Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Mengapa Perang Terjadi: Antara Kebebasan Manusia dan Rencana Ilahi

Kita tahu bahwa memahami perang bisa berbeda-beda tergantung pada bagaimana kita melihat setiap bagiannya. Oleh karena itu, kita perlu mengikuti cara berpikir yang alami dan logis agar lebih mudah memahami masalah ini. Dengan kata lain, ada urutan yang harus diikuti dalam membahas perang. Jika kita tidak mengikuti urutan ini, pembahasan kita tidak akan berhasil, dan kesimpulan yang kita harapkan sulit dicapai.

Ada banyak hal penting tentang perang yang perlu kita pahami dulu. Jika tidak, kita akan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan lain. Karena itu, kita harus mengikuti urutan logis dalam pembahasan ini. Contohnya, kita bisa bertanya: Apakah perang itu baik atau buruk? Jika buruk, bagaimana cara kita mencegahnya? Jika baik, kapan dan bagaimana perang itu seharusnya berakhir? Apa aturan yang berlaku agar hak asasi manusia tetap terlindungi?

Namun, sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus terlebih dahulu menjawab pertanyaan paling dasar: Mengapa perang terjadi? Pertanyaan ini lebih penting daripada pertanyaan tentang nilai atau hukum perang. Jika kita tidak menjawabnya, pertanyaan-pertanyaan lainnya tidak akan terjawab dengan baik.

Oleh karena itu, tulisan ini akan mulai dengan menjawab pertanyaan mendasar tersebut. Setelah itu, kita akan membahas pertanyaan-pertanyaan lain secara bertahap. Jawaban dari satu pertanyaan biasanya juga membantu menjawab pertanyaan berikutnya.

Penjelasan Filosofis Seputar Perang

Mengapa perang terjadi? Mengapa Allah menciptakan manusia yang akhirnya berperang dan menumpahkan darah? Mengapa ada pembunuhan, kerusakan, dan kehancuran yang terus menghantui kehidupan manusia? Apakah perang merupakan bagian dari rencana penciptaan alam semesta? Apakah Allah menghendaki dan merestui terjadinya perang? Jika manusia menjadi makhluk yang suka bertengkar dan berperang, apakah Allah menyesali penciptaan manusia?

Dalam Taurat, tertulis bahwa Allah melihat kejahatan manusia sangat banyak, hingga Dia menyesali penciptaan mereka dan hewan-hewan di bumi, kecuali Nuh yang mendapatkan perhatian-Nya. Namun, pandangan ini tentu saja telah terdistorsi dan tidak benar, karena tidak layak untuk mengatakan Tuhan menyesal atas ciptaan-Nya.

Sekarang, mari kita lihat dari sudut pandang Islam: Apa jawaban Islam terhadap pertanyaan ini? Mengapa Tuhan menciptakan manusia yang cenderung berbuat kerusakan dan menumpahkan darah? Bagaimana Islam menjelaskan tujuan penciptaan dan posisi segala bentuk kerusakan serta kekerasan dalam tatanan yang lebih baik?

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar ini, kita bisa lebih memahami hukum dan nilai-nilai perang dalam pandangan Islam. Al-Quran menyebut tentang sifat perusak manusia: “Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau ingin menjadikan orang yang akan berbuat kerusakan di sana dan menumpahkan darah, sementara kami selalu bertasbih memuji-Mu dan menyucikan-Mu?’ (QS. Al-Baqarah: 30).”

Dari ayat ini, jelas bahwa malaikat sudah tahu sifat dasar manusia sebelum penciptaannya. Mereka paham bahwa manusia akan menjadi perusak dan penumpah darah. Oleh karena itu, malaikat mempertanyakan mengapa Allah memilih manusia sebagai khalifah di bumi, bukannya mereka yang setia dan selalu memuji Tuhan.

Namun, Allah menjawab bahwa Dia mengetahui apa yang tidak diketahui oleh para malaikat. Jawaban ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian manusia dianggap pembangkang, ada di antara mereka yang lebih mulia daripada para malaikat dan lebih pantas menjadi khalifah-Nya.

Dengan demikian, dari sudut pandang Al-Quran, perang dan kekerasan adalah bagian dari keberadaan manusia di bumi. Tuhan dan para malaikat telah mengetahui sifat manusia ini sebelum penciptaan. Maka, tidak tepat mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu atau menyesal menciptakan manusia karena adanya perang.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: Mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan sifat-sifat ini? Apa tujuan adanya kejahatan, baik yang berasal dari manusia maupun yang terjadi secara alami, dalam alam semesta ini?

Para filosof dan teolog, sesuai dengan disiplin ilmu mereka, memberikan jawaban atas pertanyaan ini dan jawaban detail atas pertanyaan ini haruslah ditemukan pada bidangnya dan ruang lingkupnya masing-masing. Yang dapat disebutkan secara global di sini adalah kehadiran kejahatan dan mafsadah (kerusakan) yang bersifat manusiawi dan alami ini sejatinya adalah inheren dan niscaya bagi eksistensi alam natural dan paradoksialnya alam materi.

Allah Swt, berdasarkan hikmah-Nya, menciptakan alam natural, “mau atau tidak mau,” disertai dengan kejahatan dan keburukan seperti perang, kemiskinan, penyakit, banjir, gempa bumi, dan topan.

