Hari demi hari telah berlalu, syahid demi syahid telah dikurbankan. Kini, tibalah malam Asyura (10 Muharram).
Adik-adik ingin tahu apa yang telah terjadi pada malam Asyura?
Ketika malam Asyura tiba, Imam Husain a.s. mengumpulkan para sahabat yang mulia beliau. Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s. berkata, “Saat itu aku sedang sakit, namun aku tetap mendekati mereka supaya aku mendengar bagaimana Imam Husain a.s. yang sudah tiada daya di tengah musibah melewati itu semua.
Aku mendengar ayahku memulai pembicaraan dengan memuji hamdalah. Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjumpai para sahabat yang lebih setia dan lebih baik dari para sahabatku, tidak pula aku mengenal keluarga yang lebih baik dan lebih menjaga hubungan kekeluargaan dari keluargaku. Semoga Allah swt membalas kalian semua dengan kebaikan.
Ketahuilah bahwa usia kita tidak lebih dari sehari lagi. Malam ini aku izinkan kalian untuk pergi, aku cabut baiatku yang berada di pundak kalian sehingga tiada beban lagi atas kalian. Saat ini malam sedang gelap gulita, kalian dapat memanfaatkannya untuk pergi ke mana saja yang kalian inginkan.
Masing-masing dari lelaki kalian membawa lelaki dari keluargaku dan pergi di kegelapan malam. Tinggalkan aku seorang diri bersama kelompok orang-orang zalim ini, karena mereka tidak menginginkan selain aku.”
Di saat itu, saudara-saudara, putra-putra, sepupu-sepupu Imam Husain a.s. dan putra-putra Abdullah bin Ja’far (keponakan-keponakan Imam Husain dari Zainab a.s.) mulai membuka mulut menjawab ucapan Imam Husain. Abul Fadl Abbas dan diikuti yang lainnya berkata, “Kami tidak akan melakukan hal itu untuk hidup setelah Anda. Semoga Allah tidak menginginkan kami hidup setelah Anda, karena kehidupan dunia ini tanpa Anda tidak berguna.”
Kemudian Imam Husain a.s. berkata kepada putra-putra Muslim bin Aqil, “Wahai putra-putra saudaraku Muslim! Syahadah ayah kalian sudah cukup untuk mewakili kalian. Pergilah! Karena aku telah mengizinkan kalian untuk pergi.”
Mereka menjawab, “Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang saat kami meninggalkan junjungan kami dan anak-anak paman kami, yaitu manusia-manusia terbaik di muka bumi ini seorang diri, dan bahkan kami tidak ikut melemparkan panah dan tombak atau mengayunkan pedang bersamanya serta tidak mengetahui musibah apa yang akan menimpanya?
Demi Allah! Kami tidak akan pernah melakukan hal itu. Kami akan mengorbankan jiwa, harta, dan keluarga kami untuk membela Anda sehingga musibah apa saja yang menimpa Anda juga kami rasakan. Dunia tidak akan indah tanpa Anda.”
Imam Sajjad a.s. mengisahkan bahwa setelah bertutur kata di hadapan para sahabat dan keluarga dan mendengar jawaban yang disampaikan mereka, Imam Husain a.s. berdoa lalu berkata, “Angkatlah kepala-kepala kalian dan lihatlah derajat kalian.”
Kemudian para sahabat Imam Husain a.s. mengangkat kepala dan menyaksikan derajatnya masing-masing di surga. Imam Husain a.s. menunjukkan derajat masing-masing sambil berkata, “Wahai Fulan! Inilah derajatmu. Wahai Fulan! Di sinilah tempatmu.”
Kemudian para sahabat beliau bertekad untuk menyambut pedang dan tombak dengan dada dan wajah supaya segera mencapai derajat yang telah mereka saksikan.
Setelah pertemuan berakhir, Burair bin Khudhair memohon izin kepada Imam Husain a.s. untuk pergi menasehati Umar bin Sa’ad. Imam Husain memberikan izin. Maka Burair pergi ke tempat Umar bin Sa’ad dan memasuki tendanya tanpa mengucapkan salam.
Umar menjadi murka dengan perilaku tersebut dan berkata, “Wahai saudaraku Burair Al-Hamedani! Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan salam kepadaku? Apakah aku bukan seorang muslim yang mengenal Allah dan Rasul-Nya serta bersaksi terhadap kebenaran?”
Burair berkata, “Jika engkau benar seperti ucapan yang keluar dari mulutmu, niscaya engkau tidak akan berangkat untuk membunuh keluarga Nabi saw. Sungai Furat yang bersih menjadi tempat minum binatang-binatang di Irak. Namun engkau melarang keluarga Nabi untuk meminum air Furat sehingga Husain putera Ali a.s. [saudara-saudara, kaum perempuan dan keluarganya] akan mati kehausan. Apakah engkau masih berfikir bahwa engkau mengenal Allah dan Rasul-Nya?”
Umar bin Sa’ad menunduk sejenak kemudian mengangkat kepalanya sambil berkata, “Wahai Burair! Demi Allah! Aku meyakini bahwa barangsiapa yang memerangi keluarga Nabi, mengambil paksa hak mereka, akan dibalas dengan neraka, akan tetapi apakah engkau ingin supaya aku menyerahkan wilayah Rei kepada orang lain? Demi Allah! Jiwaku tidak menerima hal itu.”
Umar bin Sa’ad melanjutkan, “Ubaidillah bin Ziyad memintaku untuk melakukan sebuah rencana yang saat ini aku sedang melaksanakannya. Demi Allah! Aku mengetahui dan mengkhawatirkan antara dua bahaya, apakah aku harus melepaskan wilayah Rei yang menjadi harapanku atau aku memikul dosa membunuh Husain? Balasan membunuh Husain adalah neraka yang tidak mungkin dapat dicegah, sementara wilayah Rei adalah cahaya mataku.”
Kemudian Burair kembali kepada Imam Husain a.s. dan berkata, “Wahai putera Rasulullah! Umar bin Sa’ad memilih wilayah Rei untuk kepuasannya dan akan membunuh Anda.”
Diriwayatkan dari Imam Sajjad a.s. bahwa malam itu, Imam Husain a.s. memerintahkan untuk saling mendekatkan kemah, mengeluarkan tali-tali mereka untuk menutup jalan keluar masuk dan menggali parit di sekelilingnya agar dapat mereka penuhi dengan kayu bakar.
Imam Sajjad a.s. bertutur, “Oh! Apa yang bisa aku katakan? Pakaian-pakaian yang mereka kenakan dan mereka pilih sebagai ganti dari kain kafan pada hari Asyura, telah sobek tertembus kayu, tombak, pedang, dan anak panah dan telah berlumuran darah dan tanah. Meskipun demikian, tentara-tentara musuh tetap tidak meninggalkannya. Mereka pun melucuti pakaian-pakaian tersebut dari jasad-jasad yang telah tercabik-cabik. Jasad-jasad mulia itu mereka campakkan ke tanah dalam keadaan tidak berpakaian hingga mengering karena terik matahari yang begitu panas menyengat.”
Ayah ibuku menjadi tebusan jasad-jasad tanpa pakaian yang dicampakkan di atas tanah
Tiada penutup selain debu dan tanah
Ayah ibuku menjadi tebusan jasad-jasad yang dibiarkan begitu saja
Tiada yang menemani kecuali binatang buas sahara.
Itulah kesetiaan keluarga dan sahabat-sahabat Imam Husain a.s. Maka bagaimanakah dengan kita yang mengaku sebagai pencintanya?