota badanya akan terlihat orang non-mahram.
Dalam urusan sosial, dengan menjaga posisinya sebagai seorang wanita, beliau aktif dalam beberapa kegiatan:
* Membantu memberikan pertolongan kepada tentara yang terluka seusai peperangan.
* Menyiapkan makanan selama 3 hari untuk keluarga Hamzah, paman Nabi saw. yang syahid dalam perang Uhud.
* Menyiapkan makanan untuk Nabi saw. saat penggalian khandaq.
* Berziarah setiap minggu ke makam syuhada, termasuk Hamzah pada zaman Nabi dan sepeninggal beliau. (Baca: Aktivitas Sosial Sayidah Fatimah)
* Ikut serta dalam rombongan mubahalah Nabi saw. dengan kaum Kristen Najran.
* Membela wilayah Imam Ali a.s. sepeninggal Nabi saw. melalui beberapa langkah, di antaranya:
1) Bersama Imam Ali dan kedua puteranya menaiki tunggangan dan mengetuk rumah kaum Muhajirin dan Ansar satu persatu untuk mengingatkan mereka tentang imamah,
2) Berkhutbah di masjid dan mengingatkan masyarakat tentang imamah dan hak-hak yang telah dirampas seperti Fadak.
3. Infak dan Mendahulukan Orang Lain
Salah satu karakter indah dalam kehidupan Fatimah a.s. adalah mendahulukan orang lain atas diri sendiri demi kemaslahatan orang tersebut. Banyak sekali kisah yang menunjukkan hal ini, di antaranya:
* Nazar tiga hari yang dilakukan oleh beliau a.s. demi kesembuhan Hasan dan Husain dari penyakit. Seluruh isi rumah; Fatimah, Ali, Hasan, Husain dan bahkan Fizah tiga hari berturut-turut memberikan makanan untuk berbuka kepada anak yatim, tawanan, dan orang miskin. Mereka berbuka hanya meminum air. Dari kejadian tersebut, turunlah surat Al-Insan yang memuji apa yang sudah dilakukan keluarga ini dengan tulus. (Baca: Semuanya Tentang Fatimah Zahra a.s. -1)
* Mendahulukan orang lain dalam doa-doa yang dipanjatkan. Imam Hasan a.s. menceritakan, “Aku melihat Bundaku, Fatimah pada malam Jumat berada di mihrab untuk beribadah. Beliau shalat, bermunajat, dan berdoa hingga fajar menyingsing. Aku mendengar doa-doa yang dipanjatkan untuk kaum mukminin dan mukminat dengan menyebut nama-nama mereka. Hingga menjelang subuh, aku tidak mendengar doa untuk beliau sendiri.
“Wahai Ibu! Kenapa engkau tidak berdoa untuk diri sendiri sebagaimana mendoakan orang lain?” tanyaku.
“Puteraku! Pertama untuk tetangga, setelah itu untuk diri sendiri,” jawab beliau.”
Fatimah Zahra a.s. memiliki perhatian yang sangat besar terhadap fakir miskin dan selalu memberikan sedekah kepada mereka. Tiada satu orang miskin atau yang membutuhkan kembali dari rumah beliau dengan tangan hampa. Contoh infak beliau adalah saat memberikan “baju pernikahan” kepada perempuan miskin di malam pengantin. (Baca: Pesan Imam Ali Khamenei tentang Pernikahan)
Dikisahkan bahwa Nabi Muhammad saw. memberikan baju pengantin kepada Fatimah a.s. untuk pernikahannya. Ketika rombongan pengantin akan berangkat ke rumah mempelai lelaki, Imam Ali a.s., datang seorang perempuan meminta-minta di hadapan Fatimah. Saat itu, Fatimah mempunyai dua baju; baju baru dan baju usang. Fatimah segera mengeluarkan baju barunya dan memberikan kepada perempuan miskin tersebut. Inilah pengamalan dari ayat suci Alquran:
“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai.” [QS. Ali ‘Imran: 92]
Masih banyak sisi lain dari kehidupan Fatimah a.s. yang dapat menjadi teladan bagi kita semua, baik lelaki atau perempuan.
Dengan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karena sosok puteri Nabi, Fatimah adalah pengamal Alquran, Imam Mahdi a.s. menjadikannya sebagai suri teladan sebagaimana sosok Nabi Muhammad saw.[*]
Baca: Pentingkah Seorang Imam di Setiap Zaman? Lalu, Al-Mahdi?!