Islam adalah agama universal yang tidak dikhususkan untuk suatu bangsa dan tidak terbatas pada suatu wilayah atau negara tertentu, tetapi ia untuk seluruh manusia pada semua negara, sebagaimana firman-Nya: “Ia (Alquran) tiada lain merupakan peringatan bagi alam semesta.” (QS. at-Takwir: 27)
Islam adalah agama manusia yang terakhir, manusia tidak akan pernah lagi mendapatkan atau menerima risalah selainnya dari langit. Oleh karena itu, Nabi Islam, Muhammad Saw adalah nabi yang terakhir sebagaimana firman-Nya: “Muhammad bukanlah ayah (orang tua) dari salah seorang di antara kalian, namun ia adalah utusan Allah dan nabi terakhir.” (QS. al-Ahzab: 40)
Islam adalah agama yang mencakup seluruh kebutuhan manusia, baik fisik maupun rohani, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat atau anggota keluarga. Islam menciptakan manusia yang mampu berjuang dalam mempertahankan kehidupan dan sebagai seorang abid (ahli ibadah), pencipta perdamaian dan sekaligus pejuang. Jadi, Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Kehidupan manusia bukanlah kehidupan yang statis dan jumud (beku). Ia adalah kehidupan yang dinamis, berubah-ubah. Dinamika dan perubahan ini mencakup semua fenomena kehidupan manusia. Berbagai macam bentuk materi dan hubungan manusia satu sama lain serta pemikiran mereka, merupakan fenomena kehidupan yang berjalan pada kemajuan dan perbaikan. Jika Islam adalah agama universal yang mencakup kehidupan manusia dari berbagai dimensinya dan sisinya, maka ia harus mempunyai sikap tertentu terhadap apa yang muncul dari fenomena kehidupan dan perubahan serta reformasi menuju arah yang lebih baik. Lalu bagaimana sikap Islam?
Sesungguhnya Islam adalah agama manusia yang terakhir, ia ada selama manusia ada di muka bumi. Tetapi keberadaannya sebagai sesuatu yang kekal tidak berarti bahwa ia bersikap negatif terhadap setiap perubahan yang dialami makhluk hidup dan fenomena-fenomena kehidupan mereka. Namun ia justru mengambil sikap yang positif terhadap perubahan-perubahan ini dan mengembangkannya serta memperluas bidang-bidangnya.
Islam mendukung perubahan-perubahan tersebut bila tepat dan mampu membantu manusia dalam kehidupan mereka menuju kemajuan dan kebaikan serta pertumbuhan. Namun Islam pun menolak perubahan-perubahan tersebut dan mencegahnya jika memang justru mempersulit manusia dari mencapai tujuan-tujuan mulia yang diinginkan oleh Allah Swt baginya.
Islam tidak mengekang kehidupan manusia dalam ruang lingkup tertentu, namun Islam justru mendukung kehidupan manusia untuk tetap tumbuh dan berkembang. Dan munculnya perubahan dalam fenomena kehidupan manusia terkadang menjamah alam materi yang mengelilingi manusia dan terkadang juga menyentuh sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik atas kehidupan ini.
Bagian pertama dari perubahan-perubahan akan tampak dari kemajuan besar dalam metode-metode pemanfaatan manusia terhadap alam materi dan penguasaan manusia terhadapnya serta eksploitasinya dalam memperbaiki standar kehidupan sehari-hari. Islam tidak mengambil sikap negatif terhadap kemajuan seperti ini. Bahkan Islam mengajak seorang Muslim untuk menikmatinya dan turut serta menciptakan inovasi dalam bidang-bidangnya. Sebab, Islam bukan musuh dari kemajuan dan kemodernan, justru ia mendorong kepada kemajuan dan kemodernan.
Dan bagian kedua dari perubahan-perubahan muncul dalam sistem-sistem sosial dan ekonomi yang terus tumbuh. Dan sikap Islam terhadap sistem-sistem ini bukanlah sikap penolakan mutlak dan juga bukan penerimaan mutlak; karena Islam, sebagaimana yang telah dikatakan, adalah agama yang mengatur kehidupan manusia seluruhnya.
Jika ada perubahan yang bertentangan dengan hukum-hukum Islam, maka pada akhirnya harus ditolak secara pasti. Adapun perubahan-perubahan yang sesuai dengan hukum-hukum Islam atau tidak bertentangan dengannya, maka Islam pun menerimanya dan memberinya warna islami serta menyempurnakan sisi spiritualnya. Misalnya, Islam tidak menerima pandangan Barat tentang kebinatangan (hayawaniyah) manusia dan materialismenya manusia serta pengesahan atau legalisasi riba, kebebasan seksual, dan sebagainya. Namun Islam tidak melarang para pekerja untuk menciptakan aturan-aturan main yang dapat mengatur diri mereka, di mana mereka bergantung pada organisasi atau lembaga yang mengatur kemaslahatan dan kepentingan mereka.
