Apa yang mendasari definisi atau makna terminologis Syiah di pembahasan yang lalu (Baca: Makna Syiah – 1) adalah keyakinan pada imamah Ali as dan kelanjutannya pada putra-putranya dari Sayidah Fatimah. Di sana selain Syaikh Mufid, Ibnu Khaldun dan lainnya yang mengisyaratkan hal itu di dalam kitab-kitab mereka, Abul Hasan Asyari juga mengatakan: Mereka dikatakan Syiah karena mereka mengikuti Ali dan mendahulukan dia atas semua sahabat Rasulullah saw.
Maksud mendahulukan dia ialah meyakini imamahnya tanpa pemisah. Istilah ini meluas, hingga dikatakan bahwa penggunaan yang dominan bagi kata Syiah dikhususkan pada orang-orang yang memiliki wilâyah (kepemimpinan) Ali dan Ahlulbait Nabi. Hal ini sebagaimana yang dikatakan dalam al-Qamus al-Muhith, juz 3, hal 47 dan oleh Ibnul Atsir dalam an-Nihayah, juz 2, hal 519.
Thabarsi mengatakan: Secara urf, (Syiah) adalah syiah Ali bin Abi Thalib, yang bersama dia terhadap musuh-musuhnya. Sesudah dia, mereka bersama putra-putranya yang menempati posisinya. (Majma al-Bayan, juz 4, hal 448)
2-Keyakinan pada Keutamaan Ali di atas Semua Sahabat
Penggunaan kata Syiah yang kedua secara istilah ialah berdasarkan pada keyakinan akan keutamaan Ali as di atas seluruh sahabat Nabi. Istilah ini terkadang bagi siapa yang mengutamakan Ali atas Usman. Sebagaimana yang dikatakan Qadhi Abduljabbar: Orang yang mengutamakan Ali atas Usman adalah Washil bin Atha. Sebab itulah dia dinisbatkan pada tasyayu, karena seorang muslim syiah di masa itu mengutamakan Ali atas Usman. (al-Mughni fi Abwab at-Tauhid wal Adl, juz 2, hal 114)
Tergabung dalam pandangan makna ini, mayoritas Mutazilah yang mengutamakan Ali atas semua sahabat, dan sejumlah ahli hadis yang mengutamakan Ali atas Usman. Pengutamaan ini dinyatakan dalam Diwan al-Imam asy-Syafii (hal 55):
اذا نحن فضلنا عليا فإننا – روافض بالتفضيل عند ذوي الجهل
Artinya; “Bila kami utamakan Ali, dengan pengutamaan ini bagi yang bodoh kami adalah rafidhah.”
Syiah Zaidiyah mengutamakan Ali atas semua khalifah, tetapi tidak memandang imamahnya secara nash tanpa pemisah sesudah Nabi saw, melainkan dengan pemilihan.
Allamah Thabathabai mengingatkan makna lainnya, bahwa dikatakan Syiah karena menolak kekhalifahan bani Umayah dan bani Abbas, dan imamah adalah hak anak keturunan Fatimah Zahra as. (asy-Syiah fil Islam, hal 20).
3-Pernyataan Cinta kepada Ahlulbait as
Adalah makna lain bagi kata Syiah secara istilah. Muslimin sepakat atas kewajiban cinta kepada Ahlulbait Nabi saw, karena nash dari Alquran dan hadis, dan tak seorangpun yang memusuhi mereka kecuali kaum yang disebut Nawashib. Namun kemudian pernyataan cinta kepada mereka menjadi tuduhan sebagai rafidhah. Makna ini terdapat di dalam syair Imam Syafi’i (Diwan al-Imam asy-Syafi’i 55-56):
اذا في مجلس نذكر عليا – و سبطيه وفاطمة الزكية
يقال تجاوزوا يا قوم هذا – فهذا من حديث الرافضة
برئت الى المهيمن من اناس يرون الرفض حب الفاطمية
Artinya; “Bila di majlis kami sebut Ali dan kedua putranya (Hasan dan Husein) serta Fatimah yang suci, dikatakan, “Ini melampau batas, wahai kaum! Ini perkataan kerafidhahan.” Maka, saya ikuti parameter orang-orang yang memandang cinta Fatimah sebagai rafidhah.”
Beliau juga mengungkapkan:
ان كان حب ال محمد رفضا – فليشهد الثقلان اني رافضي
“Jika cinta kepada keluarga Muhammad rafidhah (melampaui batas), maka saksikan semuanya bahwa aku adalah seorang rafidhah.
Munculnya Istilah “Syiah”
Istilah Syiah dalam makna-makna di atas memiliki sejarah yang sampai ke masa risalah. As-Suyuthi dalam ad-Durr al-Mantsur (juz 8, hal 538) membawakan riwayat dari Jabir bin Abdillah Anshari dan Ibnu Abbas, bahwa keduanya saat itu bersama Nabi saw, lalu Ali datang.
فقال النبي: والذي نفسي بيده ان هذا وشيعته لهم الفائزون يوم القيامة
Nabi saw bersabda: “Demi jiwaku di tangan Allah, sesungguhnya inilah dia (Ali) dan syiahnya, orang-orang yang sukses pada hari kiamat.”
Turunlah ayat (QS: al-Bayinah 7):
إِنَّ الَّذينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ أُولٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah sebaik-baik makhluk.”
Kemudian para sahabat Nabi saw, bila Ali datang, mereka mengatakan: “Telah datang Sang Khairul bariyah.”
Riwayat yang serupa dinukil oleh Sablanji dalam kitabnya “Nur al-Abshar” (hal 159). As-Suyuthi juga menukil hadis lainnya dari Ibnu Mardaweih, bahwa Ali berkata: “Rasulullah saw berkata kepadaku, “Tidakkah kamu pernah mendengar firman Allah.. (ayat tersebut)? (Lalu bersabda: Anta wa syî’atuka…; engkaulah dan syiahmu -dan seterusnya). (Baca: Bagaimana AlQuran Menjelaskan Ciri-ciri Seorang Ibu? – 1)
Ibnu Hajar dalam “ash-Shawaiq al-Muhriqah” (hal 161, cet. Maktabah al-Qahirah) meriwayatkan dari Ummu Salamah ra bahwa Rasulullah berada di tempatnya di suatu malam. Kemudian Fatimah datang kepadanya diikuti oleh Ali.
فقال النبي: يا علي انت و اصحابك في الجنة انت وشيعتك في الجنة
Nabi saw bersabda: “Hai Ali, engkau dan para sahabatmu di dalam surga. Engkau dan syiahmu di dalam surga.”
Banyak hadis yang memuat “Syiah Ali” yang dinukil dalam kitab-kitab lainnya seperti “al-Manaqib” (al-Khatib al-Khawarezmi) dan “Tarikh asy-Syiah”.[*]
Referensi: Durus fi asy-Syiah wa at-Tasyayu (Alu Rabbani Golpaygani)
Baca: “Salahkah Menjadi Muslim Syiah?“