Visi keimanan (basirah) itu perangkat penerang dan pemandu insan beriman menuju jalan lurus. Kerja visi keimanan dalam hati, serupa cahaya benderang dalam gelap pekat agar ia dapat melihat jalan dengan jelas tanpa perlu mereka-reka jalan itu. Allah Swt berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللهَ وَءَامِنُواْ بِرَسُولِهِۦ يُؤۡتِكُمۡ كِفۡلَيۡنِ مِن رَّحۡمَتِهِۦ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ نُورٗا تَمۡشُونَ بِهِۦ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ وَٱللهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hadid [57]: 28)
Visi keimanan itulah cahaya yang Allah Swt tanamkan pada jejiwa kaum beriman yang ikhlas, yaitu: orang-orang yang hati mereka hanya terpaut kepada Allah Swt semata. Sehingga mereka mampu membedakan antara benar dan batil; menyaksikan cahaya sebagai cahaya dan gelap sebagai kegelapan.
Baca: Tafsir: Pertanda Lemah Iman
Visi keimanan inilah yang dapat menyingkap hakikat segala sesuatu, sehingga seorang Mukmin dapat melihat apa adanya. Dia menyaksikan dunia tanpa hiasan atau aneka dekorasi gemerlapnya sebagaimana hiasan yang disematkan setan kepada orang-orang sesat dan lemah imannya.
Allah Swt berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا وَيُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۗ وَٱللهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar.” (Q.S. al-Anfal [8]: 29)
4 Komponen Utama Visi Keimanan
Ada sejumlah faktor yang berperan dalam menguatkan visi keimanan dan kesadaran bagi seorang insan:
1. Perangkat Pengetahuan Jalan Menuju Allah.
Seorang insan terlahir di dunia ini bagaikan kertas putih yang kosong dari pengetahuan dan ilmu. Pada diri seorang insan tersedia potensi kesiapan untuk meraih pelbagai ilmu pengetahuan itu. Inilah yang disebut sebagai fitrah. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah Swt,
وَٱللهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (Q.S. an-Nahl [16]: 78)
Baca: Iman itu Ada 4 Perkara
Karena itu, seorang insan mesti mengoptimalkan seluruh indra ini sebagai perangkat dalam ketaatan kepada Allah Swt.
Alquran menyatakan bahwa indra yang tidak digunakan untuk mengenali Allah Swt sebenar-benarnya, niscaya menjatuhkannya kepada level hewan atau lebih buruk dari itu.
Allah Swt berfirman,
وَلَقَدۡ ذَرَأۡنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِۖ لَهُمۡ قُلُوبٞ لَّا يَفۡقَهُونَ بِهَا وَلَهُمۡ أَعۡيُنٞ لَّا يُبۡصِرُونَ بِهَا وَلَهُمۡ ءَاذَانٞ لَّا يَسۡمَعُونَ بِهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡغَٰفِلُونَ
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (Q.S. al-A’raf [7]:179)
Mereka yang tidak menggunakan indra anggota tubuh ini untuk memperoleh petunjuk diserupakan sebagai hewan ternak, bahkan lebih hina dari itu. Indra yang telah ternodai dengan pembangkangan terhadap Allah Swt akan mengikis dan menumpulkan fitrah seorang insan untuk menerima cahaya dan kebenaran.
Baca: Serangkaian Pesan dan Tuntunan Praktis Al-Quran dalam Wejangan Imam Ali Khamenei
2. Dua Pusaka Sebagai Jalan Hidup.
Perangkat yang ada belumlah memadai untuk membentuk visi yang jernih. Ia memerlukan suatu metode atau sistem pemikiran yang paripurna sebagai rujukan kita dalam mengidentifikasi pelbagai perkara yang samar dan pelik. Kita harus menentukan pilihan yang tepat dengan suatu metode yang bebas dari kesalahan. Karena jika tidak demikian, kita tidak dapat menjadikannya sebagai pegangan dan panduan.
Metode tersebut tidak lain hanyalah risalah ilahi yang dibawa oleh para nabi –salam atas mereka. Metode yang teragung dan terutama ialah metode yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw berupa dua pusaka suci: Alquran dan Ahlulbaitnya.
