Islam membagi tahapan perkembangan kehidupan manusia menjadi tiga bagian. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw mengatakan: “Anak itu adalah tuan sampai berusia tujuh tahun dan budak dalam tujuh tahun kedua, serta wazir (mitra keluarga) di tujuh tahun ketiga. Setelah engkau membesarkannya selama 21 tahun, jika engkau suka akan karakternya maka itu adalah kebaikan dan jika itu tidak maka biarkan ia demikian karena engkau telah mendapatkan uzur dari Allah Swt.” [Makarim al-Akhlaq, hal, 255]
Amirul Mukminin a.s. mengatakan, “Sayangi dan layanilah anakmu sampai usia tujuh tahun, kemudian didiklah anakmu selama tujuh tahun, dan di tujuh tahun ketiga suruhlah anakmu untuk ikut membantu urusan keluargamu.” [Wasail asy-Syi’ah, juz 15, hal. 195]
Imam Jafar Shadiq a.s. juga mengatakan, “Bebaskan anakmu untuk bermain ketika usianya tujuh tahun, kemudian didiklah dan ajarkan akhlak yang baik selama tujuh tahun, dan bimbinglah ia selama tujuh tahun. Jika ia menjadi anak yang saleh maka itu keberuntungan untukmu kalau tidak maka lepaskanlah anak itu.”
Baca: Fikih Quest 136: Warisan Suami untuk Istri dan Anak
Diriwayat yang lain Imam Jafar Shadiq a.s. juga mengatakan, “Biarkan anak-anak bermain-main sampai usia tujuh tahun dan setelah itu ajarkan menulis dan membaca selama tujuh tahun juga dan kemudian di tujuh tahun ketiga ajarkan hal-hal haram dan yang halal.” ” [Wasail asy-Syi’ah, juz 15, hal. 194]
Jadi ada tiga tahapan perkembangan manusia yang digambarkan oleh hadis-hadis tadi. Selanjutnya kami akan menjabarkan ketiga tahapan tersebut.
Tahapan Pertama
Sejak anak lahir hingga usia tujuh tahun adalah tahapan perkembangan pertama. Anak dalam usia dini seperti ini khususnya di awal-awal kehidupannya adalah seorang anak yang tidak berdaya dan lemah yang harus mendapat perawatan dan pengawasan yang sangat baik. Ia harus mendapatkan asuhan dan kasih sayang serta nutrisi yang sangat baik agar bisa tumbuh menjadi anak yang sehat.
Strategi yang paling baik bagi anak-anak dalam tahapan usia seperti itu adalah menyuruhnya bermain-main. Dengan permainan anak-anak bisa mengembangkan bakatnya. Ia akan mendayagunakan kemampuan motoriknya selama melakukan permainan tersebut dan juga akan memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru. Anak-anak juga akan belajar berinteraksi sosial ketika melakukan permainan-permainan yang melibatkan banyak teman-temannya.
Tahapan Kedua
Anak-anak dalam tahap usia ini yaitu tujuh tahun kedua (7-14 tahun) secara fisik dan kecerdasan dianggap telah matang. la sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk serta secara intelektual siap untuk memulai proses pembelajaran. Ia bisa dididik untuk mengembangkan sifat-sifat yang baik dan menjauhi sifat-sifat yang buruk.
Anak dalam usia tersebut sudah bisa mempelajari sesuatu, bisa belajar membaca dan menulis. Inilah momentum yang baik untuk memulai proses pembelajaran dan pembinaan. Mereka mesti mengalami pembiasaan mengamalkan karakter-karakter baik yang praktis dan menanggalkan sifat-sifat yang tidak baik.
