Salah satu keutamaan Sayidah Khadijah adalah karena ia telah mengasuh dan merawat Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Hal ini menjadi sebuah keistimewaan yang patut dibanggakan, karena Imam Ali membutuhkan sosok pengasuh yang khusus, suci dan disucikan dari segala dosa dan kesalahan. Kecuali pada diri Khadijah dan Rasulullah Saw, tidak akan mudah didapatkan sosok pengasuh yang demikian.
Sayidah Khadijah dan Fathimah binti Asad keduanya mempunyai keutamaan dan kemuliaan karena telah turut mengasuh Imam Ali. Abu Thalib dan Fathimah binti Asad telah mengasuh Rasulullah Saw sebagaimana Rasulullah dan Khadijah mengasuh Imam Ali. Hal ini diceritakan dalam beberapa kitab seperti Tarikh al-Thabari, al-Baladzuri, Tafsir al-Tsa’labi, al-Wahidi, Syaraf al-Nabi, Arba’in al-Khawarizmi, Darajat Mahfudz al-Basti, Maghazi Muhammad bin Ishaq, dan Ma’rifati Abi Yusuf al-Niswi. Mereka menyebutkan bahwa Rasulullah Saw telah mengambil Ali bin Abi Thalib saat berusia enam tahun; sebagaimana usia Rasulullah saat diasuh Abu Thalib. Dia diasuh Khadijah dan Rasulullah Saw hingga datangnya Islam dan pendidikan mereka lebih baik dari pendidikan Abu Thalib dan Fathimah binti Asad. Dia selalu bersama Rasulullah hingga beliau wafat.
Baca: Berkah Makanan Sayyidah Khadijah a.s.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Aku telah memilih orang yang telah dipilih Allah untukku yaitu Ali bin Abi Thalib” (al-Manaqib, 1/27). Riwayat ini juga dikutip oleh al-Majlisi dalam al-Bihar.
Al-Ba’uni al-Syafi’i meriwayatkan bahwa suatu hari, Abu Thalib berkata pada istrinya, Fathimah binti Asad: “Wahai Fathimah, aku tidak melihat Ali datang membawa makanan untuk kita?” Lalu istrinya berkata: “Khadijah binti Khuwailid telah mendidiknya (tataallafathu).” Lalu Abu Thalib berkata: “Demi Allah, aku tidak akan makan jika makanan itu tidak dibawa Ali.” Fathimah segera memanggil Jakfar dan berkata: “Sampaikan padanya apa yang dituturkan ayahnya dan suruh dia segera pulang.” Lalu dia pergi ke rumah Khadijah. Sesampainya di sana, dia menyampaikan itu kepadanya dan menyuruhnya pulang. (Jawahir al-Mathalib fi Manaqib Ali bin Abi Thalib, 1/39)
Dalam sebuah kutipan dari Taj al-‘Arus, Al-Zubaidi menjelaskan bahwa kata “tataallafathu”, seperti yang diucapkan oleh Fathimah binti Asad, berarti memperhatikan dan berbicara dengan baik kepada seseorang sehingga hati mereka cenderung pada kita. Dari perkataan Fathimah binti Asad, dapat disimpulkan bahwa Khadijah sangat menyayangi Imam Ali bin Ali Thalib. Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan bahwa Imam Ali bin Thalib dibesarkan di rumah Khadijah dan kemudian menikah dengan putrinya, Fathimah. Karenanya, Ahlulbait Nabi kembali kepada Imam Ali, bukan pada istri Nabi yang lain.
Orang Pertama yang Membaiat Imam Ali bin Abi Thalib
Dalam pembicaraan tentang pembaiatan dan perwalian Rasulullah, terdapat banyak ulama dan sahabat para imam suci yang menganggap perwalian terhadap para imam suci sebagai salah satu rukun agama. Menurut Taqi al-Qumi, arti imamah adalah keyakinan bahwa Imam Ali dan anak-anaknya yang maksum adalah pemimpin umat setelah Rasulullah, tanpa jeda. Dan orang pertama yang melaksanakan perintah Tuhan adalah Khadijah, di mana Rasulullah memerintahkannya untuk membaiat Imam Ali. Ini merupakan keutamaan Khadijah yang paling agung.
Peristiwa pembaiatan tersebut terjadi setelah Khadijah dan Imam Ali masuk Islam. Rasulullah memanggil mereka dan menyuruh mereka untuk melakukan baiat Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat. Khadijah dan Imam Ali menurut dan mematuhinya. Rasulullah juga menyatakan bahwa Islam memiliki beberapa syarat dan perjanjian, dan salah satunya adalah mengucapkan kalimat syahadat.
