Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Abadinya Ruh Manusia

Salah satu informasi penting dalam Al-Quran adalah masalah keabadian roh setelah terpisah dari tubuh. Jadi, kematian bukanlah akhir dari kehidupan karena ada kehidupan lain setelahnya, dalam alam yang lebih baik. Kematian adalah gerbang menuju keabadian, dan manusia akan dibimbing ke sana oleh malaikat-malaikat kematian. Kehidupan tidak hanya terbatas pada dunia fana, seperti yang dipercayai oleh beberapa orang yang disebutkan dalam ayat al-Quran, “Kehidupan ini tidak lain hanya kehidupan di dunia saja, di mati dan hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”. (QS. al-Jatsiyah: 24)

Namun, Al-Quran juga menjelaskan bahwa kehidupan manusia itu abadi, dan kematian bukanlah akhir dari segalanya. Mereka yang memandang bahwa roh itu fana menganggap hidup di dunia ini hanya sebagai reaksi fisik dari tubuh, reaksi kimiawi otak, dan sel-sel saraf. Bagi mereka, hidup berakhir ketika sel-sel berhenti berfungsi, dan manusia kembali menjadi benda mati. Jiwa bagi mereka hanyalah reaksi materi; jika organ-organ tubuh tidak lagi menimbulkan reaksi, maka roh pun menjadi tidak aktif dan lenyap. Namun, pandangan materialistis dan mekanistis tentang roh ditolak oleh para filosof dan teosof besar dunia.

Manusia tidak hanya terdiri dari tubuh dan organ-organ materi, tetapi juga dari substansi roh yang akan menyertai tubuh untuk sementara waktu sebelum meninggalkannya menuju tempat yang lebih lembut. Keabadian roh setelah kematian telah diverifikasi melalui bukti filosofis dan penelitian ilmiah. Para filosof seperti Thales, Pitagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles membela gagasan ini. Dalam filsafat Islam, tema keabadian roh tidak lagi menjadi perdebatan. Para filosof seperti Ibnu Sina, Syekh Isyraq Suhrawardi, dan Mulla Shadra telah membawa pemikiran baru tentang tema ini.

Di zaman Renaissance, kaum materialis kembali meragukan persoalan-persoalan metafisika seperti keberadaan Tuhan, malaikat, keabadian roh, dan alam gaib. Namun, dengan kemunculan ilmu pengetahuan spiritualisme, kehilangan semangat kaum materialis tergantikan dengan kemampuan untuk menghubungkan diri dengan roh. Pada awal abad ke-20, tema keabadian roh dan kontak dengan roh telah dapat dibuktikan secara empiris.

Ada ayat-ayat dalam Al-Quran yang menegaskan keabadian roh setelah tubuh hancur. Ada dua jenis ayat yang berbicara tentang hal ini: ayat-ayat yang secara tegas menyatakan kehidupan syuhada setelah kematian mereka, dan ayat-ayat yang mengukuhkan adanya hubungan antara manusia di dunia ini dengan manusia di alam lain. Mereka memiliki pemahaman tentang keadaan mereka dalam alam lain.

Beberapa ayat yang mendukung hal ini disebutkan di bawah ini:

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. al-Baqarah: 154)

Terkadang, tanpa teks akhir ayat yang menyatakan “tetapi kamu tidak menyadarinya”, kehidupan para syuhada dianggap hanya sebagai kehidupan sosial. Namun, bagi mereka yang mencintainya, para pejuang tidak akan pernah mati di hati mereka. Nama mereka akan abadi dan diabadikan dalam sejarah.

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka hidup, di sisi Tuhan mereka mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)

Mereka merasa gembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka, dan mereka bersukacita atas nasib orang-orang yang masih hidup, tanpa rasa takut atau kesedihan.

“Mereka bergembira dengan nikmat dan karunia dari Allah. Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 171)

Ayat-ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa para syuhada hidup, dan bahkan mereka merasakan kenikmatan fisik dan spiritual. Mereka menikmati rezeki dan kegembiraan jiwa.

Di dalam Surah Yasin, orang-orang mukmin hidup. Kisah Nabi Isa mengirim tiga mubalig ke berbagai tempat, namun ajakan mereka ditolak kecuali oleh satu orang yang mengimani mereka, namun ia diserang dan dibunuh. Setelah meninggal, ia mengirim pesan yang direkam dalam ayat al-Quran: “Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah pengakuan keimananku.” Dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga.” Dia berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhan memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.” (QS. Yasin: 25-27).

Surga yang dimasuki orang itu adalah surga barzakh, bukan surga akhirat. Ayat berikutnya mengatakan bahwa kaumnya kemudian meninggal dengan tiba-tiba, tanpa siksaan kecuali satu teriakan saja, dan mereka mati (QS. Yasin: 29).

Neraka diperlihatkan kepada Fir’aun pada pagi dan petang, serta pada hari terjadinya kiamat. Malaikat diperintahkan untuk memasukkan Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras (QS. al-Mukmin: 46). Sebelum tiba hari kiamat, api neraka diperlihatkan kepada mereka tiap pagi dan sore, dan ketika kiamat terjadi, mereka akan merasakan siksaan yang sangat berat. Tanpa frase “pada hari terjadinya kiamat”, paragraf pertama dari ayat tersebut (yaitu “mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang”) belum bisa dipahami. Dengan adanya frase “dan pada hari terjadinya kiamat” dan seterusnya, dapat dipahami bahwa paragraf pertama itu bercerita tentang alam barzakh. Hal ini juga dikuatkan dengan adanya waktu pagi dan sore, karena di hari kiamat tidak ada waktu seperti itu.

Kaum Nuh setelah tenggelam dimasukkan ke dalam neraka karena kesalahan-kesalahan mereka, dan mereka tidak mendapat penolong selain Allah (QS. Nuh: 25).

Selain ayat-ayat yang sangat jelas seperti yang disebutkan sebelumnya, ada juga rangkaian ayat lain yang dapat digunakan sebagai dalil untuk mendukung keabadian roh manusia setelah kematian tubuh. Surah al-Mukminun: 99-100 menyatakan bahwa ketika kematian datang kepada orang-orang kafir, mereka meminta kembali ke dunia untuk berbuat kebaikan yang telah mereka tinggalkan. Namun, mereka ditahan di suatu tempat hingga hari kebangkitan tiba. Tidak mungkin tubuh yang ditahan karena tubuh telah hancur, sehingga yang ditahan adalah roh, menegaskan keabadian roh.

Surah al-An’am: 93 menggambarkan ketakutan orang-orang zalim pada saat sakratul maut, di mana mereka disiksa oleh malaikat. Hal ini menunjukkan adanya kehidupan setelah kematian.

Surah al-Anfal: 50-52 menjelaskan siksaan yang diterima oleh orang-orang kafir oleh para malaikat saat mencabut nyawa mereka, menunjukkan bahwa mereka masih hidup di alam lain setelah meninggal.

Surah Muhammad: 27 juga menunjukkan adanya kehidupan setelah kematian, di mana malaikat mencabut nyawa mereka dan memukul wajah dan punggung mereka.

Semua ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan setelah kematian adalah nyata, dan bahwa roh manusia abadi setelah meninggalkan tubuhnya.

*Disarikan dari buku Urusan Tuhan – Ayatullah Jakfar Subhani

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT