Imam Jakfar Shadiq as. berkata, “Barang siapa menjalani waktu pagi dan sore dengan menjadikan dunia sebagai perhatian utamanya, Allah akan menempatkan kefakiran di depan kedua matanya dan memisahkan urusannya, sedangkan ia hanya akan mendapatkan dari dunia ini apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya. Dan orang yang menjalani waktu pagi dan sore dengan menjadikan akhirat sebagai perhatian utamanya, Allah akan mengisi hatinya dengan rasa puas dan mengarahkan segala urusannya.”
Hadis ini membahas tentang penjelasan kecintaan kepada dunia dan akhirat. Alamah Majlisi mengartikan “dunia yang terkutuk” sebagai hal-hal yang menghalangi ketaatan pada Allah dan cinta kepada-Nya. Segala yang menyebabkan keridhaan Allah adalah akhirat, termasuk tindakan yang tampak duniawi namun bertujuan untuk tujuan akhirat, seperti perdagangan dan amal. Pendapat lain menyatakan bahwa “dunia” adalah keadaan batin sebelum mati, yang mendekatkan kepada kehidupan materiil, sedangkan “akhirat” berkaitan dengan kehidupan sesudah mati. Dunia juga diartikan sebagai tingkat eksistensi rendah yang berubah, sedangkan akhirat adalah tingkat eksistensi tinggi yang abadi. Keduanya ada dalam setiap individu.
Imam Khomeini menyimpulkan bahwa “dunia yang tercela” tidak merujuk pada dunia itu sendiri, tetapi pada keterikatan dan kecintaan pada hal-hal duniawi. Manusia memiliki dua dunia: satu yang terkutuk dan satu yang diagungkan.
Baca: Dunia dalam Pandangan Manusia Ilahi
Dunia yang diagungkan adalah tempat mendapatkan kedudukan rohaniah tinggi dan kesempurnaan abadi. Amirul Mukminin Ali as. berpendapat bahwa dunia adalah tempat kebenaran, keselamatan, dan pelajaran bagi mereka yang memahami dan memanfaatkannya untuk akhirat. Dunia adalah tempat ibadah, wahyu, dan mendapatkan rahmat Allah serta pelajaran bagi orang yang mau belajar darinya.
Tafsir ayat “wa ni’ma darul-muttaqin” (seberapa baiknya tempat kediaman orang-orang yang bertakwa) menurut Imam Baqir as. menjelaskan bahwa hal ini berkaitan dengan dunia. Ketika dunia merupakan manifestasi keindahan dan kebesaran Allah serta tempat kehadiran-Nya, maka dunia itu sendiri tidak terkutuk. Namun, yang terkutuk adalah dunia yang ada dalam hati manusia, yaitu keterikatan, ketenggelaman, dan cinta pada dunia. Dunia semacam ini menjadi sumber berbagai dosa dan pelanggaran.
Imam Shadiq as. menyatakan bahwa cinta pada dunia adalah akar dari pelanggaran. Selanjutnya, Imam Baqir as. menyebutkan perumpamaan tentang luka yang disebabkan oleh tikaman cinta dunia terhadap iman seorang Mukmin, seperti tikaman dua serigala yang merusak kawanan kambing tanpa penggembala.
Dengan demikian, keterikatan hati dan cinta pada dunia mengarah pada dunia yang terkutuk. Semakin kuat keterikatan ini, semakin tebal penghalang antara manusia dan agungnya alam spiritual, serta semakin jauh hubungan antara hati manusia dan Allah. Dalam beberapa hadis, disebutkan tentang keberadaan 70.000 tirai cahaya dan kegelapan antara Tuhan dan makhluk-Nya. Tirai kegelapan ini mungkin merujuk pada keterikatan hati pada dunia. Semakin dalam keterikatan ini, semakin banyak tirai dan semakin sulit untuk mengungkapkannya.
Manusia, sebagai bagian alam fisik, memiliki cinta pada dunia yang tumbuh seiring pertumbuhannya. Daya nafsu dan organ-organ tubuhnya mendorongnya merasakan kenikmatan alam ini untuk kelangsungan hidup. Meskipun memiliki keyakinan pada akhirat, manusia masih cenderung tertarik pada kenikmatan dunia. Pemikiran akan keabadian di akhirat masih sulit diterima oleh hati, kecuali jika keyakinan itu sungguh meresap dalam hati.
Nabi Ibrahim as. memohon agar hatinya stabil dan diberi keyakinan yang kuat. Manusia ingin hidup abadi dan menghindari kerusakan, sehingga keterikatan pada dunia tetap bertambah. Karena itulah, cinta pada dunia tumbuh dan hati lebih tertarik pada dunia daripada akhirat, meskipun secara rasional mengakui pentingnya akhirat.
