Oleh: Dr. Muhsin Labib, MA
Bertindak zalim berarti ‘meletakkan sesuatu pada selain tempatnya’. Karena keburukan adalah ketidakselarasan, maka kezaliman merupakan sentra keburukan. Begitu megahnya kezaliman, sehingga ia memiliki dua fakultas: intelektual (pikiran) dan aktual (perbuatan). Kezaliman intelektual adalah berpikir zalim, atau meletakkan pikiran pada selain tempatnya, seperti meyakini yang salah sebagai benar, dan sebaliknya, serta meyakini sesuatu bukan karena kebenarannya, tetapi karena sesuatu yang lain.
Terdapat dua macam kezaliman intelektual, berdasarkan akibatnya: kezaliman intelektual non-teologis, yaitu pemahaman nir-bukti tentang masalah-masalah yang tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap spiritualitas dan nasib kita di akhirat; dan kezaliman intelektual teologis, yaitu pemahaman yang irasional tentang masalah-masalah yang sangat berpengaruh terhadap ‘karir’ kehambaan kita. Puncak kezaliman intelektual adalah penolakan terhadap wujud Tuhan dan syirik: Sesungguhnya syirik benar-benar kezaliman yang besar. Allah juga menganggap orang-orang yang menolak kebenaran (kufur) sebagai pelaku kezaliman, dan orang-orang kafir adalah orang-orang yang aniaya (zalim).
Seseorang yang berpikir zalim akan dengan mudah berlaku zalim (kezaliman aktual). Implikasinya, pikiran zalim bisa melahirkan perbuatan zalim. Bertindak zalim berarti meletakkan tindakan pada selain tempatnya, seperti mendistribusikan dusta demi meraih simpati atau mengalihkan perhatian orang dari keburukan dirinya, membunuh binatang yang tidak mengganggu karena iseng (just for fun), merusak lingkungan hidup, menghina orang dengan kedok ‘bergurau’, dan yang paling gres, menyetujui konspirasi yang bertujuan memasung hak kedaulatan sebuah bangsa.
Baca: Struktur Dosa (Bagian 1)
Kezaliman aktual, ditilik dari sasarannya, dapat dibagi dua. Pertama, kezaliman internal (kezaliman terhadap diri sendiri), yaitu kezaliman berupa perbuatan dosa yang tidak melibatkan pihak lain. Kita selalu dianjurkan untuk memulai doa dengan pengakuan telah berbuat aniaya terhadap diri sendiri. Inilah password untuk memasuki ruang pengampunan Tuhan: Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menzalimi diri kami. Andaikan Engkau tiada mengampuni kami, maka niscaya kami menjadi orang-orang yang rugi.
Kedua, kezaliman eksternal, yaitu kezaliman berupa perbuatan aniaya terhadap pihak di luar dirinya, seperti perusakan lingkungan, pemborosan sumber daya alam, penindasan hak-hak asasi manusia, dan lain sebagainya. Kezaliman jenis ini tidak identik dengan status atau pihak tertentu: penguasa terhadap rakyat atau sebaliknya, majikan terhadap buruh atau sebaliknya, anak terhadap orang tua atau sebaliknya, serta suami terhadap istri atau sebaliknya.
Mengapa manusia dianggap telah berlaku zalim terhadap diri sendiri ketika melakukan perbuatan dosa? Menurut para ahli filsafat etika, setiap perbuatan dosa, pada hakikatnya, adalah penganiayaan diri. Ia memaksa dirinya melakukan perbuatan yang tidak selaras dengan karakteristik jiwanya, dan secara sengaja menceburkan diri ke dalam siksa Allah. Manusia zalim melakukan perusakan diri (self destruction). Ketika melakukan dosa, maka ia memang berencana untuk melakukan ‘aksi mogok’ di depan pintu surga-Nya.