Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Akhlak Mulia (3/Selesai)

Kedua, dua kisah menarik mengenai kemuliaan akhlak Rasulullah SAW sebagai berikut;

Kisah pertama, diriwayatkan dengan sanad yang sempurna dari Aban Al-Ahmar dari Imam Jafar as-Shadiq as bahwa suatu hari seorang pria datang kepada Rasulullah SAW dan memberi beliau uang 12 dirham karena baju beliau terlihat sangat usang. Beliau kemudian berkat, “Wahai Ali, ambillah uang dirham ini lalu belikan aku baju untuk aku pakai.” (Baca sebelumnya: Akhlak Mulia – 2)

Ali berkisah: “Aku lantas pergi ke pasar dan membelikan untuk beliau gamis seharga 12 dirham kemudian mendatangi beliau. Beliau memandangnya lalu berkata, ‘Wahai Ali, bukan ini yang lebih aku sukai. Dapatkah penjualnya membatalkan jual beli ini?’ Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu.’ Beliau berkata, ‘Lihatlah.’ Aku lantas mendatangi penjualnya dan berkata kepadanya, ‘Rasulullah SAW tidak menyukai ini, beliau menginginkan yang lebih sederhana dari ini.’ Penjualnya pun rela membatalkan jual beli dan mengembalikan uang beberapa dirham itu. Aku mendatangi beliau dan beliaupun lantas menyertaiku ke pasar untuk membeli gamis.

“Dalam perjalanan beliau melihat seorang wanita hamba sahaya duduk menangis. Beliau bertanya, ‘Apa yang terjadi padamu?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, juraganku memberiku uang empat dirham untuk membelikannya suatu kebutuhan, tapi uang itu hilang sehingga aku tak berani pulang.’ Beliau memberinya uang empat dirham dan berkata kepadanya, ‘Pulanglah ke juraganmu.’ (Baca: Ayatullah al-Uzhma Haji Syekh Husain Mazhahiri)

“Beliau melanjutkan perjalanan ke pasar lalu membeli gamis seharga empat dirham kemudian memakainya dan bersyukur kepada Allah. Beliau kemudian keluar dan melihat ada seorang pria tak berpakaian berkata, ‘Siapa yang memberiku pakaian maka semoga Allah memberinya pakaian surga.’ Beliau membuka gamis yang dibelinya dan mengenakannya kepada peminta itu, lalu kembali ke pasar dan membeli gamis lagi dengan uang empat dirham yang tersisa kemudian bersyukur kepada Allah.

“Dalam perjalanan pulang beliau melihat hamba sahaya tadi masih menangis di jalan. Beliau bertanya, ‘Mengapa kamu tidak mendatangi juraganmu?’ Dia menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku terlambat datang sehingga aku takut mereka akan memukulku.’ Beliau berkata, ‘Marilah aku antar dan tunjukkan kepadaku juraganmu.’ Beliau berjalan hingga tepat di depan pintu juragan hambaha sahaya itu. Beliau berseru, ‘Assalamu’alaikum, wahai pemilik rumah.’ Tapi tidak ada jawab sehingga beliau mengulanginya sampai dua kali, dan baru kemudian mereka menjawab; ‘Alaikassalam wa rahmatullahi wa barakatuh, wahai Rasulullah.’ (Baca: Mereka yang Tidak Peduli Nasib Sesama)

“Beliau berkata, ‘Mengapa kalian tidak menjawab salam pertama dan keduaku?’ Mereka menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kami mendengar ucapan salammu sehingga kami ingin mendengarnya lebih banyak.’ Beliau berkata, ‘Hamba sahaya itu telah datang terlambat kepada kalian, tapi janganlah kalian menyakitinya.’ Mereka menjawab, ‘Wahai Rasulullah, hamba sahaya ini telah bebas karena dia telah berjalan bersamamu.’ Beliau bersabda;

الحمد لله : ما رأيت اثني عشر درهماً أعظم بركة من هذه : كسا الله بها عريانين، وأعتق نسمة.

‘Segala puji bagi Allah, aku belum pernah melihat uang 12 dirham yang lebih berkah dari ini. Dengannya Allah menutup dua orang yang tak bergaun dan dengannya aku membebaskan satu jiwa.’”[1]

Kisah kedua, dari Imam Musa Al-Kadhim as dari para leluhurnya dari Imam Ali as bahwa suatu hari seorang pria Yahudi menagih uang beberapa dirham kepada Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Wahai pria Yahudi, aku belum memiliki apa yang harus aku berikan kepadamu.” Pria iitu berkata, “Sungguh aku tidak meninggalkanmu, wahai Muhammad, sebelum kamu melunasinya, maka biarlah aku menyertaimu.” (Baca: Pendidikan Agama Anak di Keluarga Menurut Al-Quran – 1)

Pria itu lantas menyertai beliau hingga waktu shalat Dhuhur, Asar, Maghrib, Isyak, dan bahkan Subuh. Para sahabat beliau kesal kepada pria itu sehingga mencoba menghardik dan mengancamnya, tapi beliau kemudian memandang mereka dan bertanya, “Apa yang kalian perbuat?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, patuhkah orang Yahudi mengurungmu.”

Beliau menjawab;

لم يبعثني ربِّي عزَّوجلَّ بأن أظلم معاهداً ولا غيره.

“Tuhanku Azza wa Jalla tidaklah mengutusku untuk menzalimi orang yang menjalin perjanjian maupun selainnya.”

Tengah hari kemudian pria hartawan Yahudi itu mengucapkan kalimat syahadat, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan dia telah membagi uangku di jalan Allah. Demi Allah, apa yang aku lakukan ini tak lain agar aku dapat melihat ciri-cirimu seperti yang tertera dalam Taurat karena sesungguhnya aku telah membaca ciri-cirimu dalam Taurat; Muhammad bin Abdullah adalah kelahiran Mekkah, berhijrah darinya dengan santun, bukan dengan keras, kasar, cetus, dan lumuran keji, ataupun perkataan yang mendengus. Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah, maka hukumilah uangku itu dengan apa yang telah diturunkan Allah.”[2]

(Selesai)

[1] Al-Khishal, hal. 490 – 491.

[2] Bihar Al-Anwar, jilid 16, hal. 216 – 217.

Baca: “Bagaimana Keluarga Mempengaruhi Kehidupan Manusia? (Bag 1)

 

No comments

LEAVE A COMMENT