Semua pasti sepakat bahwa sesuatu yang suci (muqaddas) secara hakiki adalah Allah swt. Mengapa? Karena, Allah adalah kesempurnaan mutlak. Seluruh keberadaan di alam ini adalah berasal dari-Nya. Alam keberadaan ini penuh dengan kesempurnaan, hayat, qudrat, ilmu. (Baca sebelumnya: Apakah Agama Sumber Pertikaian? -4)
Alam ini seluruhnya adalah kesempurnaan, lantas dari mana diperoleh kesempurnaan ini? Ialah dari wujud kesempurnaan mutlak dan muqaddas. Mengapa Allah muqaddas (yang disucikan)? Karena Dia adalah kesempurnaan. Dia lah sumber kesempurnaan, dan kesempurnaan itu mustahil dapat diruntuhkan, tak mungkin tercoreng. Allah swt berfirrman:
“Allah adalah cahaya seluruh langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah tempat pelita yang di dalamnya ada pelita besar.”(1)
“Penuh berkah nan abadi Allah yang di tangan-Nya segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(2)
Jadi, muqaddas hakiki adalah Allah swt. Sedangkan segala sesuatu mendapatkan kesucian dan keagungan dari-Nya. Bahwa apa yang bernisbat kepada Allah, memperoleh qadasah dan menjadi memilikinya dari Allah. Misalnya, agama hakiki adalah dari Allah, dan Dia adalah Mahasuci. Maka, agama hakiki memperoleh qadasah dari Allah. Kesucian agama adalah qadasah yang diperoleh, sedangkan kesucian Allah adalah esensial. (Baca: Fatimah Putri Nabi dan Wahyu)
Qadasah: Hakiki dan Perolehan
Para rasul dan nabi serta para imam, semuanya memiliki qadasah, tetapi bersifat perolehan. Karena mereka bernisbat kepada Yang Mahasuci swt. Maka mereka mempunyai qadasah perolehan, dikarenakan bernisbat kepada Allah yang berqadasah hakiki. Bahkan, seekor “onta” bisa menjadi sebuah kesucian.
Diterangkan dalam Alquran, bahwa: “Sesungguhnya Aku inilah Tuhan-mu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwâ.(3)
Nabi Musa as ketika melewati tanah (lembah) ini dengan alas kaki, dikatakan kepadanya “Lepaslah sandalmu! Bahwa engkau berada di lembah suci Thuwa.” Lembah Thuwa itu masih ada, di Sina, bukit yang di sana Allah mengajak Musa bin Imran berbicara. Lalu apa yang dimaksud lembah muqaddas itu? Apa nilai dan keistimewaannya, yang hanyalah tanah biasa seperti tanah-tanah lainnya? Ialah karena tempat itu dipenuhi cahaya dari cahaya Allah swt. Dia mencurahkan cahaya ke tempat ini. Sebagaimana firman Allah:
“Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, Dia menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan.”(4)
Tanah (lembah Tuhwa) itu memperoleh qadasah, karena butiran-butirannya terkandung di dalamya dan memuat cahaya dari cahaya Allah, maka butiran-butiran tanah ini menjadi tanah yang suci (muqaddas). Kemudian yang lainnya, seperti “Maqam Ibrahim” adalah tempat suci. Alquran mengatakan:
“Di dalam rumah itu terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqâm Ibrahim.”(5). “Dan jadikanlah sebagian maqâm Ibrahim sebagai tempat salat.”(6)
Maqam Ibrahim adalah tempat yang suci. Karena tempat ini dipijak olehnya yang disebut sebagai Abul anbiya` as, dan di atasnya ia membangun Ka’bah. Karena itu menjadi tempat yang suci. Selain itu, di dalam Syiah Imamiyah di antara perkara-perkara muqaddas atau benda-benda mati yang disucikan, adalah turbah al-Husain as. Mengapa? Sudah tentu tanah Ka’bah adalah yang disucikan, tanah Rasulullah saw, tanah yang menyatu dengan jasad Nabi adalah disucikan. (Baca: Any Quest 1: Arti Hadis Nabi “Salman dari Ahlul Baitku”)
Turbah Imam Husein as
Mengapa turbah al-Husain itu muqaddas? Karena ia adalah tanah yang memuat darah yang mengalir di jalan prinsip-prinsip keagamaan dan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan sebagainya. Turbah al-Husain bahkan sejak zaman Nabi saw, sebagaimana di dalam ash-Shawaiq al-Muhriqah karya Ibnu Hajar, bahwa: “Jibril turun dengan membawa turbah yang memerah. Rasulullah saw bertanya, “Wahai Jibril, tanah merah apakah yang engkau bawa ini?”
Jibril menjawab, “Ini adalah turbah Karbala. Di tanah inilah akan terbunuh cucumu Husein bin Ali!” Rasulullah mengambilnya dan mendekatkannya di mulut beliau, hingga menciumnya, seakan beliau mencium aroma putranya, al-Husein as. Mengalir air mata Rasulullah ke kedua pipinya, sambil mencium turbah yang suci itu. Kemudian beliau mentitipkannya kepada Ummu Salamah. (Baca: Apakah Definisi Sahabat Menurut Madrasah Ahlul Bayt? -Bagian 2)
Beliau berkata, “Wahai Ummu Salamah, ambillah turbah ini dan letakkan di dalam botol. Bila engkau melihat turbah ini berubah menjadi darah yang segar, ketahuilah bahwa sesungguhnya (itu pertanda) bahwa putraku al-Husain telah disembelih di atas tanah Karbala!”
Ummu Salamah terus menjaga turbah suci itu, hingga sampai pada suatu hari, ketika itu ia tidur dan di dalam tidurnya ia melihat Rasulullah dalam keadaan pakaiannya berdebu. ‘Amamah (sorban kepala)nya berdebu, dan di tangannya sebuah botol dan botol itu dipenuhi darah. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang telah terjadi pada diri Anda dan dari manakah Anda datang?”
Beliau menjawab, “Baru saja aku datang dari Karbala! Kini aku melihat putraku al-Husain terhempas di atas tanah, dan darah ini berasal dari urat lehernya..”
Ummu Salamah spontan menjerit, “Ya.. Husein!”
Referensi:
1-(QS: an-Nur 35)
ٱللهُ نُورُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكاةٍ فيها مِصْباحٌ
2-(QS: al-Mulk 1)
تَبارَكَ الَّذي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَ هُوَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَديرٌ
3-(QS: Thaha 12)
فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوادِ الْمُقَدَّسِ طُوىً
4- (QS: al-A’raf 143)
فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَ خَرَّ مُوسى صَعِقاً
5-(QS: Al Imran 97)
فيهِ آياتٌ بَيِّناتٌ مَقامُ إِبْراهيمَ
6-(QS: al-Baqarah 125)
وَ اتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ إِبْرَاهِيْمَ مُصَلًّى
Baca: “Antara Tazkiyah dan Aktivitas Sosial (1)“