Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Amalan Utama 27 Rajab, Titik Temu Ritual Sunnah dan Syiah

Setelah pembahasan malam Raghaib sebelumnya, titik temu Muslim Ahlusunah dan Muslim Syiah dapat kita temukan pula dalam amalan 27 Rajab.

Bagi Muslim Ahlusunah, 27 Rajab merupakan hari agung peristiwa Isra’ dan Mi’raj, sementara bagi Muslim Syiah, hari ini merupakan hari agung peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul, meski sebagian ulama Ahlusunah juga menganggapnya demikian. Kedua sayap Islam ini juga sama-sama meyakini bahwa peristiwa agung Isra’ Mi’raj dan Bi’tsah sebagai peristiwa non-fiksi yang terdapat dalam kitab suci Alquran.

Meskipun ada pemahaman berbeda dalam memandang sejarah tersebut, kedua sayap Islam ini sama-sama merayakannya dengan berbagai amalan-amalan tertentu, baik pada malam 27 Rajab maupun pada siang harinya. Amalan-amalan ini tentu saja bertujuan untuk mengharapkan ganjaran yang besar di akhirat seraya mengharap keberkahan Baginda Muhammad Saw yang di-Isra-Mi’rajkan atau diangkat sebagai Rasul pada 27 Rajab tersebut.

Di Tanah Air, hari ini bahkan dimeriahkan sebagai hari Libur Nasional. (Baca: “Persatuan Sunni-Syiah Dalam Perspektif Imam Khomaini“)

Lalu amalan apa saja yang dianjurkan untuk meningkatkan spiritualitas kita dalam menyambut 27 Rajab ini?

Amalan Pertama: Salat 12 Rakaat

Riwayat Ahlusunah

Imam Ghazali (w. 505 H) dalam Magnum Opus-nya, Ihyâ‘ ‘Ulûmiddin, mengingatkan kepada kita, “Ketahuilah bahwa malam-malam spesial yang sangat dianjurkan untuk dihidupkan dalam satu tahun ada 15 malam yang para pesuluk tidak boleh lengah darinya. Karena malam-malam tersebut adalah musim semi kebajikan dan perniagaan, ketika sang pedagang lengah dari musim-musim tersebut, dia akan merugi dan ketika sang pesuluk lengah dari keutamaan waktu-waktu tersebut, dia tidak lulus. Ke 15 malam ini adalah:

  1. 6 malam di bulan Ramadhan; 5 malam ganjil terakhir yang diharapkan sebagai malam Al-Qadr dan 1 malam lainnya ialah malam ke-17, hari pertemuan dua pasukan, peristiwa perang Badr, yang Ibnu Zubair menganggapnya juga sebagai malam Al-Qadr.
  2. Malam 1 Muharram,
  3. Malam 10 Muharram,
  4. Malam 1 Rajab,
  5. Malam 15 Rajab,
  6. Malam 27 Rajab, yaitu malam Mi’raj. Dianjurkan melaksanakan salat sunnah yang ma’tsur di dalamnya.
  7. Malam 15 Sya’ban, dianjurkan salat sunnah 100 rakaat (akan dibahas pada artikel berikutnya)
  8. Malam Arafah,
  9. Malam Idulfitri dan Iduladha.[1]

Untuk menjelaskan keutamaan malam 27 Rajab (baca: amalan salat sunnah yang ma’tsur), Imam Ghazali melanjutkannya dengan sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, “Malam ini terdapat balasan kebajikan 100 tahun bagi yang mengamalkannya. Barang siapa salat di malam ini sejumlah 12 rakaat dengan membaca al-Fatihah dan salah satu surah Alquran (setiap rakaatnya) lalu setiap 2 rakaat dipisahkan dengan salam dan selepasnya membaca, ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illa Allah wa Allahu Akbar (100 x), lalu istigfar (100 x), bersalawat (100 x), lalu berdoa sepuasnya untuk urusan dunia akhiratnya, kemudian berpuasa esok harinya, niscaya Allah mengabulkan seluruh doanya selain doa untuk bermaksiat.”[2]

Riwayat Syiah

Lalu bagaimana halnya dengan Muslim Syiah dalam memandang 27 Rajab? Adakah amalan khusus pada 27 Rajab ini? Tentu saja ada. Menurut riwayat yang muktabar dari rujukan Muslim Syiah juga terdapat anjuran untuk mendirikan salat 12 rakaat di malam 27 Rajab dan berpuasa di siang harinya.

