Fikih jenazah merupakan salah satu pengetahuan penting yang harus dipersiapkan bagi setiap Muslim dalam rangka menghadapi kematian. Meskipun pelaksanaannya bersifat fardu kifayah, suatu saat kita akan menghadapi orang-orang di sekitar kita yang mengalami sekarat dan tidak ada orang lain yang mengurus jenazah selain kita. Untuk mengantisipasi hal itu, fikih jenazah menjadi wajib dipelajari oleh setiap Muslim.
Pada kesempatan ini Fikih Jenazah Menurut Mazhab Syiah: akan menjelaskan tentang Saat Sekarat & Memandikan Jenazah. Bagian Salat Jenazah dan Menguburkannya dapat dilihat pada postingan berikutnya.
Sekarat
Wajib
Seorang Muslim yang menghadapi salah satu keluarga atau teman dekatnya dalam keadaan sekarat (ihtidhar) wajib hukumnya menghadapkannya ke arah kiblat. Hal itu ialah dengan cara menidurkannya terlentang dalam keadaan kedua telapak kaki dan wajahnya menghadap kiblat.
Selama belum dipindahkan dari tempat sekaratnya, berdasarkan ihtiyath (prinsip kehati-hatian), wajib menghadapkan jenazah ke kiblat. Adapun setelah wafatnya, dan dalam keadaan dimandikan atau dikafani, tidak wajib menghadapkannya ke kiblat.
Mustahab
Selain itu, kita sangat dianjurkan (mustahab) melakukan beberapa hal berikut terhadap orang yang sedang sekarat:
Pertama, menalkinkan dua kalimat syahadat dan ikrar terhadap 12 Imam a.s.,
Kedua, menalkinkan kalimatul faraj
Ketiga, membacakan surah-surah: Yasin, As-Shaffat, dan Al-Ahzab; dan ayat-ayat: Kursi; surah Al-A’raf ayat 54; dan tiga ayat terakhir dari surah Al-Baqarah.
Keempat, kita juga dianjurkan memindahkan orang yang kesulitan dalam melewatkan saat sekarat (ihtidhar) ke tempat yang biasa digunakan untuk salat-salatnya.
Makruh
Kita makruh membiarkan orang yang dalam keadaan ihtidhar sendirian, meletakkan benda berat di atas perutnya, menyertakan orang yang junub dan wanita haid di dekatnya.
Setelah Wafat
Setelah orang yang sekarat wafat, dianjurkan menutupi kedua mata dan mulutnya, mengikat rahangnya, meluruskan kedua tangan dan kakinya, menutupi tubuhnya dengan kain. Apabila terjadi di malam hari, dianjurkan menerangi tempat dia wafat, menyiarkan berita wafatnya kepada kaum Mukminin agar menghadiri jenazahnya dan bersegera dalam mengurus dan memakamkannya.
Memandikan Jenazah
Hukum Memandikan Jenazah
Hukum memandikan setiap jenazah Muslim adalah wajib (kifayah), baik terhadap jenazah dewasa maupun anak-anak, kecuali beberapa kelompok berikut:
- Janin yang gugur sebelum berusia empat bulan,
- Syahid yang gugur di medan perang untuk membela Islam,
- Orang yang dihukum mati dengan qishash atau rajam.
Bagian yang terpisah dari tubuh jenazah sebelum dimandikan apabila tidak mengandung tulang tidak wajib dimandikan melainkan cukup dibungkus dan dimakamkan. Apabila ia mengandung tulang namun tidak mengandung dada, maka dimandikan, dibungkus dan dimakamkan. Apabila ia mengandung dada atau merupakan bagian dari dada, maka harus dimandikan, dikafani, disalati dan dimakamkan.
Apabila ada orang yang meninggal dunia dalam keadaan janabat atau haid, tidak wajib dimandikan dengan mandi janabat atau haid, melainkan cukup hanya dengan mandi jenazah.
Syarat Orang yang Memandikan Jenazah
Orang yang memandikan jenazah harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:
- Akil,
- Berdasarkan ihtiyath wajib balig,
- Mukmin (pengikut dua belas Imam Ahlul Bait),
- Mengetahui hukum mandi,
- Sejenis kelamin dengan jenazah, kecuali jenazah yang tidak lebih dari tiga tahun dan suami-istri,
- Mendapatkan izin dari wali si jenazah.
Cara Memandikan Jenazah
- Jenazah dibersihkan dulu dari segala najis yang ada.
- Dengan niat taqarrub kepada Allah, jenazah dimandikan sebanyak tiga kali; dengan air yang dicampur dengan bidara, dengan air yang dicampur dengan kapur barus dan dengan air murni. Adapun cara memandikannya sama dengan cara mandi (tartibi) janabat.
