Imam Musa Kazhim as
Masyarakat mengenal Imam Musa bin Ja’far al-Kazhim ‘alaihissalam seorang ahli ibadah, saleh dan zuhud. Terlebih beliau dikenal dengan nama gelarnya, yaitu al-Kazhim.
Setiap orang yang melihat beliau akan mengatakan: “Ialah orang yang paling ‘abid dan paling zuhud.”
Tak diperselisihkan tentang sifat-sifat mulianya bahkan oleh musuh-musuh Ahlulbait sekalipun.
Inilah Ma’mun Abbasi sedang berbicara tentang ayahnya, Harun Rasyid, yang telah membunuh banyak orang dari Alawiyin dan dari para pengikut imam-imam Ahlulbait –‘alaihimussalam.
bahkan meracuni Imam Musa bin Ja’far al-Kazhim. Dia menukil sisi lain yang akan menyingkap cahaya Imam maksum ini.
Ma’mun pun bertanya kepada orang-orang khususnya dari bani Abbas; “Tahukah kalian, siapa yang telah mengajari aku tasyayu’?”
Semua menjawab, “Sungguh kami tidak tahu”
Dia mengungkapkan, “Harun Rasyid lah yang mengajari aku”
Mereka bertanya, “Mana mungkin, sedangkan dia telah membunuh para pengikut Ahlulbait?”
Ma`mun bercerita, “Aku menyertai dia selama setahun. Dia berkata kepada para pengawalnya, akan datang untuk menemui aku seorang dari penduduk Madinah dan Mekah. Jika tidak, abaikan saja!
Harun telah memberi orang-orang Muhajiri dan Anshari, juga seorang Hasyimi dan Quraisyi, lima ribu dinar. Selain mereka, yang datang diberi hingga duaratus dinar sesuai kedudukan orang itu dan kemuliaannya.
Pada saat itu datang Fadhal bin Rabi’ dan menyampaikan: “Di depan gerbang ada seorang laki mengaku dirinya adalah Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.”
Harun langsung berkata kepada pesuruhnya: “Terimalah dia! Jangan sampai dia turun kecuali di atas permadani.”
Saat Imam masuk dan Harun Rasyid melihatnya, beliau menghendaki kedatangan dirinya di atas keledainya. Harun berkata, “Demi Tuhan, tak perlu Anda turun kecuali di atas permadani yang Anda mau!”
Harun berdiri menyambut beliau dan sangat memuliakannya. Tak pernah sikap dia seperti itu terhadap yang lain. Dia menghadap kepada beliau dengan penuh perhatian dan menanyakan kabar dirinya. Ketika beliau ingin beranjak pergi, dia pun berdiri untuknya dan mengecup kening beliau.
Kemudian Harun menoleh kepadaku dan para penasihatnya, dan berkata: “Hai Abdullah.. Hai Muhaq.. Hai Ibrahim.. Jadilah orang yang siap menerima perintah! Merendah dirilah terhadapnya! Berbarislah dengan berdiri di hadapannya! Antarkan beliau sampai keluar dan pergi! Seperti yang telah kulakukan.” Dan pemberian dari dia untuknya sebesar duaratus dinar.
Aku (Ma`mun) heran dengan perlakuan Harun dalam memuliakan Imam Musa, dan sedikitnya pemberian atasnya. Maka aku bertanya kepada Harun:
“Wahai Amir, siapakah orang yang telah kamu muliakan dan besarkan itu? Kamu memberi tempat yang paling terhormat baginya; dan berdiri untuknya dengan penuh penghormatan kepadanya!?”
“Diaa..!?”, seru Harun. “Dialah imamnya umat ini, hujjah Allah atas seluruh manusia dan khalifatullah bagi hamba-hamba-Nya”
“Bukankah semua sifat itu kepunyaan Anda wahai Amirul mukminin?”, kata Ma`mun.
Harun berkata, “Aku hanyalah seorang pemimpin yang berkuasa atas rakyat. Sedangkan Musa bin Ja’far adalah imam kebenaran. Demi Allah, wahai putraku! Sesungguhnya dia lah yang lebih berhak atas posisiku (sebagai khalifah) ini daripada diriku dan seluruh manusia. Demi Allah, jika kamu membantahku dalam perkara ini, niscaya aku rampas semua yang ada padamu! Karena sesungguhnya kerajaan itu mandul!”
Ma`mun bertanya, “Lantas, apa yang telah menghalangi Anda setelah Anda memberi orang-orang sebesar limaribu dinar, sedangkan untuk dia Anda memberinya jauh lebih sedikit?”
“Diam..! Bukan urusanmu! Diam..!”, bentak Harun. “Keadaan dia (Imam Kazhim) tak punya lebih aku sukai daripada dia menjadi orang kaya. Kefakiran Ahlulbaitnya lebih selamat bagi diriku dan kalian. Kedermawanannya lah yang aku khawatirkan bila suatu hari dia memukul wajahku dengan seribu pedang.”
Demikianlah tersingkap kelaliman dari kenyataannya. Barangkali tersembunyi di mata Ma`mun Yaitu bahwa para imam Ahlulbait yang suci adalah orang-orang dalam kebenaran, yang berhak atas kekhalifahan Rasulullah saw. Akan tetapi dunia adalah kerajaan yang mandul bagi kaum lalim. Mereka membunuh orang-orang saleh dan berusaha membuat mereka hidup sengsara dengan segala cara. Maka siapakah yang menyamai Ahlulbait? Inilah kesaksian musuh-musuh mereka.