Sifat adil yang merupakan salah satu dari sifat perbuatan Tuhan memiliki tempat khusus dalam wacana Islam. Bahkan, dalam Mazhab Syiah lmamiyah, keadilan terhitung sebagai pokok agama dan mazhab. Keadilan Ilahi membentuk fondasi dasar untuk sebagian besar keyakinan lmamiyah. Sifat memiliki keterkaitan erat dengan kebijaksanaan llahi.
Keadilan menurut Amirul Mukminin Ali a.s. adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai. (Nahj al-Balaghah Hikmah 437). Berdasarkan makna ini, dalam dunia takwini dan tasyri’i, Tuhan menaruh setiap sesuatu dan setiap orang pada kondisi yang seharusnya dan sesuai. Sehingga tidak ada hak dari wujud atau makhluk mana pun yang hilang atau dirampas. Bukti bahwa Tuhan sama sekali tidak melakukan perbuatan buruk dan zalim (mengingat semua perbuatan yang dilakukan-Nya pasti adil) ialah karena pelaku yang mengerjakan perbuatan buruk dan zalim bisa jadi tidak tahu akan keburukan perbuatan tersebut atau membutuhkan perbuatan zalim itu untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya, atau ia memiliki sifat buruk dan tercela, semisal dengki, hasud, dan merasa terhina.
Baca: Siapa yang Mampu Menafsirkan Hukum Tuhan?
Oleh karena semua faktor-faktor tersebut mustahil terdapat pada Zat Tuhan Yang Mahasuci, Yang Mahasempurna, serta yang jauh dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, pastilah Tuhan mustahil pula melakukan perbuatan buruk dan zalim. Untuk penjelasan lebih lanjut, berikut beberapa macam keadilan llahi.
- Keadilan Takwini
Makna keadilan dalam tatanan penciptaan ialah Tuhan dalam tatanan semacam itu memberikan nikmat dan karunia kepada setiap maujud sesuai kadar kesiapan dan kelayakannya. Dengan ungkapan lain, Tuhan menganugerahkan wujud dan kesempurnaan kepada setiap maujud sesuai dengan kapasitas dan kesiapan masing-masing. Seluruh bagian alam memiliki keterkaitan erat dalam satu keselarasan yang detail dan berlandaskan aturan yang tetap. Keteraturan itulah yang menghukumi seluruh maujud dan setiap alur penciptaan menjadi saksi gamblang atas keadilan takwini.
- Keadilan Tasyri’i
Keadilan tasyri’i ialah taklif dan kewajiban yang diturunkan Tuhan kepada manusia melalui para nabi berpijak pada fondasi keadilan. Artinya, Tuhan menurunkan seluruh hukum yang dibutuhkan untuk kebahagian manusia, dan Tuhan tidak pernah memberikan beban atau taklif kepada manusia melebihi dari kemampuan dan kapasitasnya. Dengan kata lain, Tuhan telah mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas manusia, yang dengan kemampuan tersebut kemudian Tuhan menetapkan hukum-hukum syariat.
Dalam hal ini Alquran menjelaskan, “Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (QS. al-Mu’minun: 62)
- Keadilan Balasan
Keadilan ini bermakna Tuhan menghakimi manusia dengan penuh keadilan dan tidak akan mengurangi hak satu pun dari manusia pada Hari Pembalasan. Tuhan tidak akan menyamakan hukuman antara orang baik dan buruk. Tuhan memberi balasan sesuai dengan perbuatan masing-masing. Dalam keadilan balasan ini juga diterapkan bahwa orang-orang yang tidak mendengar taklif sampai kepada mereka, maka (mereka) tidak akan dihukum.
Beberapa ayat Alquran menjelaskan perihal itu, di antaranya, “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun.” (QS. al Anbiya: 47)
Baca: Perbuatan Dosa, Penyebab Terputusnya Hubungan Hamba dan Tuhannya
“Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orangorang berbuat maksiat?” (QS. Shad: 28)
*Disarikan dari buku Panorama Pemikiran Islam – Ayatullah Ja’far Subhani