Dalam kitab Misbah al-Mutahajjad, Syekh Thusi (w. 460 H) meriwayatkan bahwa Imam Abul Hasan a.s. berkata, “Salatlah pada malam 27 Rajab terserah waktunya, sejumlah 12 rakaat dengan membaca al-Fatihah, al-Falaq, an-Nas, dan al-Ikhlas (4 kali). Selesainya, bacalah di tempat itu 4 kali ‘La ilaaha illa Allah, wa Allahu Akbar, wal hamdulillah, wa subhanallah, wa laa haula wala quwwata illa billah.’ Kemudian berdoalah sesukamu.[3] (Baca: “Ternyata Syi’ah dan Ahlussunnah Sependapat“)

Riwayat lain dari Imam Abu Ja’far al-Jawad a.s., “Sesungguhnya di bulan Rajab terdapat sebuah malam yang lebih utama dari bumi dan segala isinya, yaitu malam 27 Rajab. Di pagi harinya Rasulullah Saw diutus mengemban risalah. Sesungguhnya Syiah kami yang mengamalkannya di saat itu akan menerima ganjaran ibadah 60 tahun.” Seseorang bertanya, ‘Amalan apakah itu?’ Beliau menjawab, “Setelah salat Isya, tidurlah sejenak, bangunlah sebelum tengah malam dan dirikanlah salat 12 rakaat. Bacalah surah al-Fatihah dan salah satu surah pendek (salah satu dari surah Muhammad hingga akhir Alquran), lalu setiap 2 rakaat dipisahkan dengan salam dan selepasnya membaca al-Fatihah, al-Falaq, an-Nas, al-Ikhlas, al-Kafirun, al-Qadr dan ayat Kursi masing-masing 7 kali. Setelah itu bacalah doa,

Alhamdulillahil-ladzii lam yattakhidz waladaa, wa lam yakun lahuu syariikun fil mulk, wa lam yakun lahuu waliyyun min-adz-zulli wa kabbirhu takbiran. Allaahumma innii as-aluka bima’aqidi ‘izzika ‘alaa arkaani ‘arsyika wa muntahar-rahmati min kitaabika wa bismikal a’zhamil a’zhamil a’zham, wa dzikrikal a’lal a’lal a’laa, wa bikalimaatikat tammaati an tushalliya ‘alaa Muhammadin wa Aalihi wa an taf’ala bii maa Anta ahluh.

Segala puji bagi Allah yang tidak beranak, tidak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya. Ya Allah, aku memohon-Mu demi kemuliaan pilar-pilar singgasana-Mu, demi rahmat tak terhingga di kitab-Mu, demi nama-Mu yang teragung, demi zikir-Mu yang tertinggi, demi kalimat-kalimat sempurna-Mu. Anugerahkanlah salawat atas Muhammad dan keluarganya, dan perlakukanlah aku sesuai kelayakan menurut-Mu.

Kemudian berdoalah sekehendakmu.[4]

Amalan Kedua: Berpuasa Esok Harinya

Riwayat Ahlusunah

Imam Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi (w. 458 H), seorang penyusun kitab kumpulan hadis berjudul Syu’ab al-Iman, mengutip hadis keutamaan ibadah di malam 27 Rajab dan berpuasa di siang harinya, Rasulullah Saw bersabda, “Di bulan Rajab terdapat suatu hari dan suatu malam yang bagi siapa saja berpuasa dan mendirikan malamnya bagai berpuasa 1 abad, yaitu 27 Rajab yang pada hari itu Allah mengangkat (ba’atsa) Muhammad Saw.”[5]

Imam Ghazali juga mengutip sebuah hadis “Barang siapa berpuasa pada hari 27 Rajab, niscaya Allah catat baginya (pahala) puasa 60 bulan.” Kemudian Imam Ghazali menegaskan, “Inilah malam Allah Swt turunkan Jibril a.s. kepada Muhammad Saw untuk menyampaikan risalah.[6]

Dari jalur Ahlusunah, hadis-hadis keutamaan berpuasa 27 Rajab ini juga disampaikan oleh Syekh Abu Thalib al-Makki (w. 386 H) dalam kitabnya, Qût al-Qulûb fi Mu’amalah al-Mahbûb, dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani (w. 561 H) dalam kitab Al-Gunyah li Thalibiy Tharîq al-Haqqi ‘Azza wa Jalla.

Riwayat Syiah

Sementara dari jalur Syiah, hadis keutamaan berpuasa pada hari 27 Rajab ini disampaikan pula oleh Syekh Thusi dalam kitab Misbah al-Mutahajjad. Rayyan bin Shalt meriwayatkan bahwa selama berada di Baghdad, Imam Muhammad bin Ali al-Jawad a.s. berpuasa di hari 15 Rajab dan 27 Rajab. Seluruh keluarga beliau juga berpuasa di kedua hari tersebut.[7]

Syekh Shaduq (w. 381 H) meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Ja’far as-Shadiq a.s., “Siapa berpuasa pada hari 27 Rajab, niscaya Allah catat baginya pahala puasa 70 tahun.”[8]

