Abu Said al-Khudzri meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah Saw selesai melaksanakan salat bersama para sahabatnya. Kemudian beliau menghadap ke arah para sahabat lalu bersabda:
“Wahai para sahabatku, sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku bagi kalian tidak ubahnya seperti bahtera Nuh dan pintu pengampunan dosa bagi Bani Israil. Maka berpeganglah kalian kepada Ahlulbaitku sepeninggalku dan kepada para imam rasyidin dari keturunanku, niscaya kalian tidak akan tersesat selamanya.”
Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, berapa orang jumlah para imam sepeninggalmu?”
Rasulullah Saw menjawab: “Dua belas orang dari Ahlulbaitku, dari keluargaku.”
Hadis di atas diriwayatkan di dalam kitab Kifayah al-Atsar, dari Ali bin Husain bin Muhammad bin Manadah, dari Tal’akbari, dari Ibnu Uqdah, dari Muhammad bin Ghiyats al-Kufi, dari Hammad bin Abu Hazim al-Madani, dari Imran bin Muhammad bin Said bin al-Musayyab, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Said al-Khudzri.
Baca: Meneladani Ahlulbait: Jangan Berbuat Zalim!
Hadis ini sahih, dan juga datang dalam bentuk redaksi lain di dalam kitab-kitab Sunni dan Syiah, hanya saja sebagiannya kurang dari sebagian yang lain.
Ibnu al-Maghazili meriwayatkan dengan bersanad dari Ibnu Juraih, dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Saw bersabda:
“Perumpamaan Ahlulbaitku seperti bahtera Nuh. Siapa yang menaikinya selamat dan siapa yang tertinggal darinya tenggelam.”
Kata-kata hadis ini diriwayatkan secara berlimpah dan bahkan mutawatir. Yang dimaksud dengan menaikinya ialah berpegang kepada mereka, dan mengambil hadis serta ilmu dari mereka. Namun orang-orang terdahulu (qudama) banyak melalaikan hal ini dan telah menentang Rasulullah Saw dalam hal Ahlulbaitnya. Mereka tidak mengambil ilmu dari sumbernya, sehingga mereka terjerumus ke dalam apa yang sekarang mereka terjerumus, dan mereka memisahkan di antara dua benda berharga (Alquran dan Ahlulbait), padahal Rasulullah Saw telah berpesan:
“Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua benda yang berharga, yaitu Kitab Allah dan itrah Ahlulbaitku. Ketahuilah, keduanya adalah pengganti sepeninggalku, dan keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanya menemuiku di telaga.”
Hadis ini diriwayatkan oleh sekelompok besar perawi. Redaksi yang kami sebutkan di atas berasal dari kata-kata Zaid bin Tsabit. Ibnu Bathriq meriwayatkan dari as-Sam’ani di dalam kitab Fadha’il ash-Shahabah, dengan bersanad dari Aisyah yang berkata:
“Aku mendengar Rasulullah Saw telah bersabda: ‘Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanya menemuiku di telaga.”
Redaksi ini pun mempunyai banyak jalan periwayatan.
Dari Abdullah bin Abbas meriwayatkan Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah Swt memandang ke arah bumi dengan sekali pandang, lalu Dia memilihku di antara penduduk bumi dan menjadikanku sebagai nabi. Kemudian Dia memandang untuk kedua kalinya lalu memilih Ali dan menjadikannya sebagai imam. Kemudian Dia memerintahkanku untuk menjadikannya sebagai saudara, washi, khalifah, dan wazir. Maka Ali bagian dariku dan aku bagian darinya. Dia adalah suami putriku dan ayah kedua cucuku, Hasan dan Husain.
Ketahuilah, sesungguhnya Allah Swt telah menjadikan aku dan mereka sebagai hujjah-Nya bagi hamba-hamba-Nya. Dan Allah Swt menjadikan dari tulang sulbi Husain para imam yang akan melaksanakan urusanku dan menjaga wasiatku. Yang kesembilan dari mereka adalah al-Qaim Ahlulbait dan al-Mahdi umat ini. Dia manusia yang paling mirip denganku dalam watak, ucapan, dan perbuatan. Dia akan muncul setelah kegaiban yang panjang dan kebingungan yang menyesatkan. Kemudian ia meninggikan urusan Allah dan memenangkan agama Allah, dan ia dibantu dengan pertolongan dari Allah dan para malaikat-Nya, lalu ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman.”
Syeikh ash-Shaduq telah meriwayatkannya di dalam kitab Ikmal ad-Din, halaman 149, dari Muhammad bin Musa Ibnu Mutawakkil, dari Muhammad bin Abu Abdillah al-Kufi, dari Musa bin Imran an-Nakha’i, dari an-Naufali, dari Hasan bin Ali bin Salim, dari ayahnya, dari Abu Hamzah, dari Said bin Jubair, dari Abdullah bin Abbas. AI-Khazzaz juga mengeluarkannya di dalam kitab Kifayah al-Atsar, dengan menukil dari ash-Shaduq. Hadis ini hasan dan sahih, juga datang dalam bentuk redaksi lain.
