Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim adalah putra bungsu Abdul Muthalib. Saudara dari Abdullah antara lain, Abu Thalib, Hamzah, Zubair, Maqum, Abbas, Abu Lahab, serta lima orang anak perempuan. Abdullah adalah ayah dari Nabi Muhammad Saw, ia berprofesi sebagai pedagang di kota Mekah. Peristiwa terpenting dalam hidupnya yang dicatat sejarah adalah nazar Abdul Muthalib sebagai ayahnya yang telah berjanji untuk menjadikannya kurban.
Disebutkan ketika Abdul Muthalib sedang berupaya menggali kembali sumur Zam-zam, saat itu ia hanya memiliki satu anak laki-laki. Saat itu sejumlah pembesar Quraisy berkomplot untuk menjatuhkannya dari puncak kepemimpinan di Mekah, dan karena ia tidak memiliki pembela dari anak sendiri lebih dari satu, maka ia bernazar kepada Allah Swt jika ia memiliki 10 orang putra, maka salah seorang dari putranya itu akan dijadikannya persembahan melalui proses penyembelihan di sisi Kabah. Sewaktu jumlah anak laki-lakinya mencapai 10 orang, maka ia pun berniat untuk menjalankan nazarnya.
Sesuai nazarnya, maka iapun mengundi nama kesepuluh putranya. Hasil undiannya menunjukkan bahwa putra yang harus dikurbankannya adalah Abdullah. Namun akhirnya sebagai pengganti Abdullah, maka Abdul Muthalib berniat menyembelih 10 ekor unta di sisi Kabah.
Baca: Dan Nabi pun Menangis
Abdul Muthalib mengundi nama, antara 10 ekor unta atau Abdullah yang akan disembelih. Undian pertama dilakukan, nama yang keluar adalah Abdullah. Karena itu diundi lagi, antara 20 ekor unta atau Abdullah yang akan disembelih, dan yang kembali nama yang keluar adalah Abdullah. Begitu seterusnya sampai diundi antara 100 ekor unta dan Abdullah. Saat itulah, bukan nama Abdullah lagi yang keluar, melainkan 100 ekor unta tersebut. Akhirnya 100 ekor unta pun disembelih menggantikan posisi Abdullah, sebagaimana yang diucapkan dalam nazar. [Ibnu Hisyam, al-Sirah, hlm. 103]
Rasulullah Saw berkenaan dengan kisah tersebut berkata, “أنا ابنُ الذَبیحَین” yang artinya, Saya adalah putera dari dua orang yang dikurbankan. Imam Ali Ridha a.s. berkata mengenai sabda Rasulullah Saw tersebut, yang dimaksud dua orang yang dikurbankan adalah Ismail dan Abdullah. [Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 12, hlm. 122]
Namun, Ali Dawani berkeyakinan bahwa kisah mengenai nadzar Abdul Muthalib tersebut adalah kisah yang telah ditambahi dengan unsur kemusyrikan oleh Bani Umayyah dengan maksud untuk menunjukkan bahwa kakek Rasulullah Saw tersebut bukan termasuk orang-orang mukmin. [Dawani, Tarikh Islam az Aghas ta Hijrat, hlm. 54]
Baca: Hadis-hadis Perihal Penghormatan untuk Rasulullah Saw
Mengenai keimanan Abdullah, semua ulama Syiah berkeyakinan bahwa nasab Nabi Muhammad Saw dari orangtuanya sampai Nabi Adam a.s. adalah orang-orang yang bertauhid dan seorang mukmin.
Saat Abdul Muthalib menebus nyawa putranya dengan mengurbankan seratus ekor unta dengan nama Allah, Abdullah baru berusia 20 tahun. Peristiwa ini, di samping menjadi penyebab kemasyhuran Abdullah di kalangan Qurasiy, juga memberikan kepadanya kedudukan dan kehormatan besar di kalangan keluarganya sendiri, terutama di mata Abdul Muthalib. Karena itu, Abdullah menikmati respek luar biasa di kalangan para sahabat dan keluarganya.
Ketika kembali dari altar pengurbanan, Abdul Muthalib sambil memegang tangan anaknya, langsung pergi ke rumah Wahab bin Abdul Manaf dan menetapkan perkawinan Abdullah dengan Aminah putri Wahab, yang terkenal akan kesucian dan kesederhanaannya.
Abdul Muthalib telah menetapkan waktu untuk melakukan perkawinan itu. Sesuai dengan adat Quraisy, upacara perkawinan dilangsungkan di rumah Aminah. Mereka pun tinggal bersama untuk beberapa lamanya. Dengan pernikahannya, Abdullah membuka suatu bab baru dalam kehidupannya, dan rumahnya diterangi dengan kehadiran Aminah. Beberapa waktu kemudian, ia berangkat ke Suriah untuk urusan dagang bersama kafilah dari Mekah. Lonceng perpisahan dibunyikan, dan kafilah itu pun melakukan perjalanannya.
Baca: Tahapan-tahapan Risalah Rasulullah Saw
Pada waktu itu, Aminah sedang hamil. Setelah beberapa bulan, baris depan kafilah itu muncul kembali. Sejumlah orang pergi ke luar kota untuk menyambut keluarga mereka. Ayah Abdullah yang sudah tua sedang menunggunya, dan mata istrinya yang ingin tahu juga sedang mencari-carinya di tengah kafilah. Tetapi ia tak nampak. Setelah bertanya-tanya, mereka mengetahui bahwa ketika sedang kembali dari Suriah, Abdullah jatuh sakit di Yatsrib, sehingga terpaksa tinggal di sana bersama familinya untuk beristrahat. Mendengar ini, Aminah sangat sedih dan air mata pun membasahi pipinya.
Abdul Muthalib menyuruh putra sulungnya Harits untuk pergi ke Yatsrib untuk menjemput Abdullah. Ketika sampai di sana, ia mendengar bahwa sebulan setelah keberangkatan kafilah, Abdullah telah meninggal karena penyakitnya itu. Ketika kembali, Harits memberitahukan kepada ayahnya maupun Aminah apa yang telah terjadi. Harta yang ditinggalkan Abdullah adalah lima ekor unta, sekawanan biri-biri, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi Muhammad Saw dan menjadi pengikut setianya.
*Disarikan dari Kitab Ar-Risalah karya Ayatullah Jafar Subhani dan wikishia.net