Eksistensi alam natural dan alam material tidak mungkin tanpa eksistensi kejahatan dan keburukan semacam itu karena ketiadaan penciptaan alam ini tidak sesuai dan selaras dengan “fayadhat ‘ala al-ithlaq” Ilahi (emanasi-emanasi mutlak Tuhan). Tatkala alam semacam ini diciptakan Allah Swt, “secara niscaya” kejahatan dan keburukan semacam itu juga akan menyertainya. Namun, keikutsertaan kejahatan dan keburukan dengan penciptaan alam tidak dapat menjadi penghalang terwujudnya Kehendak Ilahi, yaitu terciptanya semesta ini. Hal itu karena dengan adanya seluruh keburukan tersebut, secara keseluruhan, kebaikan dan kemaslahatan semesta ini akan mengalahkan segala keburukan dan kejahatannya.

Jawaban ini bersifat global dan sedikit banyak dapat menjelaskan adanya perang dan pertumpahan darah dalam strata kehidupan manusia. Selain itu, jawaban ini juga menunjukkan bahwa perang bukanlah suatu fenomena yang diabaikan oleh Tuhan dalam penciptaan alam semesta ini. Perang, sebagaimana kejahatan lainnya, merupakan bagian dari alam natural yang di dalamnya keburukan dan kebaikan hadir secara bersamaan.

Dalam perspektif Al-Quran, perang adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dielakkan, sebab karakter manusia sendiri telah dikenal sebagai makhluk yang cenderung kepada konflik dan pertumpahan darah. Namun, Allah Swt juga menegaskan bahwa ada hikmah di balik penciptaan manusia, di mana perang dan konflik menjadi bagian dari tantangan yang dihadapi oleh umat manusia. Keburukan yang muncul dari perang bukanlah alasan bagi Tuhan untuk menyesali penciptaan manusia, tetapi merupakan bagian dari tatanan kehidupan yang lebih besar di mana kebaikan dan kemaslahatan pada akhirnya mengungguli keburukan.

Pemahaman ini mengarahkan kita pada pandangan yang lebih luas tentang eksistensi manusia dan kehidupan di bumi, di mana peperangan, kejahatan, dan keburukan merupakan aspek yang tidak bisa dihindari, tetapi tidak berarti bahwa dunia ini adalah tempat yang sepenuhnya buruk. Justru, dalam konteks ini, manusia diuji untuk memilih jalan yang benar dan memperjuangkan kebaikan meskipun hidup di tengah berbagai tantangan, termasuk perang dan konflik.

Faktor-faktor Pengontrol Perang

Salah satu isu penting dalam topik ini adalah batas kebebasan manusia dalam berperang dan berbuat kerusakan. Apakah Tuhan membiarkan perang dan pertumpahan darah terus terjadi tanpa batas, meskipun itu menghancurkan orang-orang baik dan menghilangkan keadilan? Ataukah kebebasan manusia memiliki batasan sehingga mereka tidak bisa melewati batas tertentu?

Al-Quran menjelaskan bahwa Allah memberi manusia kebebasan untuk memilih jalannya, baik menuju kesempurnaan atau terjerumus dalam dosa. Namun, kebebasan itu tidak begitu luas sehingga manusia bisa melanggar tujuan utama Tuhan dalam penciptaan. Kebebasan diberikan untuk memungkinkan manusia mencapai kesempurnaan, tetapi jika kebebasan ini menyebabkan semua manusia jatuh ke dalam kejahatan, maka tujuan penciptaan tidak akan tercapai.

Dengan demikian, hikmah Ilahi tidak membiarkan kebebasan tanpa batas yang berakhir dengan dominasi penuh kaum perusak atas umat manusia. Jika kejahatan dan kerusakan mengancam untuk memusnahkan jalan kebenaran dan keadilan, Allah akan turun tangan untuk mencegahnya. Dengan cara ini, kebebasan tetap ada, tetapi kebaikan masih bisa bertahan.

Bagaimana Tuhan mengontrol perang dan erusakan?

Allah mengontrol perang dan kerusakan melalui tiga cara utama:

  1. Bencana alam: Terkadang, Tuhan menghukum kaum yang jahat dengan bencana yang menghancurkan mereka secara keseluruhan.
  2. Unsur-unsur alam: Dalam beberapa kasus, Tuhan menggunakan fenomena alam untuk mencegah kerusakan.
  3. Melalui manusia beriman: Tuhan mengutus orang-orang saleh dan mukmin untuk melawan kejahatan dan mencegah kerusakan lebih lanjut melalui perang yang adil.

Namun, tindakan-tindakan ini dilakukan untuk menjaga kesejahteraan umat manusia, sehingga kehidupan tetap berlanjut dengan kebaikan dan berkah yang lebih besar. Jika Tuhan mengalahkan musuh-Nya melalui para nabi-Nya, dunia akan menjadi tempat yang lebih baik, dan kesempurnaan manusia akan terwujud.

Meskipun demikian, kehadiran orang-orang jahat juga memiliki tujuan. Mereka menjadi ujian bagi orang-orang saleh, yang melalui kesabaran dan keteguhan, meraih kesempurnaan dan kedekatan dengan Tuhan. Tanpa adanya kejahatan, banyak jalan untuk meraih kesempurnaan mungkin akan tertutup.

*Disarikan dari buku Perlukah Jihad – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT