Allah Swt berfirman: “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekkah), dan kamu (Muhammad) tinggal di kota Mekkah ini, dan demi ayah dan anaknya. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah-payah.” (QS. al-Balad: 1-4)
Tiga Jenis Kesulitan dan Kesusahan
- Kesulitan-kesulitan yang menyertai kehidupan. Setiap manusia sejak dilahirkan menghadapi kesulitan-kesulitan jenis ini. Masa menyusu, masa sekolah, masa menikah, masa hamil dan melahirkan, masa mendidik anak, masa mencari rezeki, dan masa-masa lainnya, selama manusia hidup dengan manusia lainnya.
- Peristiwa-peristiwa alamiah, seperti kematian ayah, ibu, anak, teman dan kerabat, kerugian harta dan nyawa, sakit, dan lain-lain.
- Musibah yang datang menimpa hamba-hamba pilihan Allah.
Ada riwayat mengatakan, “Musibah diperuntukkan bagi para kekasih Allah.” Sehingga dapat dikatakan, tiada musibah yang menimpa kaum pria seperti musibah yang menimpa Imam Husain a.s. Dan tiada musibah yang menimpa kaum wanita seperti musibah yang menimpa Sayidah Zainab.
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa saja yang menangisi musibah yang menimpa anak gadis ini (Zainab), maka ia seperti orang yang menangisi musibah yang menimpa dua orang saudaranya (Hasan dan Husain).”
Rasulullah Saw bersabda: “Saya berpesan kepada yang hadir maupun yang tidak hadir untuk menghormati wanita ini. Karena ia seperti Khadijah Kubra.”
Baca: Mengenal Karakter dan Heroisme Sayidah Zainab
Sayidah Zainab seorang ahli ibadah. Pada malam Asyura bahkan pada malam kesebelas, ia tetap mengerjakan salat malam di samping kemahnya yang setengah terbakar.
Dua putra Sayidah Zainab syahid di Karbala, sehingga ia dapat merasakan kepedihan yang dirasakan para syuhada Karbala dan saudara tercintanya Husain a.s. Dalam rombongan tawanan, Zainab bertindak sebagai penanggung jawab rombongan. Dia berusaha sedapat mungkin menyediakan segala kebutuhan kaum wanita dan anak-anak. Sayidah Zainab menghibur mereka dalam setiap kesulitan, seperti kelaparan, kehausan dan mengalami tindak pemukulan. Di Kufah, para tawanan dimasukkan ke dalam penjara sementara di Syam, mereka ditempatkan di sebuah bangunan tanpa atap. Begitu juga bukan sesuatu yang mudah baginya harus menanggung kedinginan, kepanasan, dan kematian Ruqayah.
Sebagian perawi menulis bahwa Sayidah Zainab senantiasa menceritakan kejadian Karbala, hingga wanita-wanita yang ada di hadapannya menangis. Sebagian penulis mengatakan bahwa salah satu pemicu terjadinya peristiwa “Hurrah” dan bangkitnya penduduk Madinah melawan Yazid adalah ceramah-ceramah dan tangisan-tangisan Sayidah Zainab.
Hingga akhirnya, Yazid pun memerintahkan kepada Gubernur Madinah untuk mengasingkan Zainab dari Madinah, ia boleh tinggal di tempat mana saja yang ia inginkan. Kemudian ia dan Abdullah bin Jakfar bin Abi Thalib datang ke Syam dan tinggal di desa Rawiyah dan meninggal di sana pada usia 65 tahun. Adapun makam di Mesir yang disebut makam Sayidah Zainab adalah makam salah seorang cucu Amirul Mukminin a.s. Sementara berita yang mereka tulis bahwa Sayidah Zainab telah pergi ke Mesir dan disambut oleh Muslimah bin Mukhallad adalah dusta, karena dia seorang Nashibi (pembenci Ahlulbait).
Abdullah adalah Muslim pertama yang lahir di Habasyah. Rasulullah Saw bersabda berkenaan dengannya: “Abdullah mempunyai karakter sepertiku.”
Dalam hadis lain, Rasulullah Saw juga bersabda: “Aku menjadi walinya di dunia dan di akhirat.”
Abdullah adalah seorang pemimpin yang pemberani dan berjiwa besar. Dia terkenal dengan kedermawanannya. Hingga tidak pernah dia membiarkan seorang miskin pun (kecuali mendapatkan uluran tangan darinya). Buah dari pernikahan ini adalah empat orang putra yaitu Ali, Muhammad, Aun dan Abbas, dan seorang putri bernama Ummu Kultsum.
Baca: Perjuangan Agung Sayyidah Zainab a.s. di Akhir Kehidupannya
Muawiyah ingin menjadikan Ummu Kultsum sebagai istri Yazid, dan menarik Bani Hasyim ke dalam lingkarannya. Namun Abdullah menyerahkan masalah pernikahan Ummu Kulsum kepada Imam Husain a.s. Kemudian Imam Husain menikahkan Ummu Kultsum dengan saudara sepupunya, Qasim bin Muhammad bin Abi Thalib. Pada masa awal kehidupan bersamanya, Sayidah Zainab dan Abdullah tinggal di samping rumah Imam Ali bin Abi Thalib a.s., dan karena Imam Ali memindahkan pusat pemerintahannya ke kota Kufah maka mereka pun pindah ke kota tersebut.
Imam Ali as sangat menghormati Zainab dan Abdullah. Dalam berbagai peperangan, Abdullah menjadi pembela Imam Ali a.s. Dan dalam perang Shiffin, dia menjadi salah seorang komandan pasukan Imam Ali a.s.
*Disarikan dari buku Megatragedi – Syeikh Ibnu Rais Kermani