Imam Khomeini mempertanyakan alasan di balik perpecahan umat yang sering kali didorong oleh kepentingan duniawi, yang dianggap aneh bagi seorang ulama. Ulama seharusnya memahami hubungan dengan Allah dan tidak terdorong oleh hasrat duniawi serta keserakahan. Imam Khomeini mengingatkan para da’i untuk meneladani sifat zuhud, ketakwaan, dan kesederhanaan Amirul Mukminin ‘Ali kw. dan menentang kezaliman serta penindasan. Beliau menekankan pentingnya memperjuangkan pembebasan umat manusia dari penindasan dan kolonialisme ekonomi, serta menghadapi para penindas yang menyebabkan kekacauan dan ketidakadilan di dunia.
Imam Khomeini melanjutkan kritiknya terhadap perpecahan di antara umat Islam yang sering disebabkan oleh kepentingan duniawi. Imam menekankan bahwa ulama dan da’i seharusnya berperang melawan penindasan, bukan terjebak dalam perselisihan karena ambisi duniawi.
Imam Khomeini menyoroti bahwa musuh-musuh Islam, seperti yang diungkap dalam dokumen Vatikan, fokus pada melemahkan pusat-pusat pengkajian Islam. Perpecahan di antara ulama menunjukkan bahwa kecintaan terhadap dunia masih menguasai hati mereka, menyebabkan perlombaan yang merugikan.
Beliau menegaskan bahwa gerakan Islam yang membersihkan hati dari kecintaan duniawi, seperti Hizbullah, tidak akan mengalami kerusakan seperti ini. Jika para nabi berkumpul, mereka tidak akan berselisih karena memiliki tujuan tunggal menuju Allah dan tidak terpengaruh oleh cinta dunia.
Imam Khomeini mengingatkan para ulama untuk meneladani Imam Ali as dan menghindari perpecahan serta hasut. Beliau mengajak mereka kembali ke akhlak Islam untuk menyelamatkan diri dari azab Allah. Perpecahan dan sikap bergolong-golongan adalah keji dan merugikan.
Imam Khomeini memperingatkan bahwa perpecahan yang berlanjut di antara umat Islam sangat berbahaya dan merusak pusat-pusat pengkajian Islam. Perpecahan ini menghapus kedudukan ulama di mata masyarakat dan membawa umat Islam ke dalam perangkap yang dipasang oleh musuh-musuh Islam, yang akhirnya merusak Islam itu sendiri.
Beliau menekankan bahwa perbedaan dan krisis di antara ulama dapat menyebabkan dosa besar yang sulit diampuni karena merusak masyarakat dan membuka peluang bagi musuh-musuh Islam untuk menguasai umat dengan berbagai tipu daya mereka.
Imam Khomeini berharap agar tangan-tangan jahat tidak menyusup ke dalam pusat-pusat pengkajian Islam dan menanamkan benih-benih kemunafikan dan kekacauan. Imam mengingatkan bahwa ulama harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perangkap setan dan tidak mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab secara syariat untuk saling bertentangan.
Permusuhan dan penghinaan antara sesama muslim tidak ada dalam hukum syariat Islam dan merupakan tanda kecintaan terhadap dunia dan pengaruh setan. Imam Khomeini menekankan bahwa sifat permusuhan ini adalah ciri ahli neraka, bukan orang-orang beriman.
Allah berfirman: “Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, yaitu pertengkaran penghuni neraka.” (QS. Shaad: 64)
Imam Khomeini memperingatkan bahwa neraka jahanam adalah tempat yang layak bagi permusuhan dan pertengkaran, di mana penghuninya saling bercakaran. Jika seseorang terjebak dalam permusuhan di dunia, itu merupakan gambaran perjalanan yang sama seperti para penghuni neraka. Dia menekankan bahwa dalam urusan akhirat, tidak ada pertarungan dan perpecahan. Orang-orang yang berorientasi pada akhirat hidup dalam kasih sayang dan kebersihan hati, mencintai Allah dan sesama hamba-Nya. Kasih sayang di antara hamba-hamba Allah adalah di bawah naungan kasih sayang Allah. Sebaliknya, manusia yang terjerumus ke dalam api neraka jahanam disebabkan oleh amal buruk dan jalan hidup yang hina. Rasulullah Saw bersabda bahwa seseorang akan diberi ganjaran atau hukuman sesuai amalnya setelah kematian. Jika seseorang tidak melakukan amal yang mendorongnya ke neraka, ia akan menghadapi berbagai ujian hidup.
Imam Khomeini menegaskan bahwa mencintai dunia adalah sama dengan menerima neraka dan bergelimang dalam apinya. Manusia tidak akan menyadari hakikat ini sampai ia berpindah ke alam akhirat. Di dunia ini, ia masih terhalang oleh hijab dan beberapa penutup yang mengaburkan kebenaran. Setelah berpindah ke alam akhirat, ia baru akan memahami apa yang difirmankan oleh Allah: “(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imran: 182)
Di sana juga mereka memahami firman Allah:
“Dan diletakkan kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya dan mereka berkata: Aduhai, celakalah kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan itu tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun.” (QS. al-Kahf: 49)
Imam Khomeini menegaskan bahwa setiap perbuatan manusia di dunia akan terlihat nyata di akhirat. Mengutip QS. az-Zalzalah: 7-8, beliau menyatakan bahwa kebaikan atau kejahatan sekecil apa pun akan mendapatkan balasannya. Segala amal manusia akan dibeberkan di sana seperti film yang memperlihatkan keadaan dunia dengan nyata.
Tidak ada yang dapat menafikan tindakannya karena anggota-anggota tubuh kita sendiri akan menjadi saksi. Dalam Al-Quran surat Fushshilat ayat 21 dikatakan bahwa kulit kita akan bersaksi atas perbuatan kita. Di hadapan Allah, segala sesuatu akan dituturkan dan tidak ada yang bisa disembunyikan.
Imam Khomeini mengingatkan untuk merenungkan bahwa kita akan berhadapan dengan Allah yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Ingatlah akibat buruk dari kelalaian, azab kubur, dan kedahsyatan alam barzakh. Beramallah seolah-olah melihat neraka jahanam. Orang yang menyadari akibat buruk akan mengubah hidupnya. Jika benar-benar meyakini hal ini, kita akan menjaga amal perbuatan, berusaha memperbaiki dan membersihkan diri serta ruhani.
*Disarrikan dari buku Pesan Sang Imam – Sayid Ruhullah Khomeini