Oleh: Dr. Muhsin Labib, MA
Dosa adalah kata serapan dari bahasa Sanskerta, yang berarti tindakan yang melanggar norma atau aturan yang telah ditetapkan Tuhan atau Wahyu Illahi.
Dosa dalam khazanah Islam diungkapkan dalam beberapa frasa, seperti itsm (اثم), dzanb (ذنب), junah (جناح), juga sayyi’atun (سيئة) atau sesuatu yang buruk, juga khathi’ah ( خطيئة) atau kesalahan. Semua terma ini termasuk dalam terma yang lebih besar, munkar (mungkar), yang secara kebahasaan berarti sesuatu yang asing, aneh dan upnormal sebagai lawan ma’ruf yang secara kebahasaan berarti sesuatu yang diketahui, wajar, normal dan umum. Dengan kata lain munkar mencakup dosa tersembunyi juga terbuka, dosa personal dan dosa sosial. Sedangkan fahsya’ (فحشاء) terkesan disepakati sebagai perbuatan buruk yang terkait dengan asusila dan kehormatan.
Munkar dan fahsya’ tercakup dalam satu istilah ma’shiah (maksiat). Ia adalah kata serapan dari bahasa Arab yang secara etimologis bermakna pelanggaran terhadap aturan apapun, dan secara terminologis bermakna pelanggaran oleh mukallaf (berakal akal sehat dan balig) terhadap norma dan hukum agama, terutama yang diwajibkan dan diharamkan. Lawannya adalah tha’ah (ketaatan, kepatuhan). Sayangnya maksiat di tengah masyarakat Indonesia dimaknai secara terbatas sebagai perbuatan asusila saja.
Baca: Dosa Besar dalam Perspektif Imam Khomeini
Semua maksiat terhimpun dalam kezaliman. Setiap orang yang berakal sehat dan berjiwa bugar pasti menentang kezaliman dan kesewenang-wenangan. Karena itulah, kritik, penentangan, dan perlawanan terhadapnya selalu saja disuarakan dalam sejarah manusia. Kezaliman memiliki dimensi dan anatomi yang ‘megah’. Ia bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk terhadap diri sendiri.
Struktur dosa dapat diuraikan dalam langkah-langkah bertahap sebagai berikut :
Bila merasa tak mampu melaksanakan semua kebaikan yang diwajibkan juga yang dianjurkan dalam agama, laksanakanlah kewajiban-kewajiban agama.
Bila merasa tak mampu melaksanakan semua kewajiban agama, laksanakanlah kewajiban-kewajiban utama agama.
Bila merasa tak mampu melaksanakan semua kewajiban agama, hindarilah semua yang diharamkan (dosa).
Bila merasa tak mampu menghindari semua yang diharamkan (dosa) setidaknya hindarilah dosa-dosa besar.
Bila tetap tak mampu menahan diri dari dosa besar, setidaknya jangan membiasakannya.
Bila tetap tak mampu menahan diri dari perbuatan dosa besar, setidaknya jangan menambahnya.
Baca: Hakikat Taubat dan Istighfar Pendosa
Bila tetap tak mampu menahan diri dari penambahan perbuatan dosa besar, hindarilah dosa yang merugikan orang lain.
Bila tetap melakukan dosa yang merugikan orang lain, setidaknya pastikan punya kesempatan untuk meminta maafnya.
Bila tetap melakukan dosa yang merugikan orang lain dan kehilangan kesempatan untuk meminta maafnya, bertaubatlah dan tebuslah dengan kebaikan yang ditujukan untuknya.