Syekh Shaduq (w. 381 H) juga meriwayatkan bahwa Imam Ja’far as-Shadiq a.s. berkata, “Jangan tinggalkan puasa pada hari 27 Rajab, karena hari itulah diturunkan kenabian Muhammad Saw dan pahalanya setara dengan puasa 60 bulan bagi kalian.”[9]

Dari beberapa riwayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa salat 12 rakaat malam 27 Rajab dan berpuasa keesokan harinya sangat dianjurkan, baik oleh ulama kenamaan Ahlusunah maupun Syiah dari masa ke masa. (Baca: “Amalan Umum Bulan Rajab“)

Sebagai penutup, tentu saja artikel ini tidak membatasi amalan pada malam dan hari 27 Rajab hanya sekadar salat 12 rakaat dan puasa semata. Bersedekah, beristigfar dan melakukan amalan baik lainnya pada hari agung ini tentu saja juga memiliki keutamaan yang besar.

Selamat merayakan dan mereguk manisnya keutamaan bulan Rajab walau karihal munafiqun..

Semoga Allah SWT senantiasa berkenan mengaruniakan hidayah dan taufik-Nya bagi segenap kaum Muslimin.

Disclaimer: hadis menurut Muslim Syiah tidak hanya terbatas yang diriwayatkan para sahabat Nabi Muhammad Saw semata, namun juga yang diriwayatkan dari jalur keluarga suci Nabi Muhammad Saw sepeninggal beliau, sebagaimana hadis terkenal dan mutawatir yang disampaikan oleh Rasulullah Saw semasa akhir hayatnya,

“Hai umat manusia, sesungguhnya aku seorang manusia yang tak lama lagi akan datang utusan Tuhanku lalu aku menyambutnya, dan aku tinggalkan di tengah kalian dua pusaka yang berat, yang pertama Kitabullah yang padanya terdapat bimbingan dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan peganglah ia.” Beliau mendorong pada Kitabullah dan mengimbau padanya. Kemudian beliau bersabda, “Dan Ahlulbaitku. Aku ingatkan kalian akan Allah atas Ahlulbaitku, Aku ingatkan kalian akan Allah atas Ahlulbaitku, Aku ingatkan kalian akan Allah atas Ahlulbaitku.”[10] (Baca: “Tata Cara Ziarah Rasulullah Saw dari Jauh“)

Sumber:

[1] Soal keutamaan 15 malam ini juga dikupas oleh Syekh Abu Thalib al-Makki (w. 386 H) dalam kitabnya, Qût al-Qulûb fi Mu’amalah al-Mahbûb, j. 1, h. 189.

[2] Imam Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi (w. 458 H), Syu’ab al-Imân, j. 3, h. 374, hadis 3812, Beirut, Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 2000. Imam Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi (w. 458 H), Kitâb Fadhâil al-Awqât, h. 23, Beirut, Lebanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. 1, 1997. Al-Muttaqi al-Hindi (w. 975 H), Kanz al-‘Ummal, j. 12, h. 312, hadis 35170.

[3] Syekh at-Thaifah Muhammad bin al-Hasan at-Thusi, Misbah al-Mutahajjad, h. 563, Beirut, Lebanon, Muassasah al-A’lami, cet. 1, 1998.

[4] Syekh at-Thaifah Muhammad bin al-Hasan at-Thusi, op.cit, h. 564, Beirut, Lebanon, Muassasah al-A’lami, cet. 1, 1998.

[5] Imam Abu Bakar Ahmad Al-Baihaqi (w. 458 H), Syu’ab al-Imân, j. 3, h. 373-4, hadis 3811, Beirut, Lebanon, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 2000.

[6] Imam Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihyâ’ ‘Ulûmiddin, h. 430, Beirut, Lebanon, Dar Ibn Hazm, cet. 1, 2005. Bandingkan pula dengan Syekh Abdul Qadir al-Jailani (w. 561 H), Al-Gunyah li Thalibiy Tharîq al-Haqqi ‘Azza wa Jalla, j. 1, h. 332, Beirut, Lebanon, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1997.

[7] Syekh at-Thaifah Muhammad bin al-Hasan at-Thusi, op.cit, h. 564, Beirut, Lebanon, Muassasah al-A’lami, cet. 1, 1998.

[8] Syekh as-Shaduq, Amâlî as-Shaduq, h. 419, Beirut, Lebanon, Muassasah al-A’lami, cet. 1, 2009.

[9] Sayid Ali bin Musa bin Thawus, Iqbâl al-A’mâl, j. 3, h. 271-2.

[10] Sahih Muslim, hadis 2408

Baca: “Mutiara Hadis Maksumin as: “Lisan”

 

Latest comment
  • terimakasih telah membagikan page ini sangat membantui dan semoga bermanfaat bagi kita semua amin.

LEAVE A COMMENT