Ahmad terlihat sangat bahagia membantu ayahnya menarik kambing menuju ke masjid. Sambil memegang kambing, Ahmad bertanya kepada ayahnya, “Ayah kenapa kita hanya berkurban pada bulan Dzulhijjah saja? Seandainya kita berkurban setiap bulan pasti fakir miskin lebih bahagia.
Sang ayah tersenyum dan menjawab, “Ahmad putraku! Berkurban itu tidak hanya mengajarkan kita untuk berbagi, tapi juga mengingatkan kita terhadap sebuah ujian yang diberikan kepada dua nabi Ulul Azmi, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s. Ketika Nabi Ismail a.s. sampai pada usia baligh, Nabi Ibrahim a.s. berkata, “Wahai puteraku! Aku bermimpi dan diperintahkan untuk menyembelihmu sebagai kurban.”
Nabi Ismail a.s. pun menyatakan kesediaan dan kesetiaannya terhadap perintah Allah swt. melalui sang ayah.
Berkurban yakni memutuskan ikatan hati terhadap hal-hal duniawi, hawa nafsu, dan segala kepemilikan, termasuk harta dan anak yang kita cintai, tunduk dan berserah diri sepenuhnya di hadapan perintah Zat yang paling tercinta, dan bahkan bersedia mengorbankan segalanya.
Dari sinilah, Nabi Ibrahim a.s. meraih kedudukan Khalilullah (Kekasih Allah). Itulah tujuan lain dari berkurban.”
“Bagaimana sudah jelas putraku?” tanya ayah.
“Jelas, ayah,” sahut Ahmad.
Tentunya adik-adik di rumah sudah mengerti juga kenapa kita berkurban di bulan Dzulhijjah.
Setiap dari kita harus berusaha sampai pada derajat penyerahan diri kepada Allah swt. Tujuan dari Hari Raya Kurban adalah penghambaan dan pengorbanan, yaitu mengorbankan apa yang kita miliki dan cintai demi memperoleh keridhaan Allah swt. Pada hari raya ini, Allah swt menurunkan rahmat-Nya yang khusus kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas berkurban dan menghambakan diri kepada-Nya.
Di bulan Dzulhijjah yang mulia ini, selain berkurban, umat Islam juga memiliki ritual penting lainnya, bahkan termasuk dalam rukun Islam, yaitu naik haji bagi yang mampu. Ritual ini juga penuh dengan makna dan pelajaran penting yang perlu adik-adik ketahui.
Pelajaran penting tersebut antara lain:
- Pelajaran pertama yang diajarkan oleh ibadah haji di tanah suci adalah takwa kepada Allah swt. Allah berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَیْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” [QS. Al-Baqarah: 197]
Tingkatan tertinggi dari takwa adalah makrifatullah dan meng-Esa-kan Allah. Seruan “Labbaik” yang menggema di tanah suci merupakan pengakuan bahwa hanya Engkaulah ya Allah yang wajib diseru dan diibadahi oleh seluruh hamba, karena Engkau Maha Kaya dan tidak membutuhkan sesuatu.
- Manasik haji seperti tawaf, sai antara Shafa dan Marwa, pergi ke tanah Arafah, Mina, Muzdalifah yang dilakukan dengan berpakaian sederhana tanpa mengenakan hiasan duniawi mengajarkan bahwa kita harus mengumpulkan dan membawa bekal untuk akhirat, memperbaiki masa lalu yang dipenuhi dosa, dan menciptakan keinginan kuat untuk memilih jalan yang lurus dalam kehidupan.
- Pelajaran lain ibadah haji adalah pesan persatuan dan persaudaraan umat Islam. Kaum Muslimin yang datang dari berbagai penjuru dunia semuanya bersaudara, tidak ada perbedaan antara warna kulit, suku, bahasa, bangsa, madzhab dan… Semua harus bersatu untuk menjaga Islam dan membantu kaum muslimin di berbagai belahan dunia seperti Afganistan, Suriah, Irak, Myanmar, Yaman dan… dalam menghadapi musuh-musuh agama dan umat ini.
- Haji memberikan pelajaran bahwa manasik ibadah haji yang dimulai sejak tanggal 7 Dzulhijjah di Mina dan padang Arafah dengan berbalut dua potong kain putih mengingatkan kita kepada padang mahsyar. Seluruh manusia kelak akan dikumpulkan di padang mahsyar untuk menerima buku amal perbuatan semasa di dunia. Kita tidak mengetahui dengan tangan mana akan menerima buku amal tersebut, tangan kanan atau tangan kiri.
Dalam kondisi inilah, kita harus tunduk dan khusyu’ menyeru Allah, bertaubat dari segala kesalahan dan dosa di masa lalu dan memutuskan untuk hidup yang lebih baik dari sebelumnya.
- Pelajaran lain dari ibadah haji adalah menampakkan penentangan terhadap kaum musyrikin. Seorang mukmin tidak diperkenankan memiliki pola hidup seperti orang-orang musyrik, Yahudi, dan Kristen. Seruan “Labbaika laa syarika laka labbaik” artinya bahwa kami menyeru-Mu, beribadah kepada-Mu, dan berlepas diri dari sekutu-sekutu yang diyakini oleh kaum musyrikin.
- Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah kesabaran. Manasik ibadah haji dilakukan dalam keramaian, di bawah terik matahari yang menyengat, tanpa tempat istirahat yang memadai, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai kesulitan. Maka tidak ada jalan lain selain bersabar dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt. Semua itu adalah perintah Allah swt yang harus dilakukan dalam kondisi yang sulit hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Pelajaran ini menunjukkan bahwa saat menjalankan perintah-perintah Ilahi dan beribadah kepada-Nya, kita akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan, maka kita harus bersabar menghadapinya dan tidak boleh menyerah kepada kesulitan tersebut.