Apakah Tuhan layak disomasi atas gempa, tsunami dan seluruh peristiwa alam yang merugikan manusia? Apakah gempa dan peristiwa-peristiwa yang dianggap sebagai bencana oleh manusia adalah ciptaan-Nya? Ada ratusan pertanyaan sejenis yang hendak dijawab oleh para ilmuwan (fisikawan dan astronom) yang memastikan tak ada selain benda dalam altar eksistensi.
Disebutkan bahwa para ilmuwan terheran-heran dengan fakta materi gelap dan energi gelap. Disebutkan bahwa bintang-bintang, planet, asteroid dan benda langit lainnya yang jumlahnya bertriliun-triliun tak terhingga ternyata hanya empat persen dari total alam semesta. Sisanya, 23 persen adalah materi gelap (dark matter) dan 73 persen energi gelap (dark energy).
Disebutkan pula bahwa fakta adanya galaksi berotasi pada suatu sumbu dengan sangat cepatnya seolah massanya 400 kali lebih besar membuat para ilmuwan berkesimpulan bahwa ada materi yang amat besar eksis dan menyelimuti semua galaksi di alam semesta. (Baca: Andai Musibah ini Menimpa Siang Niscaya Menjadi Malam)
Sejumlah ilmuwan telah mencoba memecahkan kesulitan ini dan menuduh partikel-partikel nonbarion, partikel selain dari proton dan neutron, yang menjadi biang keladinya. Menurut mereka, mestinya partikel ini berinteraksi melalui gaya nuklir lemah dan gravitasi, tidak melalui gaya elektromagnetik, sehingga tidak bisa dideteksi.
Mungkin satu-satunya ilmuwan yang menyatakan secara implisit menerima realitas metafisik di balik misteri penciptaan adalah Bohm. Dalam The Wholeness and The Implicate Order (1980), Bohm mengatakan bahwa materi adalah manifestasi dari ‘implicate order’ tatanan yang ada di balik yang “ada” ini – seperti pusaran air adalah manifestasi dari air. Materi sebenarnya tidak bisa direduksi menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (seperti pandangan reduksionisme sains Newtonian). Seperti materi, dan segala sesuatu yang ada di alam ini, partikel-partikel adalah manifestasi dari implicate order ini. Realitas, pada dasarnya adalah sebuah kesatuan utuh yang tak terbagi-bagi, yang disebutnya dengan istilah “unbroken wholenesss”.
Sampai di sini sains berhenti di gang buntu. Tiba-tiba mereka mengganti ekplorasi dengan presumsi, estimasi dan imajinasi (tentang apa yang disebut sebagai kesemestian dan seterusnya). Inilah kepongahan sains yang semula diklaim sebagai ilmu eksakta dan kini menjadi ilmu yang berdiri di atas probabilitas. Inilah perubahan mindset fisika menjadi mindset metafisika tanpa disadari dan tanpa diakuinya. (Baca: Doa Imam Ali Kala Tertimpa Musibah)
Para ilmuwan yang menganggap kompleksitas sebagai realitas semata (karena menampik aksioma The One) pastilah kebingungan menjelaskan sistem penciptaan.
Apa kata metafisikawan? Karena “Satu hanya mengakibatkan satu”, Ia tak menciptakan alam dalam kompleksitasnya tapi memancarkan cahaya eksistensialnya secara gradual dalam proses emanasi yang konstan.
Ibnu Sina menguraikan sistem penciptaan dalam konsep Emanasi yang bermula dari eksistensi intelectus prima yang simple lalu berakibat secara gradual atas cahaya berikutnya hingga materia prima yang secara langsung menciptakan alam kompleks yang meruang dan mewaktu. Inilah yang disebut jism dalam Transendentalisme Sadra dan lapisan gelap dalam ilmuniasionisme Suhrawardi. (Baca: Mengenal Sosok Ayatullah Jannati)
Bumi adalah satu dari aneka materi yang tak terhitung jumlahnya. Di dalamnya terkandung ragam materi yang takkan tercatat bilangannya.
Tanah dan seluruh elemen dan partikel yang membentuknya secara hierarki mematuhi hukum eksistensi, lalu hukum kausalitas, kemudian hukum alam (yang meliputi semua entitas), dan selanjutnya hukum alam materi dengan gravitasi dan sub-sub hukum di dalamnya.
Manusia sebagai salah satu entitas bio material yang berada dalam alam materi tentu tak bisa melepaskan diri dari prinsip-prinsip dan hukum yang mendeterminasi alam yang menampungnya.
Deformasi dan likuifaksi merupakan sebagian dari mekanisme permanen bagi alam yang beradaptasi dengan gerak yang terjadi tanpa kehendak. (Baca: Sosok Ayatullah Gorgani)
Dilihat secara holistik, dalam proses emanasi yang konstan ini, mungkin sebutan ‘korban’ dan bencana juga ‘azab’ menjadi out of subject.
Artinya, gempa bumi adalah gejala rumah raksasa yang goyang karena beberapa fondasi rusak akibat pembangunan pagar dan kamar yang tak memperhatikan efeknya terhadap kekuatan rumah secara keseluruhan.
Tuhan menciptakan alam dan tak menciptakan bencana alam. Ia menciptakan bumi dan tak menciptakan kerusakan. [ML]
(Dikutip dari rubrik Opini, Buletin Al-Wilayah edisi 26, Oktober 2018, Shafar 1440H)
Baca: “Kemukjizatan Sabda Nabi saw“