Memperingati kelahiran Ali berarti memuliakannya. Memuliakannya berarti memuliakan sesuatu yang membuatnya mulia. Yang membuatnya mulia adalah fungsi, tugas, jasa, ajaran, perilaku, pengorbanan dan semua aspek kehidupannya. Memuliakannya karena ingin mematuhinya.
Bila mematuhi Allah, maka tentulah maksudnya adalah mematuhi Nabi atau mematuhiNya melalui Nabi. Mematuhi Nabi berarti mematuhi Ali yang ditunjuknya sebagai pintu dan syarat kepatuhan kepadanya.
Kepatuhan sejati adalah kepatuhan eksistensial, emanatif, vertikal gradual. Artinya, Allah dan Nabi dan para pemuka agama tak berada dalam posisi sejajar, namun gradual dalam rangkaian kausalitas yang niscaya.
Baca: Persalinan Agung
“Aku adalah kota pengetahuan dan Ali adalah pintunya” bukanlah deklarasi kesombongan dan pujian verbal. Ilmu dalam pandangan dunia yang tak meruang bukan pengetahuan tentang ruang dan serba benda, sebagaimana sains yang labil dan bertumpu pada indera dan rumusan empirik tentang mineral, energi, fisika dan melekul, tapi ia adalah pengetahuan eksistensial yang sejati. Pernyataan itu adalah endorsmen eksklusif dan anjuran kepatuhan tunggal berdasarkan asas kompetensi, kapabilitas dan komprehensi total. “Kota” merupakan tujuan final dan “pintu” merupakan syarat niscaya mencapai tujuan.
Mengapa kepatuhan sejati bersifat vertikal? Penjabarannya antara lain sebagai berikut:
- Allah adalah pemilih wujud, bahkan Dialah wujud tunggal, sedangkan selainNya adalah wujud-wujud kopulatif yang secara abadi bergantung kepadaNya. Makhluk yang bergantung kepadaNya tak bisa berhubungan denganNya secara langsung karena Dia tak sama dengan makhluk dalam segala hal kecuali dalam wujud; Artinya, yang menghalangi makhluk berhubungan secara langsung dengan Tuhan adalah sistem gradualitas eksistensi.
- Kepatuhan kepada Nabi secara vertikal adalah konsekuensi kepatuhan primer dan hakiki kepada Allah, karena semua ajaran dan perintahNya dipatuh melalui wahyu dalam Al-Quran dan Sunnah yang dititipkan kepada Nabi.
- Andai makhluk dan hamba bisa berhubungan langsung dengan Allah, tentu kenabian yang berfungsi sebagai lembaga mediasi tak diperlukan. Allah maha mampu berhubungan langsung namun keterbatasan menjadi kendala bagi makhluk dan hamba.
- Andai makhluk yang maha berbatas bisa berhubungan langsung dengan maha tak terbatas, maka hilanglah perbedaan makhluk dengan Tuhan akibat hubungan langsung itu. Bila hilang perbedaan, tak ada lagi makhluk.
Baca: Cara Simpel Muhasabah Diri ala Ahlulbait Nabi
Karena itu, kepatuhan kepada Allah sebagai pemilik kewenangan primer hanya bisa terlaksana dan terjadi melalui perantara kepatuhan kepada Nabi, dan kepatuhan kepada Nabi hanya absah melalui pintu tunggalnya, Ali.