Sore itu suasana musala Al-Hikmah ramai sekali. Suara seru perdebatan anak-anak yang sedang mengaji semakin keras. Aku pikir lebih baik aku ke sana saja karena sepertinya perdebatan mereka tidak menemukan titik temu.
Setelah aku dekati dan tanyakan asal usul perdebatan itu, ternyata mereka sedang berdebat tentang Ahmad yang pendiam dan Agus yang suka berbicara. Di antara keduanya siapakah yang lebih baik?
Sebagian anak memilih Ahmad dan sebagian lagi memilih Agus, karena kalau tidak ada Agus suasana musala menjadi senyap dan sepi. Namun terkadang Agus melampaui batas kewajaran dan tidak bisa mengontrol ucapannya.
Aku pun tersenyum melihat kejadian itu. Lalu aku menyampaikan sebuah riwayat yang berisi kisah Imam Ali Zainal Abidin a.s. untuk membantu menyelesaikan perdebatan mereka.
Dalam sebuah majelis yang dihadiri oleh ulama terjadi diskusi tentang tema mana yang lebih baik, berbicara atau diam?
Salah seorang di antara mereka membawakan dalil ucapan Luqman Hakim bahwa bila berbicara merupakan perak, maka diam adalah emas. Artinya lebih utama diam daripada berbicara.
Yang lain membantah bahwa ucapan Luqman di atas memerlukan penjelasan, karena berbagai hal tidak akan dapat diselesaikan dan menjadi baik hanya dengan diam.
Sebagian membawakan nasehat Nabi saw. saat seorang Badui datang memohon nasehat. Nabi saw. bersabda, “Jagalah lidahmu.” Nabi saw. mengulangnya hingga sebanyak tiga kali.
Sebagian yang lain menjawab bahwa mungkin orang tersebut terlampau banyak berbicara yang tidak bermanfaat sehingga Nabi saw. menasehatinya supaya menjaga pembicaraannya.
Yang lain menambahkan bahwa lidah lebih tajam daripada pedang, karena ucapan seseorang mampu menyakiti hati orang yang rasa sakitnya lebih pedih dari terkena senjata tajam.
Yang lain lagi menyatakan bahwa jika semua orang menahan pembicaraan, jalan hidayat akan tertutup dan berbagai ucapan yang benar tidak tersampaikan. Sementara lidah dikaruniakan kepada manusia untuk digunakan berbicara, sebagaimana telinga untuk mendengar.
Sebagian lain memberikan alasan taqiah dan yang lain berdalil dengan kewajiban amar makruf nahi mungkar. Demikianlah, pembahasan menjadi panjang lebar hingga akhirnya seseorang berkata, “Sebaiknya kita merujuk kepada Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s. supaya memberikan keputusan terakhir.”
“Lebih baik begitu,” ungkap yang lain.
Semuanya segera menghadap Imam Ali Zainal Abidin a.s. dan bertanya, “Apakah berbicara lebih baik atau diam?”
Imam Sajjad a.s. berkata, “Dasarnya adalah harus berniat baik dengan menimbang kondisi yang ada. Sebagian orang masuk Islam dengan satu pembicaraan dan sebagian yang lain keluar dari Islam juga dengan sebuah pembicaraan. Imam Ali a.s. berkata, “Pembicaraan yang tidak mengandung pelajaran tidak akan membawa manfaat dan diam tanpa bertafakur adalah kelalaian.” Berbicara dan diam memiliki kebaikan dan keburukan masing-masing. Namun bila keburukan keduanya disingkirkan, lebih baik berbicara daripada diam, karena Allah swt tidak mengutus para nabi dan washi-Nya untuk diam, namun diperintahkan untuk berbicara dengan umat manusia, menyeru mereka dan menyampaikan risalah Ilahi kepada mereka. Surga tidak akan dicapai dengan diam dan azab tidak akan dapat dihindari dengan membisu. Semuanya memerlukan pembicaraan. Alquran adalah petunjuk umat manusia dan Alquran tidak bisu. Alquran adalah ucapan haq. Nabi saw. bersabda, “Nilai segala amal ditentukan dengan niatnya.””
Salah seorang yang mewakili rombongan tersebut berkata, “Wahai putera Rasulullah saw.! Benar apa yang Anda sampaikan. Sungguh Anda telah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kami. Kini kami puas dengan jawaban Anda dalam masalah ini.”
Nah adik-adik pembahasan di atas cukup gamblangkan?
Orang-orang biasa seperti kita, kakak dan adik-adik sekalian yang masih belum bisa mengontrol pembicaraan dengan baik, sebaiknya mengurangi pembicaraan atau diam, karena bila kita sudah asyik berbicara, akan ngelantur ke sana-sini atau bahkan membicarakan aib orang, mengejek, atau mencela orang lain.
Apabila kita sudah dapat menguasai lidah dan mengontrol pembicaraan, tugas selanjutnya adalah menyampaikan ucapan-ucapan yang bermanfaat bagi orang lain.
Kita juga tidak boleh tinggal diam ketika melihat kebenaran dan nilai-nilai baik diinjak-injak atau melihat kezaliman di hadapan kita.
Selamat mengontrol lidah dan menggunakannya di jalan yang di ridhai oleh Allah swt.