Ibnu Thawus meriwayatkan dari Isa al-Mustafad, bahwa Musa bin Jakfar a.s. bertanya pada Abi Jakfar bin Muhammad a.s. tentang awal mula Islam, serta cara keislaman Imam Ali dan Khadijah. Dia berkata: ”Ayahku berkata padaku bahwa setelah Khadijah dan Imam Ali masuk Islam, Rasulullah Saw memanggil mereka dan berkata, ‘Wahai Ali dan Khadijah, kalian telah masuk Islam dan menyerahkan diri kalian pada Allah Swt. Sekarang Jibril berada di sisiku. Dia memanggil kalian untuk melakukan baiat Islam. Karena itu, tunduklah. Niscaya kalian akan selamat; dan patuhlah, niscaya kalian akan mendapat petunjuk.’”
Lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah, kami akan tunduk dan mematuhinya.” Rasulullah Saw kembali berkata, “Jibril berada di sisiku dan berkata kepada kalian bahwa sesungguhnya Islam memiliki beberapa syarat dan perjanjian. Maka mulailah dengan syarat Allah yang diberikan pada diri-Nya dan Rasul–Nya, yaitu mengucapkan kalimat: Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarakalahu wa asyhadu anna muhammadan abdahu warasuluhu arsalahu ilan nasi kafatan baina yadayya al-sa’ah wanasyhadu annallaha yuhyi wayumitu wayarfa’u wayadha’u wayughni wayufqiru wayafalu ma yasya’u wayab’atsu man fil qubur (kami bersaksi bahwa tak ada tuhan selain Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba, dan utusan-Nya yang diutus kepada seluruh umat manusia. Dan kami bersaksi bahwa Allah Swt adalah Zat yang Maha Menghidupkan dan Mematikan, yang Maha Memuliakan dan Menghinakan, serta Mahakuasa untuk menjadikan kaya dan miskin. Dia melakukan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, serta berkuasa membangkitkan manusia dari alam kubur).”
Lalu mereka mengucapkan itu di hadapan Rasulullah Saw. Beliau lalu berkata: “Sempurnakan wudu kalian, lakukanlah mandi junub, baik dalam keadaan dingin maupun panas, lakukanlah salat, keluarkanlah zakat dan berikan pada mustahiknya, lakukan ibadah haji, berpuasalah di bulan Ramadan, lakukan jihad di jalan Allah, berbaktilah pada kedua orang tua, lakukanlah silaturahmi, berbuatlah adil kepada rakyat, serahkanlah hal-hal yang samar kepada imam karena tak ada kesamaran baginya, patuhlah pada ulul amri setelahku, kenalilah dia, baik semasa hidupku maupun setelah wafatku, serta para imam suci setelahnya, walikan para wali-wali Allah, jauhi seluruh musuh-musuh-Nya, dan bebaskan diri kalian dari setan terkutuk beserta golongan dan pengikutnya, hiduplah dalam agama dan sunahku beserta agama dan sunah penerima wasiatku hingga hari Kiamat, matilah dengan semua itu, serta tinggalkanlah minuman keras. Wahai Khadijah, apakah engkau telah memahami apa yang telah disyaratkan Allah untukmu?”
Dia menjawab: “Ya, aku telah beriman, percaya, rela, dan menerima itu.”
Kemudian Imam Ali berkata: “Begitu pula denganku?”
Rasulullah saw berkata: “Wahai Ali, baiatlah aku sesuai apa yang Allah syaratkan padamu.”
Imam Ali berkata: “Rasulullah Saw kemudian meletakkan telapak tangannya di telapak tangan Imam Ali, seraya berkata: ‘Wahai Ali, baiatlah aku sesuai apa yang telah disyaratkan Allah padamu dan laranglah aku seperti apa yang kau larang pada dirimu?’”
Mendengar perkataan Rasulullah Saw itu, Imam Ali menangis seraya berkata: “Demi ayah dan ibuku, tiada daya dan kekuatan kecuali hanya kekuatan Allah.”
Rasulullah saw berkata: “Wahai Ali, engkau sungguh telah memperoleh petunjuk dan kebaikan dari Allah?“
Kemudian Rasulullah Saw berkata: “Wahai Khadijah, Ali adalah pemimpinmu (maulaka) dan pemimpin seluruh kaum muslimin serta imam mereka setelahku.”
Lalu Khadijah berkata: “Wahai Rasulullah, aku telah membaiatnya sesuai dengan apa yang kau perintahkan padaku dan aku menjadikan Allah beserta dirimu sebagai saksi tentang itu, dan cukuplah Allah menjadi saksi dan mengetahui.” (al-Tharaf, hal. 4)
Baca: Video: PERGINYA CINTA PERTAMA NABI SAW
Riwayat tersebut juga dituturkan Allamah al-Majlisi dalam al-Bihar pada jilid 18, hal. 232, al-Hilli dalam Itsbatu al-Hudah, 1/641, dalam Wasail al-Syi’ah jil. 1, hal. 281, dan Ali al-Amili al-Bayadhi dalam al-shiratha al-Mustaqim, jil. 2/88.
*Dikutip dari buku Bunda Agung Siti Khadijah, Isteri Rasulullah Saw – Ghalib Abdu AI-Ridha