Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Penjelasan Alquran tentang Kebangkitan Jasmani dan Rohani di Hari Kiamat

Manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu materi dan non-materi, jasad dan roh. Roh adalah dimensi non-materi yang menjadi substansi penyusun karakter manusia. Roh tidak binasa dengan adanya kematian. (Karena substansinya yang non-materi itu, maka ketika seseorang mati -yakni diambil rohnya- yang menjemput atau mengambil roh adalah malaikat yang juga non-materi). Dengan ini, roh akan tetap ada. Jika seandainya roh tidak ada maka Hari Kebangkitan tidak berarti sama sekali. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana kehidupan setelah kematian? Apakah hari kebangkitan hanya untuk roh saja atau untuk jasad beserta roh?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang apa yang dimaksud materi (jasad) atau non-materi (roh) pada Hari Kebangkitan.

Pertama; sebagian berkeyakinan bahwa setelah kematian dan bahkan di Hari Kiamat nanti segala urusan manusia hanya berkaitan dengan rohnya, dan sebagian yang lain menyatakan, badan yang dulunya berkaitan dengan roh tidak dianggap. Dengan kata lain mereka mengatakan, hari kebangkitan itu adalah rohani. Sementara sebagian yang lain meyakini bahwa selain dari tetapnya keberadaan roh, materi (jasad) pun masih memiliki keterkaitan dengannya, dan keduanya merupakan subyek dari keberadaan pahala atau balasan nantinya. Kelompok kedua ini berpendapat bahwa Hari Kebangkitan berkaitan dengan jasad dan roh. Adalah tidak dapat dibayangkan apabila hanya jasad saja yang dibangkitkan, terlebih dilihat dari keterkaitan antara roh (non-materi) yang merupakan hakikat manusia itu sendiri.

Baca: Kematian, Sebuah Jendela untuk Kehidupan Baru

Kedua; terkadang yang dimaksud dengan jasmani dan rohani di Hari Kebangkitan itu adalah jasad sendiri atau roh sendiri atau keduanya, yang nantinya berhubungan langsung dengan pahala ataupun balasan. Dikatakan, Hari Kebangkitan jasmani adalah selama badan tidakada maka pahala ataupun siksa tidak akan pernah terjadi, seperti halnya kesenangan yang dihasilkan dari jasad. Hari Kebangkitan yang demikian disebut dengan ma’ad jasmani.

Namun, selain dari kelezatan dan kesakitan jasmani juga terdapat pahala, siksa, kenikmatan, serta kepedihan spiritual (rohani) yang mana jiwa tidak memerlukan badan atau kemampuan indriawi untuk merasakannya. Kebangkitan demikian disebut dengan ma’ad rohani.

Menurut Alquran makna ma’ad ialah bangkitnya dan hidupnya kembali roh serta jasad secara bersamaan. Mereka yang meyakini bahwa di alam akhirat hanya roh yang dibangkitkan, pandangan mereka bertentangan dengan pandangan Alquran. Terdapat beberapa ayat yang memberikan kesaksian bahwa selain roh, jasad pun akan dibangkitkan. Beberapa di antaranya ialah:

Pertama, ayat-ayat yang berbicara tentang hidupnya kembali makhluk yang telah meninggal dari umat-umat terdahulu. Semisal; hidupnya kembali burung-burung dengan doanya Nabi Ibrahim a.s., Kisah Ashab al-Kahfi, Hidupnya kembali Uzair, dan hidup atau bangkitnya orang-orang yang telah meninggal berkat doa Nabi Isa a.s.

Dengan memerhatikan ayat-ayat ini, dengan gamblang dapat dipahami bahwa ma’ad sama seperti menghidupkan makhluk-makhluk yang telah mati, sebagaimana dikutip dalam ayat-ayat, tersebut. Tujuan dari pemaparan kisah mereka selain untuk mendekatkan kemungkinan ma’ad  dalam benak manusia juga untuk mengisyaratkan proses  ma’ad itu sendiri. Dengan menelaah ayat-ayat itu, tidak bisa dikatakan bahwa badan akhirat serupa dengan badan barzakhi atau bentuk-bentuk mitsali yang di wujudkan oleh jiwa dengan kreativitasnya. Tetapi yang akan dibangkitkan adalah badan-badan duniawi. Kalau tidak demikian, maka seluruh perumpamaan serta pemisalan tersebut akan kehilangan sisi balaghah-nya. Juga, lenyaplah keterkaitan antara ma’ad dan makhluk-makhluk yang telah hidup kembali melalui mukjizat para nabi a.s.

