Dipetik dari sebagian riwayat yang mengatakan bahwa amalan-amalan kita kelak akan dibeberkan dihadapan Rasulullah Saw. Maka ketika beliau melihat amalan-amalan Saudara, beliau mendapati bahwa kesalahan-kesalahan dan dosa lebih menonjol. Alangkah keadaan ini sangat membingungkan beliau. Sesungguhnya ketika Rasulullah melihat daftar kegiatan amalan-amalan yang dipenuhi dengan umpatan, tuduhan, memburukburukkan umat Islam serta melihat bagaimana beratnya kecenderungan terhadap dunia juga kebendaan.
Kemudian beliau juga melihat bagaimana keadaan hati Saudara yang melukiskan permusuhan, hasut, dengki, khianat dan prasangka buruk. Betapa malunya beliau, karena umatnya tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Sesungguhnya seorang yang mempunyai ikatan dengan Saudara walaupun mungkin hanya khadam atau orang suruhan (pelayan) Saudara sekalipun, bila dia melakukan dosa atau amalan yang tercela, niscaya akan membawa aib kepada Saudara.
Begitu juga dengan Saudara, yang mempunyai hubungan dengan Rasulullah. Seandainya Saudara memasuki pusat pengkajian Islam, sudah tentu Saudara mempunyai hubungan erat dengan pengetahuan Islam, Alquran alKarim dan Rasulullah Saw. Oleh karenanya, seandainya Saudara melakukan amalan buruk dan dosa, sudah barang tentu akan menyangkut hubungan dengan Rasulullah, dan tentunya Saudara akan dilaknat Allah. Ingatlah, agar sekali-kali janganlah Saudara menjadi sebab yang menjatuhkan dan menjerumuskan Rasulullah dan keluarganya yang suci itu.
Sesungguhnya hati manusia itu ibarat cermin yang bersih dan berkilau, karena ia menerima bias dari keadaan dunia serta dosa yang banyak. Oleh karena itu, apabila seseorang mampu melakukan ibadah puasa sekurangkurangnya dengan niat yang ikhlas dan bersih dari riya atau pamer (saya tidak mengatakan tentang semua ibadah yang mensyaratkan keikhlasan dalam melaksanakannya), maka ia telah berhasil mengambil faedah dari bulan Ramadan yang penuh berkah ini.
Baca: Serangkaian Pesan dan Tuntunan Praktis Al-Quran dalam Wejangan Imam Ali Khamenei
Dia yang telah melakukan ibadah puasa dengan menjauhi keinginan nafsu syahwat dan menjauhkan diri dari kepentingan lain selain dari Allah. Dengan demikian, ia telah melakukan ibadah puasa sebagaimana yang dituntut oleh Islam. Seseorang yang telah berbuat demikian, akan mendapat pertolongan dari Allah, karena ia telah berhasil menolak segala kecemaran dunia dan kegelapan dosa. Mudah-mudahan dengan ini menjadi sebab seseorang terhindar dari dunia dan kelezatannya yang melalaikan, lebih-lebih lagi dengan datangnya malam Lailatul Qadar, menyebabkan ia akan menjadi hamba pilihan Allah yang terpancar dalam dirinya cahaya hidayah yang hanya dapat dicapai oleh para wali dan orang-orang beriman serta suci.
Sesungguhnya ganjaran hakiki dari ibadah puasa adalah sebagaimana firman Allah ( dalam hadis Qudsi) yang artinya: Berpuasa itu adalah untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjarannya. Adapun apabila seseorang ingin menjadikan nilai puasanya hanyalah sekadar mulutnya tidak kemasukan makanan, padahal mulut masih terbuka dalam membuat fitnah dan mengumpat. Sementara malam-malam Ramadan hanya untuk memenuhi perut dengan makanan dan melakukan perbuatan hina dengan mengumpat dan memfitnah sepanjang waktu serta melakukan penghinaan terhadap orang-orang beriman, niscaya sia-sialah puasanya dan tak mendapat faedah sama sekali. Malahan dia telah tercemar sebagai tamu Allah dan hilanglah haknya untuk menikmati rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia.