- Kadar bidara atau kapur tidak boleh terlalu banyak sehingga air keluar dari sifat kemutlakannya.
- Berdasarkan ihtiyath, dianjurkan menghadapkan jenazah ke arah kiblat, seperti dalam keadaan ihtidhar, ketika ia dimandikan, membersihkan seluruh tubuhnya dari najis dan mewudukannya sebelum dimandikan.
- Dianjurkan untuk melemaskan bagian sendi-sendi jenazah dan mewudukannya sebelum dimandikannya.
- Apabila tidak terdapat bidara dan kapur atau salah satu dari keduanya, jenazah dimandikan dengan air murni sebagai ganti dari air bidara atau air kapur.
- Apabila tidak ada air untuk memandikan jenazah, sebagai ganti dari setiap mandi ia ditayamumi satu kali.
Tahnith
- Setelah dimandikan, 7 anggota sujud jenazah (dahi, 2 telapak tangan, 2 lutut dan 2 ujung ibu jari kaki) wajib diolesi dengan kapur barus dan dianjurkan juga mengolesi ujung hidung, ketiak, leher dan sendi-sendi jenazah dengannya.
- Dianjurkan mencapur kapur barus dengan turbah Sayyidusy Syuhada a.s., namun tidak boleh dioleskan ke tempat yang tidak terhormat, seperti ujung ibu jari kaki.
Mengafani Jenazah
Hukum Mengafani Jenazah
- Hukum mengafani setiap jenazah muslim adalah wajib (kifayah), baik terhadap jenazah dewasa atau anak-anak, kecuali janin yang gugur sebelum usia empat bulan.
- Suami bertanggung jawab mengadakan kafan istrinya meskipun istri memiliki harta sendiri.
- Dianjurkan menyiapkan kafan, bidara dan kapur untuk diri sendiri ketika seseorang masih dalam keadaan sehat.
Syarat-Syarat Kafan
Ketiga macam kain yang digunakan untuk mengafani jenazah harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Halal,
- Suci,
- Tidak terbuat dari sutera atau emas, meskipun untuk jenazah wanita,
- Tidak terbuat dari bagian hewan yang tidak halal atau dari kulit bangkai.
Cara Mengafani Jenazah
Jenazah harus dikafani dengan tiga macam kain, yaitu:
- Sarung yang menutupi antara pusar dan lutut,
- Gamis yang, berdasarkan ihtiyath wajib, menutupi kedua bahu sampai separuh betis,
- Kain yang menutupi sekujur tubuh.
Selain tiga macam kain yang wajib, ada beberapa hal berikut:
- Menutupi kedua aurat jenazah dengan kapas yang sudah ditaburi dengan dzarirah dan menyumbat duburnya dengan kapas apabila dihawatirkan keluar sesuatu darinya. Demikian pula menyumbat farji jenazah wanita, khususnya apabila dihawatirkan keluarnya darah nifas dan sejenisnya.
- Satu potong kain dengan panjang 3,5 hasta dan lebar 1 – 1,5 jengkal untuk diikatkan di pinggul jenazah kemudian dibalutkan dengan kencang ke seluruh paha sampai lutut sehingga ujungnya keluar dari bawah kaki ke arah kanan lalu diselipkan di ujung balutan.
- Satu potong kain untuk sorban bagi laki-laki dan kerudung bagi wanita.
- Bagi wanita dianjurkan satu potong kain yang dililitkan pada bagian payudara.
- Kain kafan ditulis padanya doa al-Jawsyan al-Kabir dan pada pinggirnya dituliskan nama si jenazah, bahwa ia bersaksi akan Allah, Nabi Muhammad dan para Imam 12.
6. Dianjurkan meletakkan dua batang kayu yang masih segar (lebih afdhol pohon kurma), paling panjang sehasta dan paling pendek sejengkal, bersama jenazah. Satu diantaranya diletakkan di sebelah kanan jenazah menempel dengan kulitnya dan yang lain diletakkan di sebelah kirinya di atas gamis dan di bawah kain penutup.
Catatan:
- Orang yang mengafani jenazah dianjurkan dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar.
bersambung…
[Dikutip dari buku Fikih Praktis dalam Mazhab Syiah, disusun leh Ustaz Abdullah Abdul Qadir]
Rahmi | 6 November 2022
|
Ass.wr.wb.
Afwan ana mau bertanya, yg memandikan jenazah harus sesuai dengan jenis kelamin jenazah, nah bagaimana dgn yg transgender, yg memandikan itu apakah sesuai jenis kelamin terakhir dia sebelum meninggal?