Sekali lagi ia melihat kambing yang mati di atas bukit dan menarik nafas panjang. Matahari perlahan-lahan mulai tenggelam. Penggembala dengan sedih menggiring kambing-kambingnya ke kandangnya. Saat seluruh kambing berada di dalam kandang, ia menutup pintu kandang dan memandang anjing gembalaan serta berkata, “Berjagalah, aku akan segera kembali.”
Ia terpaksa setiap harinya melaporkan keadaan gembalaan kepada tuannya. Akan tetapi kali ini ia merasa takut. Ketika tuannya mengetahui bahwa seekor kambingnya mati, akan murka dan menghukumnya. Suara parau tuannya terngiang di telinga, “Penggembala celaka, bila sekali lagi seekor kambingku mati, maka aku akan mengikatmu di pohon dan mencambukmu hingga kulitmu terkelupas!”
Ia gemetar dan berkata dalam dirinya, “Ah, bagaimana aku melaporkan hal ini kepadanya. Aku tidak bersalah. Dari mana aku mengetahui di bawah semak terdapat ular yang sedang bersembunyi dan ingin menyengat kambing.” (Baca: Kehebatan Doa)
Tiba-tiba ia teringat orang yang bercahaya. Seorang yang pada suatu malam menjadi tamunya di padang sahara. Namun ia tidak ingat nama dan tempat tinggalnya. Ia terpaksa pergi ke rumah tuannya.
Kota Madinah perlahan-lahan diselimuti oleh kegelapan. Ia telah melewati beberapa gang. Tiba-tiba matanya tertuju kepada seorang lelaki. Seorang berpakaian putih dan bersorban hijau. Ia melihat sekilas wajahnya yang bercahaya dan dalam hati berkata, “Inilah orang yang malam itu menjadi tamuku. Sebaiknya aku memohon bantuannya.”
Ia maju ke depan, “Assalamu’alaikum, wahai tuan!”
Lelaki yang bercahaya itu berbalik. Penggembala muda itu sedikit ragu, apakah ia lelaki itu? Sangat mirip sekali.
Penggembala berkata, “Tuan, Anda mengenalku?!”
Lelaki itu menjawab, “Tidak.”
Penggembala berkata, “Tuan, aku penggembala. Suatu malam Anda datang dari perjalanan dan kuda Anda terpincang-pincang. Sebulan yang lalu. Malam itu Anda menjadi tamuku. Anda sendiri mengatakan bila engkau ada masalah, datanglah kepadaku. Masih ingatkan Anda? Anda mengatakan seorang lelaki dari Quraisy.” (Baca: 2 Mukjizat Imam Mahdi a.s.)
Lelaki Quraisy tersebut memandang wajah penggembala yang kurus dan terbakar sengatan matahari. Dia menggerakkan kepala dan berkata, “Ikutlah aku.”
Penggembala mengikuti hingga sampai di rumahnya. Lelaki Quraisy membawanya ke ruang tamu dan berkata, “Apa kesulitanmu?”
Penggembala berkata, “Tuanku! Aku seorang penggembala kambing milik orang kaya. Ia sangat mempersulit segala sesuatu. Hari ini salah seekor kambingnya mati. Saat ini aku tidak berani melaporkan kepadanya, karena…”
Lelaki bercahaya berkata, “Jangan takut, pergilah kepada tuanmu dan katakan Husain bin Ali ada perlu denganmu.”
Penggembala ragu, ia pikir tuannya tidak akan datang dan mungkin akan lebih marah karena perbuatan ini.
Lelaki yang ternyata adalah Imam Husain as sekali lagi berkata, “Pergilah dan katakan Husain bin Ali ada perlu denganmu.” (Baca: Keutamaan Abul Fadl Abbas, Putera Ali)
Penggembala itu lalu pergi. Ketika sampai di depan pintu rumah tuannya, ia mengetuk pintu. Beberapa saat kemudian tuannya sendiri yang membuka pintu. Penggembala mengucapkan salam. Suaranya gemetar karena ketakutan. Ia berkata, “Tuan, Husain bin Ali ada perlu dengan Anda.”
Mendengar nama tersebut, tuannya langsung memakai sepatu dan pergi bersama penggembala. Ketika mereka sampai di rumah Imam Husain, mereka mengetuk pintu. Penggembala masih merasa takut. Ia berdiri sedikit menjauh. Imam Husain membuka pintu. Penggembala memandang kepada Imam Husain dan tuannya dari jauh. Imam Husain berbicara sesuatu dan tuannya menganggukkan kepala dengan hormat. Kemudian ia melihat tuannya mencium tangan Imam Husain. Penggembala berkata dalam hati, “Pastilah ia orang besar sehingga tuanku sedemikian rupa hormat kepadanya.”
Tuan penggembala kembali dan menunjukkan kantong kecil penuh uang dirham kepada penggembala dan berkata, “Kini aku tidak lagi menjadi tuanmu. Kamu dan seluruh kambing telah aku jual kepada Husain cucu Rasulullah saw.”
Penggembala dengan keheranan membiarkan mulutnya terbuka, “Hah, bagaimana aku tidak mengenalnya. Dia Husain putera Ali. Seandainya aku mengetahui hal ini lebih cepat.” (Baca: Kebaikan Terbesar, Kecintaan Ahlul Bait a.s.)
Ia segera menghampiri Imam Husain yang sedang berada di pintu dan berkata, “Salam wahai putera Rasulullah. Maafkan aku karena tidak mengenalmu. Aku sangat bergembira sekali bisa berkerja untuk Anda.”
Imam Husain tersenyum dan berkata, “Hai pemuda, malam itu saudaraku Hasan yang menjadi tamumu. Karena penghormatanmu terhadap tamu dan perbuatan baik yang kamu lakukan, aku memberikan imbalannya. Kamu merdeka dan gembalaan kambing menjadi milikmu. Pergi dan ambil gembalaanmu dari orang itu dan hiduplah dengan terhormat.”
Penggembala termangu. Ini tidak dapat dipercaya. Ia dan kebebasan?! Matanya berlinang airmata. Ia bersimpuh dan berkata, “Terima kasih. Selama aku masih hidup, aku tidak akan pernah melalaikan kebaikan Anda.”
Bagaimana adik-adik ceritanya??
Benar, ketika kita berbuat baik kepada orang lain sebenarnya kita telah berbuat baik kepada diri kita sendiri. Lihatlah bagaimana Imam Husein as membalas kebaikan sang penggembala. Seperti itulah akhlak mulia Rasulullah saw dan Ahlul Bait as yang mencerminkan Al-Quran. [*]
Semoga kita mampu meneladani mereka. Sampai jumpa di Kids corner berikutnya…
Baca: “Perjalanan Salman Menemukan Nabi saw.“