Pesan Imam Musa al-Kazhim a.s. kepada Hisyam bin al-Hakam, “Wahai Hisyam, Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya kepada para hamba-Nya hanyalah agar mengenali Allah Swt. Yang terbaik dari mereka itu adalah mereka yang terbaik dalam makrifat kepada-Nya. Yang paling mengetahui perkara Allah itua dalah mereka yang terbaik akalnya. Yang paling sempurna akalnya dari mereka itu adalah mereka yang paling tinggi derajatnya di dunia dan akhirat. Wahai Hisyam, sejatinya Allah memiliki dua hujah atas manusia: hujah yang tampil itu adalah dan hujah yang tersimpan. Hujah yang tampil itu para rasul, nabi dan para imam –salam atas mereka.”
3. Pengalaman.
Pengalaman itu bisa berasal dari kita sendiri atau orang lain. Itulah guru yang sukses dan berguna bagi kita. Orang-orang yang sukses itu adalah orang-orang yang memanfaatkan pengalaman mereka, dalam kegagalan maupun keberuntungan, secara maksimal.
Karena itu, sejumlah riwayat dari Imam Ali a.s. menjelaskan betapa pentingnya pengalaman bagi kita. Ia merupakan sumber yang membentuk makrifat, kesadaran serta visi (basirah) pada diri seseorang.
Imam Ali a.s. berkata,
“Pada pengalaman itu terdapat ilmu yang berulang.
Pengalaman itu ilmu yang bermanfaat.”
Pesan Imam Ali a.s. kepada al-Hasan a.s. putranya, “Aku cepat-cepat mendidikmu sebelum hatimu menjadi keras dan pikiranmu sibuk, agar engkau siap menerima dengan akal berupa hasil pengalaman orang lain dan engkau tidak perlu mengalaminya sendiri. Dengan begitu, engkau tidak perlu sukar mencarinya dan sulit mengalaminya.”
Sesiapa belum mengalami sesuatu, ia akan teperdaya. Sesiapa menerjang kebenaran, niscaya dia diterjang.
Sesiapa berpegang pada pengalaman, niscaya selamat dari kegagalan.
Sesiapa kaya pengalaman, niscaya selamat dari bahaya.
Pandangan seseorang diukur dari pengalamannya.
4. Penguatan Hubungan dengan Allah Swt.
Perangkat pengetahuan berupa pendengaran, penglihatan, dan akal; metode pemikiran dan praktis yang diwakili oleh akidah, syariat, dan petunjuk dua pusaka: (Alquran dan Ahlulbait) dan pengalaman manusia yang menuntun gerak manusia dalam kehidupan, semua itu belum mampu membentuk kesadaran dan visi keimanan. Semua itu hanya dapat dikokohkan fondasinya dengan penguatan hubungan dengan Allah Swt, yaitu melalui makrifat-Nya, menaati-Nya, menaati Rasul-Nya dan Ulil Amr pelanjut Rasul-Nya.
Allah Swt berfirman,
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. al-‘Ankabut [29]: 69)
Baca: Fanatisme yang Terpuji dan Tercela
Petunjuk ini tiada lain merupakan petunjuk menuju visi keimanan (basirah).
Ayat lain juga menyatakan,
وَٱتَّقُواْ ٱللهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللهُۗ وَٱللهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
“Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S al-Baqarah [2]: 282)
Ketakwaan berupa menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah Swt dan senantiasa waspada dalam memelihara kesucian diri ini menghasilkan visi keimanan dalam diri seorang insan.
Sebagai ayat penutup ialah firman Allah Swt,
نَّحۡنُ نَقُصُّ عَلَيۡكَ نَبَأَهُم بِٱلۡحَقِّۚ إِنَّهُمۡ فِتۡيَةٌ ءَامَنُواْ بِرَبِّهِمۡ وَزِدۡنَٰهُمۡ هُدٗى
“Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 13)
Dengan keempat komponen tersebut kiranya kita dapat memperoleh visi keimanan kita dalam seluruh aspek kehidupan kita sehingga meraih kebahagiaan dunia dan akhirat kita. Wallahu a’lam.
Disadur dari buku Inna Ma’iya Labashirati, Dar al-Ma’arif al-Islamiyyah