Manusia adalah makhluk yang kompleks, terdiri dari dua aspek utama: tubuh fisik dan jiwa. Keduanya saling terkait dan saling memengaruhi dalam membentuk identitas serta memengaruhi kesejahteraan dan kesempurnaan manusia secara keseluruhan. Ilmu kesehatan dan etika mempelajari hubungan yang kompleks ini dengan mendalam.
Tubuh fisik manusia, sebagai wadah material, rentan terhadap berbagai penyakit dan gangguan. Namun, pada saat yang sama, tubuh juga dapat merasakan kesenangan dan kebahagiaan melalui kesehatan dan kebugarannya. Di sisi lain, jiwa merupakan inti spiritual manusia, yang mencakup kesadaran, emosi, dan pemikiran. Penyakit jiwa sering kali berasal dari ketidakseimbangan spiritual atau kebiasaan buruk, yang dapat mengganggu kesejahteraan keseluruhan manusia.
Kesehatan jiwa, seperti yang dipelajari dalam ilmu kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebijaksanaan moral, kemampuan untuk mengelola emosi, dan hubungan yang sehat dengan lingkungan sekitar. Ketika jiwa manusia seimbang dan harmonis, kesehatan fisik dan mentalnya pun meningkat, menciptakan kesempurnaan dalam keberadaannya.
Penyakit jiwa sering kali berasal dari kebiasaan buruk, seperti ketidakseimbangan emosi. Di sisi lain, kesenangan jiwa berkaitan erat dengan kebijaksanaan moral dan kepuasan spiritual. Ketika seseorang mengikuti prinsip-prinsip etika yang baik, mereka cenderung merasakan kedamaian dan kepuasan dalam hidup mereka.
Bukti akan eksistensi jiwa manusia sebagai entitas non-jasmani, bebas, dan non-material mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat manusia dan tujuan eksistensinya. Jiwa manusia memiliki kemampuan untuk menerima bentuk baru, memahami realitas tanpa dipengaruhi oleh hambatan fisik, dan mengeksplorasi kesenangan intelektual yang mendalam. Dengan adanya kebebasan jiwa, manusia dapat mengeksplorasi potensi spiritualnya menuju kesempurnaan ilahi.
Kebijakan spekulatif dan praktis dalam bidang etika dan filsafat menggambarkan cermin mikrokosmis dari alam yang lebih besar, makrokosmos. Hubungan antara manusia, alam, dan semesta luas merupakan subjek kajian yang penting dalam memahami esensi kemanusiaan. Kesehatan fisik dan mental manusia, serta kesempurnaan jiwa, terhubung erat dengan keharmonisan hubungan tersebut.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia tidak hanya ditentukan oleh kesehatan fisiknya, tetapi juga oleh kesehatan jiwa dan hubungannya dengan lingkungan. Manusia harus memahami bahwa tubuh dan jiwa saling terkait dan saling memengaruhi dalam mencapai kesempurnaan.
Akhlak merupakan konsep yang penting dalam memahami karakter dan perilaku manusia. “Akhlaq” mengacu pada watak atau sikap yang tercermin dalam tindakan sehari-hari tanpa perlu dipikirkan terlebih dahulu. Kecakapan ini, disebut juga “malakah”, berkembang melalui latihan dan pengulangan.
Berbagai faktor membentuk akhlak seseorang, mulai dari predisposisi alami hingga pengalaman dan latihan sadar. Meskipun faktor-faktor fisik dapat memengaruhi watak seseorang, manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan mengendalikan sikap-sikapnya. Disiplin diri dan usaha sadar dapat membantu mengarahkan perilaku yang berasal dari nafsu dan kemarahan menuju kesempurnaan dan kebijaksanaan.
Kesempurnaan manusia, menurut pemahaman filosofis, memiliki tingkatan yang berbeda-beda, tergantung pada disiplin dan usaha individu. Manusia berada di antara tingkatan terendah sebagai binatang dan tertinggi sebagai tempat malaikat. Tujuan ilmu etika adalah mengarahkan manusia menuju kesempurnaan tertinggi melalui pembentukan karakter dan akhlak yang baik.
Penyucian jiwa menjadi bagian penting dalam perjalanan menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan moral membawa kebahagiaan abadi, sementara keburukan moral membawa kesengsaraan tanpa akhir. Manusia perlu membersihkan diri dari tindakan dan karakter buruk, serta menghiasi jiwanya dengan kebaikan etis dan moral.
