Pada masa kekhalifahan Umar bin Khatthab datanglah beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka menanyakan beberapa masalah penting. Namun khalifah tidak bisa memberikan jawabannya. Salman Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu, “Kalian tunggu sebentar!”
Salman dengan cepat pergi ke rumah Imam Ali. Setelah bertemu, Salman berkata kepada Imam Ali: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Salman kemudian menceritakan apa yang terjadi, Imam Ali pun segera dengan memakai burdah peninggalan Rasulullah Saw. Melihat kedatangan Imam Ali, Umar berkata: “Ya Abal Hasan, setiap kali ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”
Baca: Makna Kawan Menurut Imam Ali a.s.
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Imam Ali a.s. berkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasulullah Saw telah mengajariku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”
Para pendeta Yahudi itu pun lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Imam Ali bin Abi Thalib a.s. berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”
Pendeta Yahudi: “Ya, baiklah!”
Imam Ali: “Sekarang tanyakanlah satu demi satu!”
Pendeta Yahudi: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
Imam Ali: “Induk kunci itu ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia berbuat syirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadirat Allah!”
Pendeta Yahudi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Imam Ali: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata, “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut, “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”
Imam Ali: “Kuburan itu ialah ikan paus yang menelan Nabi Yunus bin Matta”
Pendeta Yahudi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”
Imam Ali: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putra Nabi Daud a.s. Semut itu berkata kepada kaumnya, ‘Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukannya dalam keadaan mereka tidak sadar!’”
Pendeta Yahudi: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”
Imam Ali: “Lima makhluk itu ialah: 1) Adam 2) Hawa 3) Unta Nabi Shaleh 4) Domba Nabi Ibrahim. 5) Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
Baca: Any Quest 4: Posisi Imam Ali dalam Suksesi Kepemimpinan Pasca Rasul
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali a.s. lalu mengatakan, “Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Tetapi seorang pendeta lainnya bangun berdiri sambil berkata kepada Imam Ali: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepadamu.”
Imam Ali: “Tanyakanlah apa saja yang kauinginkan!”
Pendeta Yahudi: “Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?”
Imam Ali: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi: “Aku sudah banyak mendengar tentang Al-Quran kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Imam Ali a.s. kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang, kemudian berkata, “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah Saw kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan zalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya, kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah istana.”
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya pertanyaan yang mendetil dari jenis perabotan yang dipakai sampai hal-hal terkecil dengan maksud memojokkan Imam Ali, tetapi dengan apik segala pertanyaan pendeta dijawab dengan terperinci.
Setelah menjawab semuanya Imam Ali bertanya kepada pendeta Yahudi: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang kuceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”
Baca: Ungkapan Imam Ali Soal Kematian: Ringankanlah Diri Kalian, Niscaya Kalian Kelak Menyusul
Pendeta Yahudi: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan umat ini!”
*Disadur dari buku karya Hamid al-Husaini – Imamul Muhtadin Ali bin Abi Thalib