Dan sebab perbedaan sikap Islam di sini adalah bahwa pandangan-pandangan Barat dalam masalah-masalah pertama bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Adapun pada masalah yang kedua, Islam memberi kebebasan pada pekerja dalam pekerjaannya dan cara memperoleh penghidupannya. Dan ini menjadikan seorang pekerja memiliki kesempatan untuk menggunakan berbagai sarana yang legal, yang menjadikannya mampu untuk memperbaiki taraf kehidupannya; dan kita tidak dapat mencegahnya dari hal itu dengan dalih hal tersebut tidak terdapat di zaman Nabi Saw. Ijtihad merupakan sarana yang diberikan kepada fukaha (para ahli hukum Islam) Muslim untuk mewarnai kehidupan manusia dengan warna Islami.
Demikianlah, Islam merupakan suatu ajaran yang kekal dan berkembang; kekal dalam prinsip-prinsip dan hukum-hukumnya dalam Alquran dan sunah yang sahih, dan tumbuh dalam hukum-hukumnya yang sekunder selama tidak terdapat penjelasan syariat yang sampai kepada kita. Adapun bila terdapat di dalamnya hukum yang umum, maka hukum ini dapat dijadikan acuan untuk mewarnai suatu kondisi khusus dari berbagai macam keadaan.
Nah, di sini penting bagi kita untuk membicarakan tentang suatu pemikiran yang sedang aktual di antara kaum Muslim pada masa ini tentang perkembangan Islam dan bagaimana Islam semestinya. Mereka menganggap bahwa hukum-hukum Islam sendiri harus dikembangkan dan harus diubah sesuai dengan perjalanan kehidupan manusia agar hukum-hukum tersebut tidak tersingkirkan dari panggung kehidupan.
Jadi, Islam sebagaimana yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw, menurut mereka, tidak relevan lagi untuk memecahkan permasalahan kemanusiaan dewasa ini. Jika memang demikian, masih menurut mereka, maka kaum Muslim harus menciptakan Islam dalam bentuk baru yang sesuai dengan realitas kontemporer.
Sumber dari imajinasi dan asumsi ini adalah racun-racun pemikiran yang berasal dari musuh-musuh Islam.Mereka bekerja untuk menyebarkannya di tengah-tengah kaum Muslim dengan harapan mereka berhasil menyingkirkan Islam. Mereka berkeinginan agar Islam tidak diterapkan dalam keadaan apa pun. Islam bukanlah undang-undang positif yang terbatas bidangnya dalam zaman dan tempat; juga bukan buatan manusia yang memiliki wawasan yang terbatas, yang memiliki tujuan yang terbatas. Namun Islam adalah sistem langit yang diwahyukan dari sisi Allah Swt, Pencipta manusia dan dunia dengan segala hal yang membawa manfaat bagi manusia.
Islam telah mencakup segala hal yang membawa kebaikan bagi manusia dan kondisi-kondisinya dalam kehidupan dunia dan akhiratnya seandainya mereka mengikutinya dan berkomitmen terhadapnya dan berjalan di bawah bimbingannya dalam kehidupan mereka. Dan telah terbukti sepanjang sejarah kehidupan, manusia tidak akan mampu memperbaiki kehidupan kecuali dengan Islam, dengan sistem dan undang-undangnya.
Jika memang Islam demikian, maka apa perlunya kita berbicara tentang perubahan Islam dan usaha merenovasinya, serta di mana letak kebenarannya? Jika kita berusaha mengubah Islam sesuai dengan bentuk yang sesuai dengan “kemodernan” dari sistem-sistem politik, sosial, dan ekonomi, maka apa yang kita sisakan darinya? Sesungguhnya, kita telah meniadakan realitas kehidupan dan telah membatasinya dalam benak individu. Dan inilah yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam dan orang-orang Muslim yang tertipu.
Sesungguhnya Islam tidak perlu lagi diubah dan tidak perlu lagi dikembangbiakkan, tetapi manusia harus -jika ia ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia dan mulia- menerapkan Islam dalam dirinya sebagai individu, sebagai keluarga, dan sebagai masyarakat, sehingga Islam pun mampu menjamah segala aspek kehidupannya.
Karena Islam tidak hadir untuk membenarkan kehidupan manusia yang penuh kerusakan dan kemunduran, tetapi Islam hadir untuk mendidik manusia dan membangkitkannya menuju tujuan yang mulia dan tinggi yang diinginkan Allah Swt.
Selanjutnya, mereka yang memaksakan diri untuk mengubah Islam pada masa ini adalah juga seperti orang-orang di masa Nabi Saw dan di masa-masa dahulu. Merekalah orang-orang yang menyimpangkan kitab-kitab Allah dengan harga yang sangat murah karena mereka tertipu oleh iming-iming pesona kehidupan dunia. Allah Swt telah berbicara tentang mereka dalam firman-Nya: “Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan, ‘Ia (yang dibaca itu) dari sisi Allah’, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (QS: Ali Imran: 78).
*Disadur dari buku Syahadat Kedua – Ayatullah Baqir Sadr