Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tafsir Surah Al-Bayinah

Terjemah

Orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata, (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang suci (Alquran), di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus (benar). Dan tidaklah terpecah-belah orang-orang Ahli Kitab melainkan setelah datang kepada mereka bukti yang nyata. Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk. Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Tafsir

Surat ini menjelaskan tentang sikap Ahli kitab (umat Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang Musyrikin (para penyembah berhala) sebelum datangnya Rasulullah saw. Mereka menyatakan tidak akan meninggalkan ajaran mereka kecuali jika datang kepada mereka bukti-bukti kebenaran. Bukti kebenaran yang dimaksud adalah datangnya seorang utusan dari Allah Swt yang membacakan Kitab yang suci. Namun ketika datang kepada mereka utusan itu dan dia membacakan ayat-ayat Allah Swt, mereka tidak konsekuen dengan pernyataan mereka itu, dan mereka akhirnya berpecah belah.

Secara khusus, Ahli Kitab yang pada mulanya bersatu, tetapi setelah sampai kepada mereka Rasulullah saw, mereka malah berpecah belah. Dalam ayat lain dijelaskan tentang sikap mereka:

“Dan ketika sampai kepada mereka Kitab dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, dan mereka juga mengharapkan kemenangan dalam mnenghadapi orang­orang kafir, (ternyata) ketika sampai kepada mereka apa yang mereka ketahui, mereka malah mengingkarinya. Maka kutukan Allah atas orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah: 89)

Baca: Tafsir Surah At-Tiin

Alamah Thabathabai menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tulisan-tulisan yang ada dalam lembaran-lembaran (shuhuf) adalah hukum-hukum dan permasalahan­permasalahan yang berkaitan dengan keyakinan dan perbuatan. Maksud dan makna tersebut dicerap dari kata “qayyimah” yang artinya menjaga dan memelihara kemaslahatan dan menjamin kebahagiaan.

Berkaitan dengan itu, Allah Swt berfirman: “Dia memerintahkan agar kalian tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Itulah agama yang ‘qayyim’.(QS. Yusuf: 40).

Kemudian Alamah Thabathabai juga mengatakan bahwa lembaran-lembaran samawi berfungsi menjaga urusan masyarakat manusia dan memelihara kemaslahatan mereka, karena di dalamnya ada hukum­hukum dan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan keyakinan dan perbuatan.

Tafsir al-Amtsal menguatkan pendapat Thabathabai dengan mengatakan bahwa arti “kutub” (bentuk jamak dari kata “kitab” dalam surat ini adalah hukum dan ketetapan, karena kata “kitabah” dapat diartikan juga dengan ketetapan dan keputusan, seperti dalam ayat puasa (Surat Al-Baqarah ayat 183).

Dengan demikian, dalam lembaran-lembaran itu terdapat hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan.Yang disampaikan oleh Rasulullah saw kepada mereka adalah perintah agar mereka menyembah Allah Swt dengan tulus, mendirikan salat dan menunaikan zakat.

Baca: Tafsir Surat Al-Kautsar

Kata “hunafa” adalah bentuk jamak dari “hanif” yang berarti menyimpang dari kesesatan ke jalan yang lurus. Ar-Raghib dalam al-Mufradat-nya mengatakan bahwa orang-orang Arab menyebut setiap orang yang berhaji atau dikhitan dengan sebutan orang yang hanif. Sebutan ini sebagai isyarat bahwa dia mengikuti agama Ibrahim as.

Ath-Thabari mengatakan bahwa “al-hanifiyyah” adalah khitan dan mengharamkan nikah dengan ibu, anak, saudara dan bibi, dan menunaikan haji.

Alamah Thabathabai berkata: “Hanif artinya berpaling dari dua sisi yang ekstrim -kanan dan kiri- menuju arah tengah yang lurus. Allah Swt menyebut Islam sebagai agama hanif, karena Islam selalu memerintahkan agar berpegangan dengan jalan tengah dan menghindari dua sisi yang ekstrim -kanan dan kiri- dalam segala urusan.”

Pada haqiqatnya, apa yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa perintah menyembah Allah Swt, mendirikan salat dan menunaikan zakat sama dengan yang dibawa oleh para Nabi sebelum beliau. Oleh karena itu, agama para Nabi adalah agama yang hanif dan qoyyim sehingga tidak ada alasan bagi Ahli Kitab dan kaum Musyrikin Mekah, yang mengaku sebagai pengikut Nabi Ibrahim as, untuk menolak ajaran Nabi Muhammad saw.

Ayat-ayat ini menjelaskan tentang keadaan orang­orang kafir dan orang-orang yang beriman di akhirat kelak. Balasan yang akan mereka terima sesuai dengan sikap dan perbuatan mereka di dunia ini. Orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan dari kaum Musyrikin, karena mereka menolak ajaran Nabi Muhammad saw yang hanif dan qayyim, akan menempati neraka Jahanam selama-lamanya, dan mereka adalah makhluk yang paling jahat.

Sedangkan orang-orang yang beriman, karena mereka menerima ajaran Nabi Muhammad saw dan berbuat kebaikan, akan menempati surga ‘Aden selama-lamanya. Mereka adalah makhluk yang paling baik. Mereka akan tinggal di surga dalam keadaan rela dan puas dengan pemberian dan karunia Allah Swt, dan Allah juga mencintai mereka karena kecintaan dan ketaatan mereka kepadaNya. Sesungguhnya karunia­karunia Allah swt. itu akan diberikan kepada manusia yang takut dan mengagungkan Allah Swt.

Baca: Tafsir Ayat Basmallah

Dalam Durr al-Mantsur dikutip beberapa riwayat yang sama maknanya, antara lain; dari Ibnu Asakir dari Jabir bin Abdullah, dia berkata:

“Ketika kami bersama Nabi saw, lalu datanglah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Nabi saw bersabda, ‘Demi Yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya dia dan para pengikutnya adalah orang­orang yang beruntung pada hari qiamat.’ Maka turunlah ayat ‘Sesungguhnya orang-orang beriman dan berbuat kebaikan-kebaikan, mereka benar-benar sebaik-baiknya makhluk.’ Jika Ali datang, para sahabat Nabi saw mengatakan, ‘Telah datang sebaik-baiknya makhluk,’”

Ibnu Abbas ra berkata: “Ketika turun ‘Sesungguhnya orang-orang beriman dan berbuat kebaikan-kebaikan, mereka benar-benar sebaik-baiknya makhluk,’ maka Rasululah saw bersabda kepada Ali, ‘Mereka adalah kamu dan para pengikutmu pada hari qiamat. Mereka rela dan diridhai.’”

*Disadur dari Tafsir Juz Amma karya Ustadz Husain Alkaff


No comments

LEAVE A COMMENT