Namun, pemahaman akan realitas dunia dan kesadaran akan keberadaan alam akhirat dapat mengubah pandangan. Dunia adalah tempat peralihan dan kerusakan, sementara akhirat adalah tempat abadi. Para wali dan pencinta Tuhan membenci keterikatan pada dunia dan ingin meninggalkan dunia ini. Keterikatan pada dunia membuat manusia jauh dari Tuhan dan menghalangi hubungan spiritual.
Nabi Adam as. sebagai leluhur manusia, terjatuh karena tertarik pada dunia. Keterikatan pada dunia adalah akar berbagai dosa dan pelanggaran. Setiap kenikmatan meninggalkan bekas di hati, memperkuat keterikatan pada dunia. Kenikmatan yang lebih banyak meningkatkan keterikatan dan cinta pada dunia, yang pada akhirnya membawa pada dosa-dosa besar.
Kematian adalah penderitaan bagi mereka yang cinta dunia dan berpisah dari Allah. Keyakinan pada akhirat yang masuk ke dalam hati adalah penting. Nabi Saw berpesan agar hatinya tidak tertutup oleh nafsu. Nabi Suci Saw. bersabda: “Agar hatiku tidak tertutupi oleh tabir nafsu, maka aku beristighfar kepada Allah setiap hari 70 kali.”
Setiap kenikmatan dunia meninggalkan jejak di hati, memperkuat keterikatan. Keterikatan ini akan semakin kuat jika seseorang meninggal dalam keadaan bahwa dunia masih terikat erat di hatinya. Oleh karena itu, hati harus berfokus pada akhirat dan menjauhkan diri dari keterikatan dunia. Ada sebuah hadis di dalam Al-Kafi, yang diriwayatkan oleh Thalhah ibn Zaid, dari Abu Abdillah as. bahwa beliau berkata: “Perumpamaan dunia ini adalah seperti air laut; makin banyak orang haus minum darinya, menjadi makin hauslah ia sampai air itu membunuhnya.”
Cinta pada dunia adalah sumber kejahatan lahir dan batin. Nabi Saw mengingatkan bahwa harta dan materi telah merusak banyak orang sebelumnya, dan hal ini juga akan terjadi pada mereka yang tergoda olehnya. Keterikatan pada dunia bisa menjadi penyebab berbagai dosa. Keterikatan ini memiliki dampak pada masa penantian di alam kubur dan barzakh. Semakin kuat keterikatan, semakin lama masa penantian di sana.
Keterikatan pada dunia juga membuat manusia takut mati. Ketakutan ini adalah akibat dari cinta pada dunia. Ketakutan ini tidak sebanding dengan takut akan Hari Pembalasan, yang merupakan sifat Mukmin sejati. Kecintaan pada dunia menghalangi aktivitas keagamaan, ibadah, dan doa, serta memperkuat nafsu jasmani. Hal ini menghambat keterhubungan dengan dimensi rohaniah dan kehendak Tuhan.
Baca: Mencintai Nabi Muhammad Saw, Amal Keutamaan Dunia dan Akhirat
Keterikatan pada dunia dan cinta duniawi mengarah pada ketidakseimbangan. Di alam ini dan alam akhirat, kehendak dan tujuan harus sejalan. Sistem di dunia ini memiliki tatanan yang diatur dengan cara tertentu. Di alam akhirat, tatanan tersebut juga berlaku, dan kekuatan kehendak akan memainkan peran penting dalam mengatur urusan di sana. Jadi, cinta pada dunia dan keterikatan padanya memiliki dampak negatif pada kehidupan rohaniah dan hubungan dengan Tuhan. Tekad dan keteguhan kuat adalah kunci untuk mengatasi keterikatan pada dunia dan mencapai tujuan rohaniah yang lebih tinggi.
Dunia adalah tempat menghasilkan pahala dan siksa akhirat. Setiap ibadah dan tata cara yang diwajibkan oleh syariat membangun surga fisik dan akhirat. Ibadah memperkuat keteguhan dan tekad seseorang, ibadah juga mengarahkan hati pada Allah dan mengurangi keterikatan dunia. Kekuatan tekad adalah sarana mencapai tingkatan surga tertinggi.
Ketika cinta terhadap dunia mendalam, kebutuhan materi bertambah. Menghabiskan waktu untuk akhirat membangun perasaan kecukupan. Cinta pada akhirat membawa ketenangan dan kecukupan. Pencarian kesempurnaan naluriah manusia terhubung pada Sang Tercinta. Cinta pada dunia menyebabkan kebutuhan dunia bertambah. Mengutamakan akhirat membuat dunia kurang berarti. Keterikatan pada dunia mengganggu ketenangan dan merusak urusan hidup. Mengurangi keterikatan pada dunia membawa kedekatan dengan Allah. Dunia adalah ujian, prioritaskan akhirat. Mohon pertolongan Allah dan jadikan-Nya fokus utama. Apa yang ada di sisi Allah lebih abadi.
*Disarikan dari buku 40 Hadis – Imam Khomeini