Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta alam, atas segala karunia, baik yang tampak maupun yang tak tampak; yang diketahui maupun yang tak diketahui. Karunia yang memenuhi sekujur badan dari ujung rambut kepala sampai ujung jari kaki; yang mendominasi keberadaan manusia, sehingga sebagian mereka lupa akan karunia-Nya.
Setiap karunia itu baginya merupakan kesempurnaan atau pengantar kepada kesempurnaan, yang adalah dari Allah dan milik-Nya semata.
Hanya bagi Dia lah segala kesempurnaan, dan bahkan Dia lah kesempurnaan yang mutlak. Kata hamd pada kalimat hamdalah tersebut menurut satu pendapat, sinonim dengan madh dan syukr, yang semuanya berarti pujian. Namun, dalam pandangan Ayatullah Sayed Izzuddin Husaini Zanjani bahwa pengertian hamd berbeda dengan pengertian dua kata itu. Penjelasan beliau berangkat dari antonimnya yang adalah la`um (celaan), bahwa celaan terhadap seseorang berlaku dikarenakan perbuatan buruknya yang dia lakukan atas ikhtiarnya. Yakni, dia mempunyai ikhtiar (pilihan) dan mampu meninggalkan keburukan itu, tetapi dia melakukannya. Karena itu ia dicela. Jadi, hamd adalah pujian atas perbuatan baik yang dilakukan dengan ikhtiar. (Baca: Makna Beragam Nama Surah Al-Fatihah)
Si pelaku mendapat (balasan) kebaikan ataupun tidak, atau perbuatan baiknya membawa kebaikan bagi dirinya ataupun tidak, ia menjadi terpuji -dalam arti hamd– ketika melakukan suatu kebaikan atas ikhtiarnya.
Perbedaan Makna antara Hamd, Madh dan Syukr
Ayatullah Sayed Zanjani dalam bukunya, Syarhe Khutbe-e Hazrat Zahra, menjelaskan perbedaan makna antara hamd dan madh serta syukr. Walau semuanya berarti pujian, tetapi masing-masing memiliki makna tersendiri dan penggunaan yang berbeda satu dengan lainnya. Dari penjelasan beliau -yang sedapat penulis pahami- sebagai berikut:
Pertama, hamd berbeda dengan madh melalui dua poin:
1-Ikhtiar si pelaku; yang menjadi dasar bagi pengertian hamd dan membedakannya dari makna madh. Pujian dalam arti madh tidak mensyaratkan adanya ikhtiar. Atau, tak harus perbuatan baik itu bersifat ikhtiari. Pujian madhi berlaku bagi semua tindakan baik, yang dilakukan atas ikhtiar ataupun tidak. Contohnya, air yang bersifat sejuk dan segar, dan membawa kesegaran serta pelepas dahaga. Ialah sifat dan dampaknya yang alami, bukan bersifat ikhtiari. (Baca Pelajaran Akhlak Imam Khamenei: Makna Istigfar)
Misal dalam ungkapan, “Alangkah sejuk dan segar mataair itu!” Pujian ini adalah karena esensinya, yang segar dan menyegarkan, yang bukan pilihannya di dalam menjadi atau tidak menjadi segar, dan memberi atau tidak memberi kesegaran. Jadi, tak dapat dikatakan bagi air, Saya memujinya dalam arti hamd -yang hanya berlaku bagi pelaku yang berikhtiar.
2-Madh mempunyai cakupan yang lebih luas dari hamd. Atau bandingan logis antara keduanya ialah umum-khusus mutlak. Yakni, di dalam proposisi dapat dikatakan: Semua pujian hamdi adalah madh, dan Sebagian atau tak semua- pujian madhi adalah hamd”. Sebagai kesimpulan bahwa hamd adalah pujian terhadap perbuatan baik (ihsan) yang dilakukan atas ikhtiar, walaupun ihsan itu tidak ada kaitannya dengan (kepentingan) si pelaku.
Sedangkan madh adalah pujian terhadap ihsan, terlepas dilakukan atas ikhtiar dia atau tidak, yakni karena sifat esensialnya. (Baca: Makna Azan di Mata Ahlulbait Nabi)
Kedua, hamd juga berbeda dengan syukr melalui dua poin:
1-Syukr adalah kebalikan kufr; bahwa seseorang bersyukur, artinya mengakui -dan memperoleh manfaat dari- karunia yang diberikan kepadanya. Sedangkan kufr ialah mengingkari dan tidak menghargai karunia itu.
2-Syukr adalah (pujian) atas karunia yang sampai kepada diri si pensyukur. Sedangkan hamd adalah pujian terhadap mutlak kebaikan atau karunia, baik sampai ataupun tidak sampai kepada dirinya.
Penempatan Makna Hamdalah
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, akan jelas bagi kita bahwa Alhamdulillah, yang kita ucapkan tidak berarti al-madhu lillah (pujian dalam arti madh). Karena kalimat ini memuat makna tiadanya sifat ikhtiari (yang tak mempunyai pilihan) di dalam berbuat baik (ihsan) atau memberi karunia. Hal ini jelas tidak sesuai dengan keagungan dan kekuasaan Dzat Mahaesa Yang Mahasempurna. (Baca: Makna Islam)
Hamd di dalam kalimat hamdalah itu adalah pujian khusus dan yang tegas terhadap ihsan yang dilakukan atas ikhtiar. Ketika di dalam Alquran, Allah disifati dengan Qahhâr (Yang Mahaperkasa), artinya bahwa Dia tak terpaksa oleh sesuatupun. Dia tidak dalam tekanan apapun di dalam semua tindakan-Nya, melainkan memiliki pilihan dan Dia Mahabijaksana lagi Mahasempurna.
Poin yang dapat dipetik dari ucapan Alhamdulillah ialah makna pengakuan yang terkandung di dalamnya, bahwa ihsan atau semua perbuatan-Nya yang terbaik adalah didasari oleh ikhtiar-Nya, dan tiada determinisme (jabari) sedikitpun di dalam hamdalah itu.
Kalimat Alhamdulillah juga tidak menempati makna asy-syukru lillah. Sebab, syukr adalah pujian atas karunia yang (hanya) sampai kepada diri si pensyukur. Bukan seluruh karunia dan ihsan-Nya bagi segala maujud, termasuk darinya adalah karunia-karunia yang diberikan bagi dia. Hal ini tidak tercakup oleh kalimat syukr.[*]
Baca: Munajat Para Pensyukur Nikmat