Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Antara Tulus dan Ikhlas

Oleh: Dr. Muhsin Labib, MA

Ketulusan kerap kali disamakan dengan keikhlasan. Padahal ketulusan atau tulus menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI merupakan sungguh dan bersih hati atau benar-benar keluar dari hati yang jujur. Pengertian tidak memuat Tuhan sebagai objek Tuhan dan tidak memasukkan motif dan tujuan tunggal mendekatkan diri kepadaNya.

Dalam perspektif pandangan dunia Tauhid dan agama, Ketulusan bukan hanya tidak menetapkan sebuah keuntungan material di balik perbuatan baik kepada sesama manusia, namun tidak mengharapkan apapun sebagai pantulan perbuatan baik kepada sesama manusia.

Ketulusan juga bukan hanya tidak menetapkan sebuah keuntungan material di balik perbuatan baik kepada sesama manusia, namun tidak mengharapkan apapun sebagai pantulan perbuatan baik dalam pengertian, karena perbuatan baik tak hanya terbatas kepada sesama manusia.

Baca: Untaian Nasihat Spiritual Imam Khomeini (1)

Tak hanya itu. Perbuatan baik kepada sesama yang tidak didasarkan kepada kepatuhan Tuhan melalui kesadaran rasional maupun doktrin keagamaan bukanlah perbuatan baik secara hakiki. Dalam faktanya, perbuatan baik kepada sesama tanpa dasar tujuan mematuhi aturan moral Tuhan pastilah didasarkan pada tujuan meraih sesuatu yang bila tidak material secara langsung, misalnya, berkaitan dengan kepuasan diri berupa keuntungan psikis yang secara tidak langsung merupakan keuntungan material.

Sedangkan Keikhlasan dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang diserap dari kata Arab ikhlas serba terma bukan verbal. Kadang kata tulus dan ikhlas digandeng karena dianggap semakna. Kata ikhlas (الاخلاص) dalam bahasa Arab punya dua makna; etimologis (bahasa) dan terminologis (istilah). Secara kebahasaan ikhlas berarti memurnikan, membersihkan dan membebaskan juga mengosongkan. Secara terminologis, ia didefinisikan sebagai membersihkan hati dari selain Tuhan yang merupakan objek tunggal sebagai ekspresi kepatuhan kepadaNya demi mendekatkan diri kepadaNya di balik setiap perbuatan ritual dan sosial.

Bila ketulusan dipahami oleh kebanyakan orang sebagai perbuatan baik kepada sesama manusia tanpa menetapkan raihan keuntungan material di baliknya, maka keikhlasan dapat dijelaskan sebagai perbuatan baik hanya kepada Tuhan secara langsung atau melalui hamba dan Makhluk-Nya yang lazim disebut kebaikan sosial. Dengan kata lain, keikhlasan adalah semua perbuatan baik ritual dan sosial dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan. Atas dasar itu, kata ketulusan dan keikhlasan bukanlah sinonim.

Ikhlas dalam pengertian inilah yang disebut Tauhid fi’li atau mengesakan Tuhan secara aktual. Karena sedikitnya orang yang menjadikan Tauhid sebagai paradigma dalam perbuatan, maka tak heran bila orang-orang ikhlas atau Mukhlisin dianggap kelompok elit kaum mukmin.

Baca: Untaian Nasihat Spiritual Imam Khomeini (2)

Fakta adanya orang-orang yang tak pernah pamrih dalam setiap kebaikan yang dilakukannya cukup menjadi bukti nyata adanya Tuhan yang kepatuhan kepadaNya menjadi tujuan di baliknya melalui agama sebagai aturan dan pedoman cara yang ditetapkanNya. Merekalah orang-orang tulus juga mukhlis alias menafikan selain Tuhan sebagai objek dan tujuan setiap perbuatan baik.

“Kecuali orang-orang yang bertobat dan memperbaiki diri dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan dengan ikhlas (menjalankan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu bersama-sama orang-orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan pahala yang besar kepada orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 146).

No comments

LEAVE A COMMENT