إِنَّكَ لَا تُسۡمِعُ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَلَا تُسۡمِعُ ٱلصُّمَّ ٱلدُّعَآءَ إِذَا وَلَّوۡاْ مُدۡبِرِينَ. وَمَآ أَنتَ بِهَٰدِي ٱلۡعُمۡيِ عَن ضَلَٰلَتِهِمۡۖ إِن تُسۡمِعُ إِلَّا مَن يُؤۡمِنُ بِـَٔايَٰتِنَا فَهُم مُّسۡلِمُونَ
Sungguh, engkau tidak dapat menjadikan orang yang mati dapat mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling ke belakang.
Dan engkau tidak akan dapat memberi petunjuk orang buta dari kesesatannya. Engkau tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri.
(Q.S. an-Naml [27]: 80-81)
Banyak ungkapan yang memiliki ragam makna sesuai sudut pandang berbeda. Termasuk di antaranya dua kata “kehidupan” dan “kematian”.
Baca: Syekh Behjat: Maksud Merindu Kematian
Kehidupan berdasarkan kacamata materialisme berarti kehidupan alami yang fisikal di dunia saja. Dengan kata lain, ketika jantung masih berdetak, darah mengalir dalam pembuluh menuju ke seluruh anggota tubuh, dan sebagainya, tubuh masih dianggap hidup.
Sementara jika berbagai aktivitas ini terhenti, hal ini menunjukkan kematian yang pasti.
Namun demikian, perspektif Al-Quran berbeda dengan perspektif materialisme. Sebagian besar manusia yang dianggap hidup sesuai cara pandang materialisme, sejatinya mereka itu hanyalah orang-orang mati menurut pandangan Al-Quran.
Baca: Mencegah Kematian Buruk
Sebagaimana gambaran orang-orang yang telah ditunjukkan dalam dua ayat di atas.
Hal yang juga berbanding terbalik ialah para syuhada, mereka itu orang-orang mati secara lahiriah. Akan tetapi menurut logika Al-Quran, mereka itu orang-orang yang hidup dan kekal.
Latar belakang perbedaan kedua perspektif ini adalah bahwa Islam menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai ukuran kehidupan manusia dan kepribadian seorang insan. Selain itu, Islam memandang manfaat seorang insan atas lainnya sebagai ukuran hidup matinya seorang insan.
Baca: Manusia Sampai Rela Mati
Karena itu, seorang manusia yang dianggap hidup secara fisik, namun dia tenggelam dalam syahwat, maka dia tidak akan mendengar seruan kebenaran, juga tidak dapat melihat dengan mata batin atas pelbagai tanda kebesaran Allah pada ciptaan-Nya, dan sebagainya.
Tipikal orang seperti ini termasuk orang yang mati dalam perspektif Al-Quran.
Sementara orang-orang yang pengaruh mereka senantiasa membekas kebaikannya di dunia setelah kematiannya dan pemikirannya menjadi teladan dan rujukan bagi orang banyak, mereka inilah orang-orang yang benar-benar hidup kekal.
Baca: Kematian Manusia di Tangan Siapa?
Dengan melihat sekilas dari paparan di atas, Islam juga mengajarkan kepada manusia untuk mengimani adanya kehidupan transisi (barzakh) setelah kematian.
Riwayat yang menjelaskan tentang perkara ini berlimpah ruah, baik dari kalangan Syiah maupun Ahlusunnah, bahwasanya Rasulullah Saw dan keluarganya serta para Imam Maksum mendengarkan orang yang mengucapkan salam kepada mereka, baik dari jauh maupun dekat, seraya membalas salam mereka. Selain itu, amalan mereka juga dilaporkan kepada para Imam Maksum.
Rujukan:
Al-Amtsal fī Tafsīr Kitābillāh al-Munzal, j. 12, h. 131