Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)

Saat membersihkan rumah, terkadang kita menjumpai serangga kecil bernama rayap. Binatang mungil pemakan kayu, daun, kertas, dan sejenisnya itu sering menyelinap di balik tumpukan makanannya itu.

Meskipun bertubuh kecil, ternyata rayap pernah berjasa besar kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya saat dilanda kesulitan.

Kisahnya terjadi saat usia Nabi Muhammad saw. 47 tahun (tujuh tahun setelah masa kenabian). Ketika itu, kebencian kaum kafir Quraisy di Mekah kepada Nabi dan agama Islam makin menjadi-jadi. Tokoh-tokoh kafir Quraisy merasa terganggu dengan agama baru yang dibawa Nabi Muhammad saw. Ajaran Islam yang dibawa bertentangan dengan kesenangan dan kebiasaan hidup mereka seperti menyembah berhala, memperbudak orang miskin, dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya.

Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan dakwah Nabi dan memadamkan cahaya Islam yang mulai menyinari hati orang-orang Jahiliyah di kota Mekah. Bahkan mereka sering merencanakan dan mengupayakan untuk membunuh Nabi saw.

Akan tetapi Abu Thalib (paman Nabi) yang gagah berani selalu melindungi Nabi saw. Kaum kafir Quraisy tak berkutik ketika berhadapan dengan Abu Thalib. (Baca: Paman Terhebat di Dunia)

Hingga suatu hari, orang-orang musyrik penyembah berhala, terutama kafir Quraisy yang kaya, bersepakat menyusun rencana. Mereka berkumpul untuk menandatangani surat pemboikotan Bani Hasyim karena keislaman dan pembelaan mereka terhadap Rasulullah saw. Surat pemboikotan itu ditandatangani oleh 50 orang pemimpin Quraisy kemudian ditempel di dinding Ka’bah.

Isi surat pemboikotan itu antara lain, tidak boleh melakukan transaksi jual-beli, tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan maupun hubungan lainnya dengan kaum Muslimin. Tidak ada kompromi untuk selama-lamanya dan tidak ada belas-kasihan sampai Nabi Muhammad saw. diserahkan untuk dibunuh.

Kaum Quraisy berharap Abu Thalib menyerah. Tetapi Abu Thalib bersikap sebaliknya. Abu Thalib membawa seluruh kabilahnya ke lembah di antara dua bukit untuk melindungi Nabi Muhammad saw. dari pembunuhan. Lembah itu dikenal dengan nama Syi’ib Abu Thalib.

Abu Thalib seorang yang kuat. Saudaranya, Hamzah serta beberapa orang dari Bani Hasyim selalu bergantian menjaga Nabi pada malam hari. Abu Thalib selalu memindahkan tempat tidur Nabi dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menyembunyikan beliau. (Baca: Dari Manakah Informasi Tragedi Asyura?)

Hari dan minggu berlalu. Mereka yang diboikot itu berada dalam pengasingan total. Mereka menderita kelaparan. Ketika waktu ziarah Ka’bah datang, mereka pergi keluar dari lembah untuk membeli makanan dan pakaian.

Orang-orang kaya Quraisy yang kejam di Mekah selalu membeli seluruh jenis makanan yang ada untuk mencegah keluarga Abu Thalib yang diboikot itu membelinya.

Selama masa duka itu, Abu Thalib semakin kuat laksana gunung, meski usianya lebih dari 70 tahun. Ia selalu mendampingi Nabi Muhammad saw. Ia tidak merasa takut. Ia adalah Mukmin sejati.

Berbulan-bulan telah lewat. Kesabaran dan kelaparan mereka yang diboikot itu pun meningkat. Mereka makan apa saja yang masih tertinggal di pohon-pohon.

Nabi saw. bersedih mendengar jerit tangis anak-anak yang kelaparan selama masa pemboikotan. Istrinya Khadijah, bersama pamannya Abu Thalib, Hamzah, keponakannya, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat lain masih setia mengawal cahaya Islam agar tetap terjaga.

Suatu hari, Nabi Muhammad saw. datang kepada pamannya dengan dipenuhi rasa gembira. Nabi berkata, “Paman, Tuhanku memerintahkan kepada rayap untuk memakan surat pemboikotan. Semuanya termakan kecuali nama Allah.”

Abu Thalib menjawab dengan gembira, “Apakah Tuhanmu mengatakan itu kepadamu?”

Nabi saw. menjawab, “Ya.”

Hati Abu Thalib dipenuhi keyakinan dengan mukjizat Nabi saw. tersebut. Maka Abu Thalib berdiri dan pergi menuju Darun Nadwa, dekat Ka’bah, di mana para pemimpin Quraisy duduk. (Baca: Keistimewaan Bangsa Yaman dalam Pandangan Alquran, Hadis dan Sejarah)

Abu Thalib menyeru mereka, “Wahai kaum Quraisy!”

Mereka berdiri untuk menghormati orang tua itu. Mereka mendengarkan kata-katanya. Mereka mengharap ia menyerah kalah karena pemboikotan itu. Abu Thalib justru berkata, “Wahai kaum Quraisy, keponakanku Muhammad mengatakan kepadaku bahwa Allah memerintahkan kepada rayap untuk memakan surat pemboikotan kalian. Maka habislah semuanya kecuali nama Allah. Jika ia benar maka berakhirlah pemboikotan ini.”

Abu Jahal berkata, “Dan bila ia berbohong?”

Abu Thalib menjawab, “Aku yang akan bertanggungjawab atas ucapan keponakanku.”

Para pemimpin Quraisy menjawab, “Baiklah.”

Mereka membuka pintu Ka’bah. Mereka menemukan rayap melahap habis surat itu kecuali nama Allah. Pengepungan terhadap Bani Hasyim di lembah pun berakhir. Nabi saw. dan semua keluarganya mulai menyebarkan Islam pada peziarah yang datang ke rumah suci Allah.

Kisah ini kembali mengingatkan kita akan ke-Mahabesar-an Allah swt. dan mukjizat Nabi saw. Betapapun besarnya kesulitan dan masalah yang kita hadapi, Allah Mahabesar senantiasa membantu hamba-Nya yang beriman dan bertakwa melalui cara yang tak disangka-sangka, bahkan melalui segerombolan rayap sekalipun, seperti dalam kisah tadi.[*]

Baca: Makna Kawan Menurut Imam Ali a.s.

 

No comments

LEAVE A COMMENT