Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Orang-orang yang Diseru Al-Qur’an

Semua mazhab pemikiran, baik ajaran Ilahi ataupun mazhab-mazhab temuan manusia, menyeru kelompok-kelompok yang berbeda satu sama lain. Misalnya saja, satu di antara mazhab-mazhab pemikiran itu bercorak kebangsaan seperti partai-partai, yang tujuan-tujuannya (sebagaimana sering mereka klaim) adalah pembebasan dan kebahagiaan bangsa mereka; bangsa mereka sendiri yang diseru, sementara bangsa-bangsa lainnya diabaikan. Umpamanya, di Inggris, Partai Buruh dan Partai Konservatif menyeru bangsa Inggris.

Suatu mazhab pemikiran mungkin bercorak rasial. Tujuannya adalah membebaskan ras tersebut. Karenanya, ras itu pun diseru, sebagaimana gerakan orang-orang kulit hitam, kelompok mereka saja yang diseru. Kadang-kadang, suatu mazhab pemikiran dibangun dengan tujuan mempersatukan orang-orang lapar untuk melahirkan kekuatan meraih kembali hak-hak mereka dari kaum agresor. Karena itu, mazhab pemikiran ini menyeru orang-orang lapar. Misalnya saja, Marxisme mengklaim bahwa ia telah datang untuk membebaskan kaum proletar dan memberikan kebahagiaan kepada mereka. Ia menyeru kaum pekerja dan tidak memasukkan kaum kapitalis sebagai anggota.

Lalu, siapakah yang diseru oleh Islam? Apakah orang­orang Arab, lantaran Islam muncul di tengah-tengah mereka? Apakah orang-orang Makkah, lantaran Islam lahir di Makkah?

Baca: Alquran, Mukjizat Rasulullah Saw yang Abadi

Manakala kita merujuk pada Al-Qur’an, kita tidak melihat seruan dalam bentuk apa pun yang ditujukan hanya untuk orang-orang Arab, atau orang-orang Makkah, atau orang-orang Quraisy atau orang-orang Madinah, ataupun orang-orang Syam semata. Al-Qur’an mempunyai dua macam bentuk seruan: semua orang, yakni semua manusia, dan orang-orang beriman.

Mungkin timbul pertanyaan: Apakah tepat dan praktis menyeru semua manusia? Sebagian orang menyatakan bahwa karena manusia, dalam istilah-istilah filosofis, adalah makhluk yang tidak memihak, maka dia tidak bisa diseru. Mereka juga mengatakan bahwa manusia secara umum tidak memiliki kesadaran, dan karenanya menyerunya tidak bakal membawa hasil. Jika orang-orang Iran atau orang-orang Arab diseru, maka kesadaran nasional mereka akan menyebabkan mereka bergerak.

Kebanggaan rasial juga bisa dijadikan sandaran untuk gerakan seperti ini, seperti seruan kepada orang-orang kulit hitam atau orang-orang Indian berkulit merah; atau suatu kelas sosial khusus yang berkesadaran diseru, seperti orang-orang miskin, para pekerja, atau petani. Jika seruan ditujukan kepada kaum pekerja, dia ditanya, “Mengapa Anda hanya punya sedikit harta?” Motif bagi gerakannya adalah keuntungan, yang tidak ingin dibuangnya begitu saja, dan gagasan ini digunakan untuk membuatnya bergerak.

Islam tidak mengatakan bahwa kesadaran manusia terletak dalam kebangsaan, ras, atau kelas sosialnya, tetapi dalam watak bawaannya. Menurut prinsip ini, Allah Yang Mahaagung dalam penciptaan telah menganugerahinya kesadaran mulia dan ruh kemalaikatan (“Aku meniupkan ruh-Ku ke dalam dirinya”). Karena itu, dalam diri setiap manusia, siapa pun orang tuanya, sewaktu dilahirkan, dia memiliki kesadaran mulia seperti ini. Kesadaran-kesadaran kebangsaaan, rasial, kebersamaan atau kelas, semuanya adalah kesadaran perolehan; karenanya, hanya kesadaran bawaan yang mulia ini sajalah yang diseru Islam.

Islam mengajak manusia atas dasar kemanusiaannya, bukan karena mereka orang-orang miskin, atau orang­orang kulit berwarna, dan sebagainya. Ia mengundang manusia atas dasar kemuliaan manusia, bukan atas dasar kebanggaan nasional atau rasial, atau demi kepentingan­kepentingan material. Dengan kata lain, manusia yang menginginkan keadilan diseru, bukan karena kepentingan-kepentingannya dibela dengan seruan keadilan itu, tetapi karena keadilan memang merupakan nilai kemanusiaan.

Baca: Penjelasan Alquran tentang Penciptaan Manusia Pertama

Al-Qur’an, secara eksplisit, mengatakan bahwa salah satu tujuan Islam adalah menegakkan keadilan. Jika tujuan ini tercapai, maka para agresor dan tiran akan mengalami kekalahan dan kaum tertindas akan meraih kemenangan. Islam membebaskan kaum tertindas, tetapi juga menyeru semua manusia. Malahan, orang-orang seperti Firaun pun masih diserunya, sebab ia menemukan sisi manusiawi dalam diri Firaun sekalipun. Islam mengatakan: “Firaun yang berkuasa atas dirimu ini adalah seorang tiran yang telah menyimpang dari kemanusiaan, tetapi ia masih memiliki watak pemberian Tuhan sebagai seorang manusia.”

Itulah sebabnya para nabi, dalam memerangi orang macam Firaun, pertama-tama berusaha membangkitkan sisi kemanusiaannya. Al-Qur’an mengatakan: “Musa, pergi dan lihatlah kalau-kalau engkau bisa membebaskan kemanusiaan batiniahnya yang tertawan di sana, dan bangkitkanlah. Jika engkau tidak mampu, seranglah dari luar!”

*Disadur dari buku karya Syahid Murtadha Muthahhari – Tafsir Surat-surat Pilihan

Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT