Pada hari pertama kedatangan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as di Kufah, beliau memasuki masjid dan melihat sekelompok orang yang hanya duduk-duduk di salah satu sudut masjid. Imam as bertanya, “Siapakah mereka?” Seseorang menjawab, “Mereka adalah rijal al-haqq (pejuang-pejuang kebenaran).”
Amirul Mukminin as belum mendengar istilah itu sebelumnya. Oleh karena itu, beliau bertanya, “Apakah makna rijal al-haqq itu?”
Seseorang menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mendatangi masjid dan memperbanyak ibadah. Kalau mereka memperoleh suatu makanan maka mereka makan. Kalau mereka tidak memperolehnya maka mereka bersabar.”
Amirul Mukminin as berkata, “Demikianlah yang dilakukan anjing. Jika anjing memperoleh sesuatu maka ia memakannya. Jika tidak memperolehnya maka ia bersabar.”
Kemudian, Imam as mengambil cemeti dan mencambuk mereka seraya berkata, “Apakah artinya rijal al-haqq? Bangkitlah, pergilah, dan berusahalah.”
Umar bin ‘Udzainah adalah seorang yang terkemuka di antara sahabat-sahabat dekat Imam ash-Shadiq as dan seorang saudagar kaya di Kufah. Tampaknya, ia kelelahan karena bekerja di pasar. Penyebab kelelahan ini bisa jadi karena sepinya pembeli atau karena banyaknya pekerjaan yang terus-menerus. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk meninggalkan usaha dan pekerjaan itu, karena ia masih memiliki banyak simpanan harta.
Kemudian, ia pergi ke Madinah dan menemui Imam ash-Shadiq as. Imam as bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu, wahai Umar bin ‘Udzainah?”
Umar bin ‘Udzainah menjawab, “Saya telah meninggalkan usaha.”
Imam as terkejut seraya bertanya, “Mengapa?” Umar bin ‘Udzainah menjawab, “Wahai putra Rasulullah, saya memiliki bekal yang cukup untuk makan saya. Saya ingin melakukan iktikaf di mesjid di masa tuaku.”
Imam ash-Shadiq as berkata, “Hal ini akibat kurang akal.” Selanjutnya, Imam as menyatakan, “Wahai Umar bin ‘Udzainah, pergilah, bekerjalah, dan berdaganglah kembali serta dirikanlah salat pada waktunya dan sinarilah hatimu. Apabila engkau memperoleh laba dari usahamu, lalu terdapat kelebihan dari kebutuhanmu, maka berikanlah kelebihan tersebut kepada orang lain. Makanlah makanan dan berilah makan orang lain.”
Penulis kitab al-Wasa’il pada jilid 12 mengutip beberapa riwayat. Salah satunya adalah riwayat yang menyebutkan bahwa sejumlah saudagar bertemu dengan Imam ash-Shadiq as di Kufah. Imam as bertanya tentang salah seorang sahabat dekatnya. Seseorang menjawab bahwa ia telah meninggalkan pekerjaannya dan melakukan iktikaf di masjid untuk salat dan memperbanyak ibadah. Kemudian, Imam as berkata tiga kali, “Hal ini adalah perbuatan setan.”
Kepada sahabatnya ini pun Imam as berkata seperti apa yang pernah diucapkannya kepada Umar bin ‘Udzainah, “Pergilah ke pasar. Carilah rezeki yang halal dan dirikanlah salat pada waktunya. Bekerjalah untuk kepentingan dunia dan akhiratmu. Jika hartamu melebihi kebutuhanmu maka berikanlah kelebihan itu kepada orang lain. Tidak dibenarkan kamu mengasingkan diri.”
*Dikutip dari buku karya Ayatullah Husain Mazahiri – Mengendalikan Naluri