Baca: Fikih Quest 127: Hak Waris Istri dari Suami yang Meninggal tanpa Anak
Ajarkan juga kepada mereka keterampilan membaca yang tepat. Ada dua keterampilan praktis penting yang harus diberikan kepada mereka yaitu keterampilan membaca dan pendidikan watak. Dalam hadis dikatakan anak-anak yang berusia 7-14 tahun harus dilatih untuk mengemban tanggung jawab dan juga diajarkan menulis dan membaca. Apa yang diisyaratkan oleh hadis-hadis itu hanyalah poin-poin penting secara global saja, untuk mengetahui penjelasan yang lebih lengkap kita harus banyak membaca literatur-literatur edukasi Islam.
Tahapan KetIga
Tahapan ini merentang semenjak usia 14 tahun hingga 21 tahun. Ini adalah masa-masanya untuk belajar secara serius dan melatih pengembangan watak secara maksimal. Apa-apa yang telah dipelajari dari guru pendidik sebelumnya sekarang saatnya untuk mempraktikkannya. Ia harus dilibatkan dalam aktivitas keluarga dan diposisikan sebagai layaknya asisten keluarga. Serahi tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya dengan atau tanpa pengawasan.
Anak dalam usia tersebut dapat belajar dari orangtua mereka sehingga pengalaman mereka semakin bertambah. Ini adalah usia yang sangat kritis. Seiring terjadinya perubahan hormon di dalam tubuhnya, maka terjadi juga perubahan-pembahan mental dan fisik. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya dan itu disadarinya. Ia bukan lagi anak-anak yang belum baligh tapi juga bukan orang dewasa yang sudah benar-benar matang sekali. Wataknya masih temperamental dan emosional.
Dalam masa-masa yang cukup kritis ini dorongan biologis mulai muncul sehingga timbullah hasrat terhadap lawan jenis. Hasrat-hasrat biologis tersebut sangat fatal kalau dibiarkan bebas berkeliaran. Ciri khas lain dalam masa-masa yang kritis ini adalah hasratnya untuk tidak dikekang. Ia ingin mandiri, tidak mau lagi diatur-atur seperti anak kecil, ingin diperlakukan seperti orang dewasa yang bebas berbicara, bebas mengambil keputusan sendiri dan melakukan apa yang disukainya.
Anak muda seperti ini masih labil, sensitif dan penuh energi. Hasrat yang selalu menggebu-gebu, terkadang ingin mencurahkan isi hatinya kepada seseorang yang bisa dipercaya. Ia ingin mencari kawan yang dapat diajak berdiskusi untuk membantu mengatasi persoalan-persoalan di dalam dirinya. Anak muda dalam usia-usia seperti ini sangat memerlukan seorang sahabat yang mengerti tentang dirinya. Ia memerlukan seorang pembimbing yang penuh pengertian dan mau memberikan bimbingan. Ia ingin diselamatkan dari segala kesulitan dan kegamangan hidupnya.
Baca: Menguatkan Karakter Qana’ah pada Anak-Anak
Peran orang tua menurut Islam tidak boleh diserobot orang lain. Mereka harus proaktif dalam menggandeng tangan anak-anak muda mereka agar mereka tidak ikut arus yang buruk. Seperti yang dimandatkan oleh Islam, orang tua mesti mempercayai anak-anak muda mereka sebagai partner dalam kehidupan ini, dan itulah yang dimaksud dengan hadis “Jadikan anak-anakmu sebagai wazirmu dalam usia 14 sampai 21 tahun”. Di dalam hadis lain ditambahkan bahwa orang tua harus membimbing anak-anak muda mereka sesering mungkin. Ini adalah anjuran untuk para orang tua agar selalu peduli dengan anak-anak mereka yang sekarang beranjak dewasa.
Orang tua yang bijak akan memperlakukan anak-anaknya seperti kawannya sendiri. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, si anak-anak diberi motivasi untuk melakukan sesuatu yang baik tapi tidak terkesan menjerat kebebasannya. Ia mungkin bisa mengajaknya berdialog agar si anak sendiri bisa mengeluarkan segala unek-uneknya.
*Disarikan dari buku Agar Tak Salah Mendidik karya Ayatullah Ibrahim Amini