Banyak juga dari kalangan para penghafal hadis (huffazh) Ahlusunah yang mengeluarkan hadis ini, namun dengan sedikit perbedaan, dengan bersanad dari Sufyan, dari al-Hilali, dari ayahnya, dari Rasulullah Saw.
Ala’uddin al-Hindi mengeluarkan hadis ini di dalam kitab Muntakhab Kanz al-Ummal. Mayoritas mereka menyebutkan hadis ini di dalam bab Mandaqib al-Mahdi (keutamaan-keutamaan Mahdi). Sementara Daruquthni meriwayatkannya dengan bersanad dari Abu Said al-Khudzri, dari Rasulullah Saw.
Baca: 7 Dampak dan Bahayanya Benci kepada Ahlulbait a.s.
Syarafuddin al-Astarabadi meriwayatkan di dalam kitab Mahka Kanz Jami’ al-Fawa’id, dengan bersanad dari Amirul Mukminin a.s. yang berkata bahwa Rasulullah Saw naik ke atas mimbar lalu bersabda:
“Sesungguhnya Allah melihat ke arah bumi dengan sekali pandang, lalu Dia memilihku di antara mereka. Kemudian Dia melihat untuk kedua kalinya lalu Dia memilih Ali sebagai saudaraku, pembantuku, pewarisku, washiku, khalifahku pada umatku, dan pemimpin setiap orang Mukmin sepeninggalku. Siapa yang menolongnya maka Allah akan menolongnya dan siapa yang memusuhi maka Allah akan memusuhinya, siapa yang mencintainya maka Allah akan mencintainya dan siapa yang membencinya maka Allah akan membencinya. Demi Allah, tidak mencintainya kecuali orang beriman dan tidak membencinya kecuali orang kafir. Ia adalah cahaya dan pilar bumi sepeninggalku. Dia adalah kalimat-kalimat takwa dan pegangan yang kokoh.”
Kemudian Rasulullah Saw membacakan firman Allah: “Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai. (QS. at-Taubah: 32).
Wahai manusia, hendaknya orang yang hadir di antara kalian menyampaikan perkataanku ini kepada yang tidak hadir. Ya Allah, aku jadikan Engkau sebagai saksi atas mereka.
Wahai manusia, kemudian Allah melihat untuk ketiga kalinya, lalu memilih setelahku dan setelah saudaraku, Ali bin Abi Thalib, sebelas orang imam secara satu persatu. Setiap seorang dari mereka meninggal dunia maka muncul seorang pengganti yang sepertinya. Tidak ubahnya seperti bintang-bintang di langit. Setiap satu bintang terbenam maka muncul satu bintang pengganti.
Mereka adalah pemberi petunjuk yang mendapat petunjuk. Tidak dapat mencelakakan mereka tipu daya orang yang hendak memperdaya dan mengkhianati mereka. Mereka adalah hujjah Allah di muka bumi dan saksi Allah atas makhluk-Nya. Siapa yang mentaati mereka berarti telah mentaati Allah dan siapa yang mendurhakai mereka berarti telah mendurhakai Allah. Mereka bersama Alquran dan Alquran bersama mereka. Mereka tidak akan berpisah dengan Alquran hingga menemuiku di telaga.”
Musa bin Abdullah, penyusun kitab ini berkata: “Sesungguhnya hadis-hadis yang menyebutkan bahwa yang pertama diciptakan Allah adalah cahaya Muhammad, Ali, Fathimah, dua cucu Rasulullah Saw (Hasan dan Husain), dan sembilan imam maksum dari keturunan Husain, dan bahwa mereka adalah makhluk Allah yang paling utama, dan bahwa firman Allah Swt yang berbunyi, (sebagai) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain (QS. Ali Imran: 34) adalah turun pada keluarga Muhammad, adalah mutawatir dari jalan-jalan riwayat Ahlulbait, sementara dari jalan-jalan riwayat Ahlusunah, setelah membandingkan sebagiannya dengan sebagian yang lain, juga sama mutawatir. Demikian juga hadis qudsi yang berbunyi: ‘Sekiranya tidak ada engkau niscaya Aku tidak akan ciptakan alam jagad raya.’”
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. berulang kali menyatakan kelebihannya atas Adam dan yang lainnya. Salah satunya dalam hadis al-ashbagh. Hurrah binti Halimah Sa’diyyah telah membuktikan hal itu di hadapan Hajjaj dengan ayat-ayat Alquran. Di samping semua itu, dia tahu bahwa firman Allah Swt yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat” (pada masa masing-masing) adalah khusus buat mereka.
*Dikutip dari Kitab Madinah Balaghah – Syaikh Musa Zanjani