Islam datang untuk memuliakan perempuan. Di masa ketika agama Islam disebarkan, kaum perempuan sangat direndahkan oleh kaum Arab Jahiliah. Saat seorang anak perempuan lahir, orang-orang Arab Jahiliah akan merasa malu. Banyak di antara mereka yang langsung menguburkan anak-anak perempuan mereka, hidup-hidup.
Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama. Hanya ketakwaan yang membedakannya. Kaum perempuan juga mendapatkan tugas dan peranan yang setara dalam membela agama Islam.
Di saat terjadi peperangan membela agama, Rasulullah SAW juga membawa serta kaum perempuan. Selain mengurusi masalah logistik dan merawat prajurit yang sakit, kaum perempuan juga ada yang tampil bertempur melawan musuh. Salah satunya adalah Nusaibah binti Ka’ab. (Baca: Perjalanan Salman Menemukan Nabi saw.)
Nusaibah sangat sering menceritakan apa yang ia alami sebagai pajurit. Ia sering terlihat berbicara dengan beberapa anak. Ia ceritakan ulang pengalamannya di Perang Uhud. Anak-anak dan remaja putri senang sekali mendengarkan ceritanya. Mereka kagum pada keberanian Nusaibah.
Sesungguhnya, Nusaibah tidak pernah membayangkan bahwa dia akan terjun ke medan perang bersama suaminya dan kedua putra mereka. Awalnya dia hanya bertugas mengambil air, memasukkannya ke kantung air, dan menggendongnya di punggung. Lalu, dia edarkan air itu kepada para prajurit. Dia juga membawa perban, bersiap membalut luka para petempur.
Perang Uhud awalnya berjalan dengan keuntungan bagi pasukan Muslim. Jumlah pasukan Muslim sebenarnya sangat kecil dibandingkan pasukan kafir Qurays, dan mereka hanya memiliki peralatan tempur yang terbatas. Akan tetapi, mereka berhasil mengalahkan musuh. Posisi pasukan Muslim di atas bukit Uhud memberikan keuntungan, dengan leluasa mereka mengarahkan anak panah kepada pasukan musuh. Tak lama kemudian, pasukan kafir Qurays pun lari tunggang-langgang, meninggalkan semua peralatan perang dan perbekalan mereka. (Baca: Abu Dzar dan Berhala Munat)
Rasulullah sudah berpesan, agar kaum Muslim tetap berada di atas bukit, jangan turun ke bawah. Namun, sebagian besar pasukan tergoda oleh barang-barang mahal yang tergeletak di bawah. Mereka pun lari meninggalkan Rasulullah dan turun dari bukit, berebut rampasan perang.
Di saat yang sama, pasukan musuh diam-diam naik ke bukit Uhud dan menyerang Rasulullah dan pasukan yang masih setia mendampingi beliau, termasuk suami Nusaibahh dan kedua anaknya.
Terjadilah perang yang tidak seimbang. Posisi Rasulullah sangat terancam, karena yang mengawal beliau tinggal sedikit. Bahkan wajah beliau terluka dan beberapa gigi beliau tanggal akibat tebasan senjata musuh.
Dalam situasi genting itu, Nusaibah pun segera meletakkan kantung airnya dan mengambil pedang, busur, serta anak panah. Didengarnya seorang musuh berteriak: “Di mana Muhammad?!” (Baca: Bukan Sembarang Mimpi)
Nusaibah mengarahkan anak panahnya ke orang itu. Namun, orang itu memakai baju zirah tebal sehingga serangan Nusaibah tidak banyak berpengaruh padanya. Pria itu bahkan membalas dengan pukulan keras di bahu Nusaibah. Darah mengalir deras dari bahunya. Rasulullah melihat kejadian itu lalu memanggil salah seorang anak Nusaibah untuk segera membalut luka ibunya. Anak itu pun merawat ibunya sebentar, Nusaibahh pun kembali bertempur.
Beberapa saat kemudian, salah seorang anak Nusaibah juga terluka. Dia pun mengeluarkan perban dan membalut luka putranya. Lalu, ia menyuruh putranya kembali bertempur. Nabi menyaksikan kejadian itu dan tersenyum. Nabi kemudian menunjuk seorang pria dan mengatakan, “Itulah lelaki yang melukai anakmu.”
Bagaikan singa yang murka, Nusaibahh mengayunkan pedangnya ke kaki orang itu sehingga ia terjatuh.
Nabi berkata, “Baiklah, engkau telah membalas dendammu. Bersyukurlah kepada Allah yang memberikan kemenangan kepadamu.” (Baca: Cincin Surgawi, Canda dan Kemurahan Hati Nabi saw.)
Pasukan musuh akhirnya bisa diusir. Banyak kaum Muslim yang gugur syahid dan terluka. Rasulullah memerintahkan pasukan yang tersisa untuk mengikuti pasukan kafir Qurays hingga ke daerah Hamra al Asad, untuk memastikan bahwa mereka tidak akan kembali lagi menyerang. Sementara itu, Nusaibah kembali ke rumahnya karena lukanya terlalu parah.
Ketika pulang dari Hamra al Asad, Rasulullah mengutus seseorang untuk menanyakan kondisi Nusaibah. Beliau senang mendengar kabar bahwa Nusaibah selamat meskipun diperlukan waktu setahun untuk menyembuhkan lukanya.
Itulah kisah Nusaibah, seorang perempuan pahlawan perang Uhud. Namanya cemerlang menghiasi sejarah Islam. Iapun sudah disebut oleh Rasulullah sebagai salah seorang penghuni surga. Semoga kita semua, khususnya kaum perempuan, mampu meneladani sepak terjang dan keberanian Nusaibah. (DY)
(sumber kisah: Dastane Rastan karya Ayatullah Murtadha Muthahhari)
Baca: “Kata ‘Maaf’, Kunci Kemuliaan“