Allah telah memberikan karunia-Nya kepada umat manusia sebelumnya dengan berbagai jalan dan hal-hal yang memberi faedah kepada manusia. Allah telah menyediakan jalan untuk mencapai kesempurnaan dengan mengutus para Nabi a.s. serta menurunkan kitab-kitab suci (samawi) yang bertujuan untuk mengantarkan manusia kepada martabat yang agung dan cahaya yang bersinar. Allah juga telah mengaruniakan upaya kemanusiaan, akal, pencapaian dan berbagai kemuliaan kepada Bani Adam.
Bila Allah Maha Agung yang telah mengaruniakan kepada kita nikmat-nikmat dan menyerukan kita menjadi tamu-Nya pada bulan penuh berkah ini, sementara kita menerima amalan-amalan yang buruk? Apakah benar sementara kita menghadapi dan menikmati hidangan Allah yang disediakan itu kemudian kita ingkar dan berlaku curang? Logiskah jika kita bersikap demikian sementara berbagai persiapan disediakan kepada kita untuk menerima hidayah Allah?
Amalan-amalan Anda akan dibentangkan. Maka, janganlah menjelek-jelekkan Rasulullah Saw. dengan berbuat buruk, maksiat kepadaNya. Tidak bolehkah seseorang disebut kafrun ni’mah apabila seseorang melakukan perbuatan kriminal, perbuatan jahat dan kekejian, sementara ia berada dalam majelis dan hidangan Allah? Semestinya seorang tamu mengetahui benar-benar, sekurangkurangnya kedudukan tuan rumah atau yang mengundangnya, dengan sopan santun sebagai para undangan kehormatan. Amat wajar baginya untuk berhatihati agar tidak menimbulkan tindakan yang bertentangan dengan akhlak dan aturan-aturan. Karenanya tamu Allah wajib mengetahui maqam atau kedudukan Allah Yang Maha Besar, yang memiliki Kemuliaan dan Kebesaran. Kedudukan inilah yang menyebabkan para Nabi a.s. dan pengikutnya berusaha meningkatkan makrifat atau pengenalannya kepada Allah dengan pemahaman yang sempurna. Senantiasa mereka berharap agar sampai kepada perbendaharaan yang agung, seperti permohonan berikut ini:
Dan sinarilah penglihatan hati kami dengan cahaya yang menuju kepadaMu, sehingga penglihatan hati kami membakar penutup cahaya ini dan menyampaikan (kami) kepada perbendaharaan yang agung.
Sesunguhnya tamu-tamu Allah akan memasuki perbendaharaan yang agung dan memanggil hamba-hamba serta para undangan-Nya untuk berusaha mencapai tahap pencapaian yang tinggi, dengan menyertai seruan ini dan menghadiri undangan-Nya sebagai hamba-hamba dan tamu-Nya yang baik.
Allah senantiasa menyeru hamba-hamba-Nya untuk memperbanyak amalan kebaikan dan kelezatan ruhani, untuk itu jika hamba-hamba-Nya tidak mempunyai kepribadian dan sikap yang sedemikian, walau ia turut serta dalam kancah kebenaran. Bagaimana mungkin dia dapat menghadiri undangan dihadapan Allah yang merupakan perbendaharaan yang agung.
Baca: Imam Khomeini: Para Penyeleweng Agama yang Mengenakan Pakaian Ulama
Hamba-hamba Allah hendaklah berpartisipasi dalam undangan ini dengan segala upaya ruhaniah yang ada padanya. Mereka tidak boleh menghadiri undangan ini dengan berakhlak buruk dan hina serta melakukan maksiat, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Maka perintah Allah memerlukan kepada usaha untuk mempersiapkan rencana yang mantap.
Tidak mungkin seseorang dapat mencapai pengertian ini jika masih diselimuti oleh dosa-dosa dan dengan hati yang masih dikuasai oleh maksiat serta kekejian. Karena seseorang yang bersikap demikian itu, kezaliman akan menutup di antara dia dan kebenaran itu sendiri.
*Disadur dari buku Pesan Sang Imam – Imam Ruhullah Khomeini