Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Ancaman Modernitas: Bagaimana Islam Melindungi Kesehatan Mental Kita?

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu menuruti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah: 208)

Jika kita memahami bahwa “masuklah kalian” berarti memiliki iman kepada Allah, maka ayat tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang sudah beriman. Mengapa perlu mengajak orang-orang mukmin untuk masuk dalam Islam?

Ayat ini sebenarnya mengajak kita untuk memahami makna yang lebih luas dan penting mengenai masa depan Islam. Melalui pemahaman yang cermat, kita menyadari bahwa perintah “masuklah kalian” mengandung makna eksistensi khusus yang membutuhkan integrasi diri. Ini bukan hanya tentang kondisi psikologis individu mukmin, tetapi panggilan untuk membangun eksistensi konkret, yang melibatkan penyerahan dan ketaatan kepada Sang Pencipta, serta memberikan dasar bagi masyarakat.

Ayat tersebut, pada intinya, mengajak kita untuk mendirikan eksistensi yang nyata, menegaskan karakter penyerahan dan ketaatan kepada Tuhan, serta memberikan fondasi bagi masyarakat yang bergantung padanya. Dengan tangan-Nya, eksistensi ini menjadi nyata, diungkapkan dengan jelas sebagai eksistensi Islam; sebuah misi yang diemban oleh Nabi Muhammad saw untuk mendirikannya dan mengajak umat manusia hidup di bawah panji-panjinya.

Al-Quran tidak hanya ingin seorang muslim menunjukkan ketaatan pribadi kepada Allah, tetapi lebih dari itu, ia menginginkan agar seorang muslim menjadi faktor penting dalam eksistensi Islam, dengan karakter penyerahan dan ketaatan kepada Sang Pencipta. Setelah itu, semua muslim diminta untuk bersatu di bawah eksistensi yang diterima bersama ini.

Kaidah utama adalah sesuatu yang pokok dan esensial dari setiap masyarakat yang berkomitmen untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan, dan kemuliaan. Kaidah ini adalah penggerak yang berasal dari hati dan mengarahkan masyarakat menuju semangat dan kehidupan. Kaidah ini menjaga kesatuan dan solidaritas masyarakat, menjadi dasar dari setiap tindakan, serta melindungi dari penyimpangan dan kemunduran.

Islam menegaskan hakikat ini dengan penegasan praktis, menempatkan iman kepada Allah sebagai kaidah utama dari eksistensi ini, mengajak kita untuk masuk ke dalamnya. Sebab, penyerahan dalam aspek kemasyarakatan merupakan cabang dari iman dan keyakinan terhadap Tuhan sebagai Pengatur. Dengan demikian, Islam hanya mengajak orang-orang mukmin secara khusus untuk masuk dalam perdamaian, menunjukkan bahwa iman adalah syarat utama dari eksistensi ini. Eksistensi Islam, yang berdiri di atas kaidah utama tersebut, adalah keimanan kepada Allah dan keyakinan penuh terhadap ketuhanan-Nya, dengan penyerahan dan ketaatan kepada-Nya, serta menyerahkan kepemimpinan praktis di tangan-Nya. Eksistensi ini adalah satu-satunya yang dapat melaksanakan peran kemanusiaan yang mulia, menjamin kebahagiaan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan kemuliaan.

Hanya Islam yang memiliki kemampuan untuk mengatasi kehinaan dan menyelamatkan masyarakat dari ancaman keraguan akibat kekosongan spiritual dan kepercayaan. Islam juga dapat melindungi masyarakat dari kegelisahan psikologis yang muncul akibat gaya hidup modern yang berpotensi membahayakan, di mana masyarakat terjebak dalam kenikmatan merusak dan perilaku seksual yang menyimpang. Akibatnya, muncul berbagai masalah kesehatan mental yang mencengangkan, menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut, yang pada akhirnya membawa keluarga ke arah kehancuran.

Sains tidak mampu menangani masalah ini, karena kesalahan yang terjadi disebabkan oleh perilaku masyarakat sendiri. Mereka menemukan kesalahan tersebut tercermin jelas dalam peradaban mereka yang terjangkit berbagai penyakit. Meskipun kemajuan modernitas telah mencapai prestasi di bidang transportasi dan kenyamanan hidup, dan meskipun sains modern telah menciptakan kebahagiaan, namun tidak dapat menjamin stabilitas mental, menyelesaikan masalah sosial, atau memberikan fondasi psikologis yang dapat diandalkan oleh manusia.

Dalam konteks ini, manusia memerlukan nilai-nilai tinggi sebagai panduan dan tujuan hidup. Masyarakat membutuhkan nilai-nilai ini setelah menyadari kelemahan nilai-nilai yang dianut oleh peradaban abad ke-20. Peradaban modern materialistik, misalnya, hanya menekankan kenikmatan fisik, produksi besar, dan keuntungan finansial. Namun, semua ini tidak mampu memberikan kebahagiaan yang diharapkan oleh manusia. Tidak ada nilai-nilai tinggi yang sesuai dengan manusia dan dapat menjamin kebahagiaan, stabilitas, serta melindungi dari berbagai penderitaan dan ancaman keraguan dan kekosongan ideologi.

Islam diakui sebagai eksistensi yang dapat memberikan solusi. Penyerahan manusia kepada Allah merupakan kekuatan yang luar biasa, modal yang kuat, dan eksistensi yang efektif. Islam menawarkan kehidupan yang penuh makna, di mana manusia dapat mencapai kebahagiaan dan prestasi. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 122)

*Disadur dari buku Syahadat Kedua – Ayatullah Baqir Sadr

No comments

LEAVE A COMMENT