Perlu ditegaskan bahwa kehidupan akhirat, tanpa diragukan, memiliki kesempurnaan dan keutamaan yang khusus. Kehidupan akhirat sama sekali tidak bisa disamakan dengan kehidupan dunia dari segala sudut. Satu-satunya perbedaan antara dua kehidupan tersebut ialah bahwa kehidupan dunia bersifat sementara sedangkan kehidupan akhirat adalah kekal. Jika sekiranya kehidupan akhirat sepadan dengan kehidupan dunia maka kehancuran tatanan alam serta pembaharuan kehidupan duniawi dengan segala peristiwanya akan menjadi sia-sia dan tidak bijaksana.

Berkenaan dengan itu Alquran menyatakan, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. al-Ankabut: 64)

Kedua, ayat-ayat yang dengan jelas memberikan kesaksian bahwa manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah kemudian akan dibangkitkan dari tanah. (QS. Thaha: 55)

Ketiga: ayat-ayat yang menceritakan bahwa pada Hari Kiamat anggota badan manusia akan bersaksi atas perbuatannya. Menafsirkan anggota badan ini dengan anggota badan barzakhi atau bentuk-bentuk non-materi merupakan hal yang tidak selaras dengan zahir ayat. “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. al-Nur: 24)

Dari penjelasan di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa pendapat mereka yang berkeyakinan pada ma’ad rohani saja bertentangan dengan pandangan Alquran. Karena, kebangkitan badan menurut Alquran adalah pasti dan tidak diragukan. Demikian juga, di akhirat, selain terdapat pahala dan siksa yang bersifat jasmani (dan indrawi) juga terdapat pahala dan siksa yang bersifat rohani bagi orang-orang saleh dan orang-orang jahat. Roh manusia yang merasakan kenikmatan atau siksaan itu tidak memerlukan badan dan kemampuan indriawi.

Baca: Dibangkitkannya Seluruh Makhluk di Hari Kiamat

Berkenaan dengan kelezatan dan kesengsaraan jasmani, surat al-Waqi’ah yang menjadi saksi gamblang telah memaparkannya. Dalam surah ini berbagai imingan, ancaman, pahala, dan siksa disediakan untuk tiga kelompok; muqarrabin (hamba-hamba terdekat dengan Allah), ashab al-yamin (orang-orang beruntung), ashab al-syimal (orang-orang celaka).

Adapun berkenaan dengan kenikmatan rohani, dapat kita perhatikan beberapa contoh berikut:

  1. Dalam beberapa ayat-Nya Alquran menyinggung keridaan Ilahi, dan lebih mengutamakannya dari kenikmatan jasmani dengan menyebutnya sebagai balasan akbar dan lebih utama yang akan diberikan kepada hamba-hamba Allah yang pantas. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. al-Taubah: 72)

Ayat ini menggambarkan cukup jelas. Pada bagian awalnya memaparkan kelezatan jasmani. Kemudian menyebutkan keridaan Ilahi sebagai kenikmatan yang lebih besar. Seperti hendak dikatakan, ketika seorang hamba merasakan keridaan Allah Swt kepadanya maka dia akan tenggelam dalam lautan kegembiraan sehingga segenap kenikmatan jasmani dan materi akan lenyap terlupakan.

  1. Keridaan dan kecintaan Allah Swt serta bertemu dengan-Nya menimbulkan kegembiraan rohani. Sebaliknya, berpisah dari Allah, Sang Pemilik Keindahan, mengakibatkan kesengsaraan rohani. Dalam Doa Kumail terdapat untaian kalimat, “Anggaplah aku dapat bersabar menahan azab-Mu, (tapi) bagaimana mungkin aku bisa sabar berpisah dari-Mu?”.

Dengan beberapa penjelasan yang disampaikan di atas dapat dipahami bahwa menurut Alquran, Hari Kebangkitan manusia adalah kebangkitan jasmani dan rohani. Di hari kiamat, jasad atau materi manusia beserta rohnya akan dibangkitkan. Selain itu, kenikmatan dan kesakitan manusia di Hari Kiamat selain bersifat jasmani juga bersifat rohani.

*Disadur dari buku Panorama Pemikiran Islam – Ayatullah Jakfar Subhani


No comments

LEAVE A COMMENT