Jiwa manusia, seperti cermin, memerlukan pembersihan agar dapat mencerminkan keindahan yang sejati. Upaya untuk taat kepada Tuhan hanya berhasil jika seseorang bebas dari kebiasaan buruk. Kasih sayang Tuhan hanya dapat diraih melalui penyucian jiwa dan kesiapan untuk menerima kebaikan-Nya.
Dalam hadis Nabi, pentingnya kebersihan lahiriah dan batiniah disampaikan sebagai bagian dari perjalanan spiritual manusia. Untuk mencapai kesempurnaan, manusia harus berjuang melawan nafsu egois dan kecenderungan amoral, serta bersedia menerima bimbingan Tuhan.
Kecakapan jiwa terdiri dari berbagai aspek seperti akal, amarah, nafsu, dan imajinasi, memengaruhi cara berpikir dan bertindak seseorang. Tindakan dan kata-kata kita membentuk kecakapan jiwa yang menentukan arah tindakan kita. Kecakapan yang baik menghasilkan tindakan moral, sementara yang buruk mengarah ke perilaku tidak bermoral.
Peran penting jiwa dalam menentukan nasib akhirat adalah hasil dari kecakapan yang dikembangkan selama hidup. Setiap tindakan baik atau buruk akan mempengaruhi akhirat seseorang, sesuai dengan catatan yang tercatat dengan jelas dalam kitab amal perbuatannya.
Al-Qur’an menegaskan bahwa setiap manusia akan bertanggung jawab atas amal perbuatannya sendiri pada hari kiamat, tanpa kelewatan sedikit pun. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk memahami dan mengembangkan kecakapan jiwa mereka demi mencapai kebahagiaan abadi.
Jiwa manusia adalah esensi surgawi yang menggunakan tubuh dan organ lainnya untuk mencapai tujuan dan maksudnya. Jiwa memiliki berbagai aspek seperti akal, amarah, nafsu, dan imajinasi, yang masing-masing memiliki peran dan karakteristiknya sendiri.
Kecakapan utama jiwa termasuk akal yang mengarahkan pada kebaikan, amarah yang bisa membuat manusia menjadi buas, nafsu yang berkaitan dengan keinginan fisik, dan imajinasi yang memberikan kemampuan untuk membentuk gambaran mental. Kemenangan kekuatan tertentu dalam pertempuran jiwa menentukan sifat dan kecenderungan seseorang.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib, Allah memberikan manusia sifat malaikat dengan akal, tetapi juga memberikan nafsu dan amarah seperti binatang. Namun, manusia diberikan kehormatan untuk menguasai nafsu dan amarahnya dengan akal, sehingga bisa mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam perjalanan spiritualnya.
Kesenangan dan kesengsaraan adalah dua aspek penting dalam pengalaman manusia. Kesenangan merupakan keadaan harmonis jiwa saat merasakan sesuatu yang sejalan dengan alamnya, sementara kesengsaraan terjadi ketika jiwa berhubungan dengan yang tidak sejalan. Keduanya memiliki korelasi dengan kecakapan jiwa yang berbeda-beda.
Kesenangan yang berasal dari kecakapan akal dianggap paling murni karena bersifat konstan dan melekat pada manusia. Berbeda dengan kesenangan tubuh dan nafsu yang sementara dan rendah, kesenangan akal bahkan membuat manusia bangga dan bahagia. Kesenangan sejati, menurut pemahaman spiritual, diperoleh melalui koneksi yang mendalam dengan Tuhan.
Kebahagiaan merupakan tujuan akhir dari perjalanan manusia. Kebahagiaan yang paling sempurna bagi manusia adalah saat sifat-sifat ilahi tercermin dan terwujud dalam dirinya. Jiwa yang benar-benar bahagia adalah yang dipenuhi oleh pengetahuan dan cinta kepada Tuhan, dipancarkan oleh cahaya-Nya. Kebahagiaan sejati hanya dapat diraih ketika semua kecakapan jiwa disucikan dan dibentuk kembali.
Oleh karena itu, untuk mencapai kebahagiaan puncak, seseorang harus membebaskan diri dari sifat-sifat binatang dan kekuatan hawa nafsunya, serta melangkah ke tingkat yang lebih tinggi dalam perjalanan spiritualnya. Kesempurnaan manusia tidak hanya mencakup kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan jiwa dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya.
*Disarikan dari buku Penghimpun Kebahagiaan – Muhammad Mahdi bin Abi Dzar an-Naraqi